NovelToon NovelToon
KETUA OSIS CANTIK VS KETUA GENG BARBAR

KETUA OSIS CANTIK VS KETUA GENG BARBAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Nikahmuda / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Ketua OSIS yang baik hati, lemah lembut, anggun, dan selalu patuh dengan peraturan (X)
Ketua OSIS yang cantik, seksi, liar, gemar dugem, suka mabuk, hingga main cowok (✓)

Itulah Naresha Ardhani Renaya. Di balik reputasi baiknya sebagai seorang ketua OSIS, dirinya memiliki kehidupan yang sangat tidak biasa. Dunia malam, aroma alkohol, hingga genggaman serta pelukan para cowok menjadi kesenangan tersendiri bagi dirinya.

Akan tetapi, semuanya berubah seratus delapan puluh derajat saat dirinya harus dipaksa menikah dengan Kaizen Wiratma Atmaja—ketua geng motor dan juga musuh terbesarnya saat sedang berada di lingkungan sekolah.

Akankah pernikahan itu menjadi jalan kehancuran untuk keduanya ... Atau justru penyelamat bagi hidup Naresha yang sudah terlalu liar dan sangat sulit untuk dikendalikan? Dan juga, apakah keduanya akan bisa saling mencintai ke depannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perdebatan

Happy reading guys:)

••

Waktu menunjukkan pukul 16.30, warna biru muda pada langit secara perlahan-lahan mulai berubah menjadi jingga, pertanda bahwa senja sebentar lagi akan segera menyapa seluruh penghuni kota Jakarta.

Sinar matahari yang tadinya sangat menyilaukan kini tampak lebih hangat serta lembut, menciptakan bayangan panjang dari bangunan-bangunan—gedung pencakar langit, pertokoan, rumah-rumah, serta sekolahan.

Suara bel pertanda pulang sekolah terdengar memenuhi seluruh area Batara Senior High School, membuat para guru yang sedang asyik mengajar seketika menghentikan aktivitas mereka, lantas mempersilahkan siswa-siswi untuk pulang ke rumah masing-masing setelah selesai mengucapkan terima kasih kepada sang pencipta atas ilmu yang didapat pada hari ini.

Koridor yang awalnya terlihat sangat sunyi secara perlahan-lahan mulai dipenuhi oleh para siswa-siswi yang tengah asyik mengobrol serta bercanda ria di sela melangkah kaki menuju pintu keluar gedung sekolah.

Di antara banyaknya siswa-siswi itu, terlihat sosok Naresha sedang sibuk melihat layar handphone-nya—menimbang-nimbang sesuatu lantaran saldo satu-satunya e-wallet yang tidak Kaizen sita hanya tersisa lima puluh ribu saja.

“Aku harus gimana? Saldonya sisa segini doang … ini kalau aku naik taksi, udah pasti habis dan nggak ada sisa sama sekali, tapi ….” Naresha menggigit bibir bawahnya cukup kencang, seakan sedang memikirkan opsi lain yang dapat dirinya ambil agar bisa sampai rumah dengan selamat. “Apa naik ojol aja? Kemungkinan masih sisa dua puluh lima ribu … tapi ojol di daerah sini susah banget … argh … Jadi bingung gini.”

Naresha terus-menerus menimbang-nimbang serta mencari opsi agar uang bernilai lima puluh ribu-nya dapat dirinya manfaatkan sebaik mungkin—setidaknya harus bisa bertahan hingga esok hari.

Saat sedang asyik berpikir, Naresha sontak membelalakkan mata kala tiba-tiba saja merasakan tepukan serta rangkulan pada bagian kanan serta kirinya. Ia mengalihkan pandangan ke arah sana, lantas mengembuskan napas panjang ketika melihat kehadiran Nayla dan Thalita.

“Kalian berdua … bisa nggak, sih, kalau datang minimal manggil dulu? Jangan asal peluk … bisa mati muda ntar gue,” kata Naresha, sembari mengusap lembut dada bagian kirinya, berusaha menormalkan kembali detak jantungnya yang berdegup lebih kencang dari biasanya.

Nayla dan Thalita sontak terkekeh pelan saat mendengar perkataan Naresha. Namun, mereka tidak melepaskan pelukan pada tubuh gadis berparas cantik itu, justru semakin mengeratkannya.

“Yee … gue sama Lita udah manggilin lu sedari tadi, tapi lu-nya aja yang nggak denger,” ucap Nayla, menyandarkan kepala di bahu kanan Naresha.

“Bener banget … Lu lagi mikirin apa, sih, Sa? Tumben banget sampai seserius ini,” sambung Thalita, sembari mengukir senyuman tipis untuk membalas sapaan dari para adik kelas yang berpapasan dengan dirinya.

Naresha diam beberapa saat, sebelum pada akhirnya menggelengkan kepala pelan sambil menaruh handphone ke dalam saku seragam sekolahnya. “Nggak papa, kok … Gue cuma lagi mikirin tentang event tahunan sekolah. Soalnya besok kita udah mulai sibuk ngurusin semuanya.”

“Ah, iya juga, ya ….” Nayla mengalihkan pandangan ke arah depan, melihat banyaknya siswa-siswi sedang berjalan di depannya, seraya terus menyandarkan kepala di bahu Naresha. “Berarti besok kita udah harus All in, ya, Sa?”

Naresha mengangguk pelan dan ingin menjawab pertanyaan yang telah Nayla lontarkan, tetapi dirinya segera mengurungkan niat saat mendengar suara notifikasi dari handphone-nya.

Tanpa menunggu waktu lama, Naresha segera mengambil handphone dari dalam saku seragam, lantas sedikit mengerutkan kening saat membaca nama kontak yang telah mengirimkannya pesan pada sore hari ini—Ayah Dari Anak-anakku.

“Ngapain dia ngirim chat? Mau ngajak ribut lagi, kah?” batin Naresha, membuka kolom chat bersama Kaizen seraya sedikit menutupi layar handphone—agar Nayla dan Thalita tidaklah merasa curiga.

Kaizen:

“Gue tunggu di parkiran belakang.”

“Nggak usah pesan taksi atau ojek online.”

“Hari ini lu pulang sama gue … Dan gue nggak nerima penolakan. Kalau lima menit lu nggak datang juga … Gue laporin mama sama papa kalau kemarin lu masih suka main sama banyak cowok.”

Membaca beberapa chat itu, Naresha sontak mengerutkan kening sempurna, lalu dengan penuh emosi mulai mengetikkan sesuatu pada keypad handphone.

Naresha:

“Lu itu orang apa ultimatum jalanan?!”

“Ngancem pakai bawa-bawa mama sama papa … dasar pengecut.”

“Gue nggak mau pulang sama lu! Titik.”

Tanpa perlu menunggu waktu lama, chat dari Naresha mendapatkan balasan dari Kaizen, membuat gadis berparas cantik itu sontak menggembungkan kedua pipinya.

Kaizen:

“Gue nggak mau tahu. Kalau lu nggak ke sini juga … jangan salahin gue kalau kehidupan lu semakin susah ke depannya.”

Membaca balasan chat dari Kaizen membuat tengkuk Naresha seketika berubah menjadi sangat panas—bukan karena malu atau salah tingkah—tetapi karena amarah sudah sampai ke ubun-ubun sekarang ini.

Tanpa mengirimkan balasan lagi, Naresha segera mematikan layar handphone dan menaruh benda pipih itu ke tempat semula, karena sudah tidak ingin melanjutkan obrolan yang akan semakin membuat darahnya menjadi mendidih.

Naresha mengalihkan pandangan ke arah kedua sahabatnya yang seakan sedang bertanya-tanya tentang keadaannya sekarang, lantas mulai mengukir senyuman tipis penuh akan arti.

“Ada yang mau nebengin gue nggak? Gue hari ini nggak bawa mobil soalnya,” tanya Naresha, sorot matanya dipenuhi oleh harapan sangat mendalam kepada dua sahabat baiknya itu.

Nayla dan Thalita saling pandang, sebelum pada akhirnya mereka berdua mengeratkan pelukan pada tubuh Naresha sambil terus melangkahkan kaki keluar dari dalam gedung sekolah.

“Kita antar … lu bebas mau bareng gue atau Nayla, tapi kita temenin lu sampai rumah,” jawab Thalita penuh semangat.

Mendengar jawaban yang telah diberikan oleh Thalita, Naresha merekahkan senyuman—sejenak semua pikiran tentang Kaizen menghilang dari dalam kepalanya—digantikan oleh rasa lega lantaran dirinya masihlah memiliki Nayla dan Thalita.

“Jangan harap bisa ngendaliin gue, Kaizen … Tunggu pembalasan gue! Gue pastiin lu nyesel!”

•••

“Ini anak kenapa ngirim chat ke aku terus, sih? Kurang kerjaan banget.”

Naresha berdecih pelan saat melihat layar kunci handphone yang terus-menerus menampilkan notifikasi chat dari Kaizen. Saking banyaknya chat yang masuk, benda pipih miliknya itu hampir saja tidak dapat digerakkan sama sekali.

Dengan napas sangat berat, Naresha pada akhirnya mencoba untuk membuka kunci layar yang langsung membawanya menuju kolom chat bersama suaminya itu.

Di dalam sana, Naresha dapat melihat beberapa macam ancaman serta perintah yang membuat dirinya sontak tersenyum kecut, lantaran hanya menganggap hal itu seperti angin lalu semata.

Kaizen:

“Lu di mana? Ini udah lebih dari lima belas menit.”

“Cepet ke parkiran belakang, Naresha! Jangan bantah omongan suami lu.”

“Kalau lu nggak ke sini juga, jangan salahin gue kalau ngasih tahu semuanya ke mama sama papa.”

“Oh, lu nantangin gue, ya?”

“Oke, gue pastiin lu nyesel karena nggak nurut sama omongan gue.”

Membaca semua chat itu, Naresha tanpa ragu-ragu mulai menggerakkan kedua ibu jarinya untuk mengetikkan sesuatu pada keypad handphone, lantas segera mengirimkannya kepada Kaizen sebagai jawaban—sambil menunjukkan sorot mata penuh akan dendam sangat mendalam.

Naresha:

“Gue nggak takut sama semua ancaman lu itu, Kai.”

“Lu yang seharusnya takut sama gue!”

“Gue pastiin lu menderita karena udah berani ngelakuin ini semua ke gue.”

“Camkan itu, Kebo!”

Setelah mengirim balasan, Naresha tanpa menunggu waktu lama segera mematikan daya handphone, agar dirinya tidak lagi mendengar notifikasi chat dari remaja laki-laki yang telah sah menjadi suaminya itu.

Naresha memasukkan handphone ke dalam tas sesudah memastikan bahwa benda pipih itu tidak lagi menyala, lantas segera mengalihkan pandangan ke arah luar melalui jendela kaca kursi penumpang depan—guna menghilangkan rasa lelah serta kesal yang sedari tadi terus-menerus memenuhi seluruh bagian tubuhnya.

Thalita yang sedang sibuk berfokus pada jalanan di depan seketika melirik sekilas ke arah Naresha, merasa sedikit penasaran dengan hal yang sedang dialami oleh sahabat baiknya itu.

“Sa, lu beneran nggak papa? Kalau ada masalah cerita … gue siap dengerin dan bantu sebisa mungkin,” tanya Thalita, kembali berfokus pada jalanan di depan sambil membunyikan klakson saat melihat sebuah motor sedang melawan arah.

Naresha hanya menggelengkan kepala pelan sebagai jawaban, tanpa sedikit pun mengalihkan pandangan ke arah tempat sang sahabat berada—karena saat ini dirinya tidaklah memiliki suasana hati yang baik untuk sekadar berbicara.

Melihat hal itu, Thalita hanya mampu mengembuskan napas panjang beberapa kali, lantas tidak lagi mengeluarkan suara sedikit pun—lantaran dirinya tahu bahwa kalau Naresha sudah seperti sekarang ini, maka diam adalah pilihan serta keputusan yang sangat-teramat baik.

Naresha sedikit membuka kaca jendela mobil, lantas mulai menutup mata saat embusan angin sepoi-sepoi mulai menerpa wajah cantiknya, membawa pergi semua kelelahan yang hari ini telah dirinya rasakan.

“Damai … aku harap bisa ngerasain hal ini lebih lama lagi.”

To be continued :)

1
Vlink Bataragunadi 👑
what the..., /Shame//Joyful//Joyful//Joyful/
Vlink Bataragunadi 👑
buahahaha puas bangett akuu/Joyful//Joyful//Joyful/
Musoka: waduh, puas kenapa tuh 🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
buahahaha Reshaaaa jangan remehkan intuisi kami para orang tua yaaaaa/Chuckle//Chuckle/
Musoka: Orang tua selalu tahu segalanya, ya, kak 🤭🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
ada ya yg ky gini/Facepalm/
Musoka: ada, dan itu Resha 🤭🤭🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
gelooooo/Facepalm/
Musoka: gelo kenapa tuh kak 🤭🤭🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!