Anika seorang gadis yang tidak pernah membayangkan jika dirinya harus terlibat dalam malam panas dengan seorang pria beristri.
Cerita awal, ketika dirinya menginap di rumah sahabatnya, dan di saat itu pula dia tidak tahu kalau sudah salah masuk kamar, akibat keteledorannya ini sampai-sampai dirinya harus menghancurkan masa depannya.
Hingga beberapa Minggu kemudian Anika datang untuk meminta pertanggung jawaban karena dia sudah dinyatakan hamil oleh dokter yang memeriksanya.
Akan tetapi permohonannya di tolak begitu saja oleh lelaki yang sudah membuatnya berbadan dua.
Apakah Anika mampu membawa benihnya itu pergi dan membesarkan sendirian?? Temukan jawabannya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Delapan Belas
Anika pun mulai pergi meninggalkan warung makan, dengan langkah yang lemas dan dada yang begitu sesak, dia melihat sendiri dengan mata kepalanya, kalau sang anak begitu ceria ketika bersama dengan seseorang yang merupakan ayah kandungnya sendiri.
Sementara Aslan pria itu tidak diam begitu saja, ia pun mulai mengejar langkah Anika yang masih bisa ia kejar, karena memang langkah perempuan itu begitu pelan.
"Nik, tunggu dulu," cegah Aslan, yang menghadang langkah Anika.
"Mau apa lagi, urusan kita sudah selesai, bahkan ayah anak-anak sudah mati disaat dia mulai memberi sejumlah uang untuk menggugurkan ketiga janinnya sendiri," sahut Anika sambil menatap wajah pria tampan dihadapannya itu.
Sejenak Aslan menghindari tatapan Anika yang penuh dengan kebencian itu terhadap dirinya.
"Nik, aku tahu kalau kesalahanku tidak bisa terlupakan begitu saja, bahkan kata maafku tidak bisa menyembuhkan luka mereka, tapi aku akan berusaha untuk memperbaiki semuanya tolong beri aku kesempatan Nik," mohon Aslan.
"Tidak semudah itu, setelah apa yang sudah kami lalui bersama, aku tidak masalah jika harus menghidupi mereka bertiga sendirian, karena aku sudah terbiasa dengan semua ini, jadi aku harap stop memohon agar di beri kesempatan, sesungguhnya kesempatan itu tidak datang untuk yang kedua kalinya," ucap Anika.
"Nik, tapi kali ini aku benar-benar menyesali semua perbuatanku," sahut Aslan.
"Tidak Om, kamu tidak menyesal, sesungguhnya kau hanya menjadikan kita berempat sebagai pelarian saja, andai saja takdir mengembalikan istri anda kembali, dan aku jamin anda pasti tidak akan pernah mengingat mereka bertiga sekalipun mereka mengemis meminta pengakuan dari Anda," tegas Anika, dengan senyum masamnya.
"Tidak Nik, semua tidak seperti yang kau pikirkan, bahkan setiap hari aku memikirkan nasib kalian berempat, hanya saja pada waktu itu aku tidak bisa tegas dengan keadaanku sendiri," ucap Aslan.
"Kau tidak bisa tegas karena kau selalu berpikir kalau kami berempat merupakan kekeliruan yang tiba-tiba hadir dalam kehidupanmu, mereka bertiga hadir karena kesalahan, bukan takdir ataupun jodoh, itukan yang membuatmu sulit untuk berbuat adil," cetus Anika dengan tatapan yang sulit untuk di artikan.
Aslan hanya terdiam, entah harus dengan cara apa meyakinkan hati Anika yang cukup keras kepala, bahkan perempuan itu tidak muda untuk di taklukkan sekalipun ia bersujud dihadapan kakinya.
"Nik, beri aku cara agar bisa kamu maafkan," pinta Aslan.
Anika mulai terdiam sejenak, untuk sekedar membuang nafas. "Jauhi kami berempat, karena kami sudah bahagia tanpa kehadiran anda," ucap Anika.
Aslan mulai tercengang dia tidak mungkin melepas mereka untuk yang kedua kalinya sebagai seorang ayah dia sudah banyak dosa dengan mereka akan tetapi dia juga tidak bisa seenaknya saja, keputusan Anika harus benar-benar di pikirkan.
"Baiklah kalau memang itu keinginanmu Nik, aku akan pergi jauh, dari kehidupan mu," sahut Aslan dengan nada yang bergemuruh.
Kali ini Aslan benar-benar mengikuti apa yang di perintah oleh Anika, meskipun di dalam hatinya ia teramat berat untuk meninggal ketiganya.
Sementara Anika dia hanya bisa menatap kepergian Aslan dari kejauhan, sebagai seorang ibu dia tidak pernah menginginkan hal ini terjadi apalagi sampai memisahkan sang anak, akan tetapi penolakan Aslan pada waktu itu benar-benar tidak bisa terlupakan begitu saja.
******
Sesampainya di rumah Anika mulai duduk sejenak di kursi ruang tamunya, setelah itu dia mulai mengecek ketiga anaknya, mulai hari ini Anika mulai mengetatkan kembali penjagaan untuk anak-anaknya agar mereka tidak lengah dari pengawasannya.
"Mulai sekarang kalian tidak boleh main ke pantai lagi, Bunda tidak suka kalian bergaul sama orang yang tak di kenal seperti Om tadi," ucap Anika terlihat begitu tegas.
Anak-anak mulai terkejut pasalnya ia tidak pernah mendengar bada bicara ibunya yang tiba-tiba sedikit meninggi seperti itu.
"Bunda, marah ya sama kami?" tanya Arash.
"Bukannya marah, tapi Bunda tidak suka melihat kalian bergaul dengan orang yang tidak di kenal.
"Tapi Om tadi baik loh Bun, jarang-jarang ada orang yang baik seperti itu, biasanya warga kampung selalu memperlakukan kita kurang baik, bahkan ada yang melarang anaknya bermain dengan kita," sahut Aruna.
Meskipun pernyataan sang anak mampu membuat hatinya tersentuh akan tetapi Anika tetap bersikukuh melarang anaknya untuk menemui Aslan.
'Astaga! Apa aku ini egois melarang mereka bertemu dengan ayahnya, tapi hatiku masih luka dan luka itu tidak bisa terlupakan begitu saja, meskipun dia sudah meminta maaf,' gumam Anika sambil menekan dadanya yang terasa sakit.
"Bunda kenapa diam, padahal kita baru kali ini loh mendapatkan orang yang baik selain Om Marvin," timpal Arjun.
"Nak, kalian tahu gak, kalau Bunda sudah ngomong tidak boleh, berarti tidak boleh, di sini Bunda hanya meminta kalian untuk menjauhi satu orang saja, sejak dulu apa Bunda pernah larang-larang kamu bermain sama siapa-siapa, enggak kan? Untuk kali ini saja Bunda mohon jangan bantah ucapan Bunda," ucap Anika menggunakan nada yang sedikit meninggi.
Sebagai seorang ibu terkadang kita harus menggunakan sedikit ketegasan agar anak kita mau ngerti dengan posisi kita, akan tetapi setelah memarahinya seperti itu batinnya menangis dia merasa bersalah, karena sudah berbicara dengan nada yang sedikit meninggi.
"Maafkan Bunda Nak, tapi kamu harus tahu ini semua yang terbaik untukmu," ujar Anika lalu mulai masuk kembali ke kamarnya.
Sementara itu, ketiga anak kecil itu saling pandang, dan menguatkan satu sama lain, terutama Aruna dan Arash, dia tahu kalau saudara tengahnya itu begitu dekat dan langsung senang dengan pria itu akan tetapi ibunya malah melarangnya untuk menemui pria tadi.
"Bunda kenapa ya, padahal kan Om tadi sangat baik, sama kaya Om Marvin," ucap Arash.
"Gak tahu juga, ya sudah kalau begitu kita nurut saja sama Bunda kita yakin saja ini yang terbaik untuk kebaikan kita semua," ungkap Aruna sedangkan Arjun hanya bisa terdiam menelan kekecewaannya.
"Abang sabar ya," ucap Arash sambil menepuk pelan punggung kakaknya.
"Iya," sahut Arjun dengan singkat dan jelas.
Arjun langsung masuk ke dalam kamarnya, tatapan anak itu nanar padahal dia meyakini kalau Aslan tahu tentang masa lalu ibunya, apalagi mereka sudah pernah bicara empat mata secara dalam, dan ingatan itu masih terus membekas ke dalam hatinya.
"Padahal ada yang harus aku tanyakan sama Om Aslan, tapi kenapa Bunda melarang kami untuk menemui dia, apa jangan-jangan ada yang di sembunyikan Bunda mengenai Om Aslan," ucap Arjun menerka-nerka.
Bersambung ....
Terima kasih ya kak udah minta double up dan pastinya akan ku usahakan ya. Semoga kakak-kakak selalu suka dengan kelanjutan bab ini peluk jauh dari aku ♥️♥️♥️🥰🥰🥰🥰
ashlan meskipun itu bibi mu,,jika dia tidak bisa menerima Anak anak mu,,maka lempar saja ke kutub,,,kau dulu beraning menolak anak kandung mu,,,maka kau harus beraning menyingkirkan orang orang yg ingin menyakiti anak anak mu dan calon istri mu,,meski pun itu bibi mu sendiri atau siapa pun itu...
hehhh nenek sihir mikir donk kau lebih menjunjung anak angkat dan mendiang istri ashlan yg tidak memiliki keturunan keponakan mu ketimbang memilih yg kandung dan nyaris sempurna...Dunia terbalik memang😄😄😄😄
pantes Anika berat perasaannya, akan ada hambatan dari keluarga si Aslan.
semangat pagi thour,,,semangat up,ini lg nunggu sambil ngopi🤣🥰😘❤❤❤💪💪💪💪