NovelToon NovelToon
ENCOUNTER

ENCOUNTER

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Wanita Karir
Popularitas:367
Nilai: 5
Nama Author: Nurul Laila

pertemuan yang membuat jatuh hati perempuan yang belum pernah mendapatkan restu dari sang ayah dengan pacar-pacar terdahulunya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Laila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Baskara masih ingat betul kejadian setahun lalu. Bahkan tahun-tahun sebelumnya. Masih terasa seperti baru terjadi kemarin sore baginya. Yang tiba-tiba hilang seperti mimpi buruk. Dirinya teringat pada awal tahun 2017, saat dirinya bertemu dengan orang tua kekasihnya yang sedang main ke Jakarta kala itu.

         “Jadi kapan kalian mau nikah? Udah pada cukup umur, udah pada kerja, pacaran juga udah lama, apa lagi yang ditunggu?” tanya Papa Amel yang suara yang tegas.

“Iya, Pa. Ditanyain mulu ih. Aku sama Baskara kan juga lagi nyiapin,” jawab Amel asal.

“Kamu masih tinggal bareng Ibumu?” tanya Papa lagi.

            “Iya, Om.”

“Cari rumahlah nanti. Kalau sudah nikah jangan tinggal bareng Ibumu. Kalian harus mandiri,” ucapnya untuk yang kesekian kali. “mulai cari-cari rumah gitu loh, Bas. Di kota, jadi kalian gak harus nempuh perjalanan jauh buat kerja. Kesian nanti malah capek di jalan. Kalau bisa yang besar sekalian. Jadi kalau sudah ada anak jadi enak. Kami mau main ke rumah kalian pun juga nyaman.”

            Baskara menyanggupi ucapan orang tua kekasihnya. Selain memang dia sendiri juga sudah memiliki rencana untuk membeli rumah, pria tinggi itu ingin memenuhi “syarat” dari kedua orang tua kekasihnya. Menyiapkan sebaik-baiknya, agar kedua orang tua Amel merasa tenang melepaskan anak perempuan mereka. Desakan itu terus dan semakin sering Baskara dengar dari mulut Amel. Mengeluhkan tentang keluarganya yang selalu membahas soal pernikahan.

            Sampai akhirnya, keputusan Baskara untuk membangun usaha dengan kedua sahabatnya di tahun 2018, mewujudkan setidaknya cita-citanya sejak dulu, menjadi boomerang untuk hubungan mereka.

Dengan wajah kesal, Amel berkata, “Kamu kok bisa-bisanya resign gak ada ngomong sama aku? Gak ada diskusi sama aku?”

“Aku pernah bahas hal ini sama kamu, Mel. Tapi kamu selalu marah-marah. Gak pernah mau denger lagi soal plan aku,” Baskara menanggapi dengan setenang mungkin.

“Plan apa? Kamu kayak gitu juga gambling namanya, Bas. Belum tentu juga kalian bisa sukses. Kamu tau kan, kita harusnya udah lebih siap soal ekonomi. Kamu gak serius ya sama aku?” tudingnya dengan emosi membara.

            “Mana ada, Mel,” berusaha untuk tetap tenang.

“Ya kalo serius kenapa kamu nekat resign dan malah seriusin bisnis kamu yang gak jelas itu?”

Baskara meraih tangan Amel dan menggenggamnya lembut, berkata, “Amel, dengerin aku dulu. Aku sama anak-anak udah punya beberapa proyek yang lagi kita kerjain sekarang. Bukan cuma iseng-isengan anak arsitek aja, Mel. PT pun udah selesai kami urus. Kami bertiga sangat serius buat hal ini, Mel.”

“Ya tapi resikonya lebih banyak, Bas.”

“Aku tau. Makanya aku mau bahas ke kamu soal plan aku. Plan Raghamy. Biar kamunya paham dan kebayang. Kalo ini gak kayak yang kamu takutin. Aku, Jemmy, sama Ghani gak bikin ini dengan tangan kosong tanpa persiapan apa-apa.”

Amel menghempas tangan Baskara, “gak tau lah. Aku capek sama kamu,” Amel pergi meninggalkannya.

Semenjak itu, hubungan mereka menjadi lebih dingin dan renggang. Amel yang lelah di tagih oleh orang tuanya, ditanya kapan Baskara akan datang ke Solo untuk melamarnya, sampai pertanyaan sensitive soal berapa gaji Baskara, berapa banyak tabungannya, dan dia sudah punya apa saja selama kerja.

            Sementara itu, Baskara semakin giat dengan project-project Raghamy yang tak pernah putus. Mereka selalu mendapatkan paycheck mereka. Sama seperti saat mereka masih menjadi karyawan. Bedanya, mereka kerja untuk diri mereka. Hingga akhirnya, Baskara merasa tabungannya sudah cukup untuk meminang kekasihnya, cukup untuk mencicil rumah yang sesuai dengan keinginan calon mertuanya.  

            Pada bulan Maret 2020, Baskara menyiapkan semua untuk melamar kekasihnya. Mengajaknya liburan ke Bali, refresh and recharge their relationship yang belakangan terasa semakin dingin.

            “Amel, will you merry me?” tanyanya, ditengah-tengah suguhan makan malam mereka. Membuka kotak merah berisikan cincin berhiaskan berlian 0,5 karat. Langit 15 Maret itu dihiasi warna jingga, ungu, merah, biru, lampu-lampu resto pinggir pantai yang membuat suasana semakin hangat.

Namun langit cantik dan sore yang hangat itu berbanding terbalik dengan kondisi Baskara yang ditinggal begitu saja oleh Amel. Baskara berusaha untuk menahannya, meminta maaf karena dia tiba-tiba melamarnya di sana, tapi Amel menepis tangan Baskara dan meninggalkannya. Baskara hanya berdiri dengan bahu yang turun di depan pintu kamar Amel.

           Baskara memberikan ruang untuk Amel menenangkan pikirannya dan berencana untuk mengajaknya jalan-jalan besok pagi. Berusaha untuk menganggap lamarannya tidak pernah ada dan hanya menikmati liburan mereka. Namun mendatangi kamar Amel, dia mendapati kamar Amel kosong dan dia sudah meninggalkan Bali dan meninggalkan dirinya. Tanpa pesan, tanpa ucapan, Amel menghilang dari hidupnya.

...♥...

            Baskara terbangun dengan perasaan berat. Sudah beberapa bulan dia tak pernah lagi merasa sepenat dan sesesak ini. Tapi semalam, bayangan masa lalunya kembali datang. Membuat pria itu tidak bisa tertidur dan memilih untuk lari pagi setelah sholat subuh.

            Satu jam lebih Baskara berlari. Berusaha menenangkan hatinya. Setidaknya membuat tubuhnya lebih lelah dan mungkin nanti dia bisa beristirahat selama perjalanan pulang.

“Hoi,” Maharani ikut duduk di samping Baskara yang duduk di tepian pantai. “semangat banget lari paginya dari tadi gua perhatiin.”

Baskara hanya menengok. Menatap wajah dan senyuman teduh dari Maharani.

“Gua tadi juga abis lari. Lo gua panggil gak nyaut. Kenceng banget larinya kayak di kejar anjing,” kata Maharani membuat Baskara terkekeh.

“Pengalaman ya dikejar-kejar anjing?” ledeknya.

“Iya! Sampe gua jatoh nyium aspal. Sue banget emang tuh anjing.”

“Santai aja bilang anjingnya. Di teken banget.”

“Ya kan emang anjing.”

            “Gua berasa lagi di cursing sama lo,” Baskara tertawa. Tapi tawa itu tak terlihat bahagia. His smile doesn’t reach his eyes.

“Jelek banget sih pagi-pagi,” ujarnya membuat Baskara mengusap wajahnya, “semalem gak tidur?”

Baskara memalingkan wajahnya, “Ah? Tidur kok,” jawab Baskara sekenanya.

“Kak,” panggilnya memutar sedikit tubuhnya menatap lekat wajah Baskara. Melihat wajah tampan yang terlihat kelabu, lelah, sedih yang tergambar di matanya. “Gua bisa kok jadi pendengar lo.”

Senyum datar tergambar di wajah Baskara, “gua gak lagi siaran radio?” katanya berguyon yang lantas mendapatkan pukulan dari Maharani. “Au sakit,” Baskara mengelus lengannya, “kenceng banget buset tenaga lo masih pagi.”

            “Serius ih. Lo kalo ada apa-apa, bisa cerita ke gua, Kak. Masa lo terus yang dengerin gua curhat.”

“Iya, Araaa. Thank you ya.”

“Gua sekarang gak tau masalah lo apa, tapi gua harap lo gak lama-lama berlarut dan menyesalinya.” Baskara tersenyum. Tangannya bergerak mengacak-acak poni baru teman yang lebih muda 6 tahun darinya itu.

...♥...

1
Shion Fujino
Menarik perhatian.
Winifred
Aduh, gak sabar pengen baca kelanjutannya!
luhax
Bagus banget deh, bikin nagih!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!