Noah Wisesa, pewaris konglomerat properti, terjebak dalam perjodohan demi bisnis keluarga. Saat dari rumah usai bertengkar dengan sang ibu, dia justru menabrak Ivy Liora—mantan rekan kerja yang kini berubah menjadi perempuan penuh tuntutan dan ancaman. Untuk menyelamatkan reputasi, Noah menawarkan pernikahan kontrak selama satu tahun.
Ivy menerima, asal bayarannya sepadan. Rumah tangga pura-pura mereka pun dimulai: penuh sandiwara, pertengkaran, dan batasan. Namun perlahan, di balik segala kepalsuan, tumbuh perasaan yang tak bisa dibendung. Ketika cinta mulai mengetuk, masa lalu datang membawa badai yang menguji: apakah mereka masih bertahan saat kontrak berubah jadi rasa yang tak bisa dituliskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chika Ssi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Tak Gentar
Pintu terbuka lebar saat Gendis ada di atas pangkuan Noah. Di ambang pintu ada Ivy yang sedang berdiri membatu sambil menatap dingin keduanya. Sontak Gendis menjauhkan tubuhnya dari Noah.
Perempuan tersebut kembali mengancingkan kemeja dan merapikan penampilan. Perempuan tersebut juga menyisir rambut menggunakan jemarinya. Sementara itu Noah yabg panik langsung memutar kursi.
"Ini ... tidak seperti yang kamu lihat, Vy." Noah terlihat gugup dan menelan ludah berulang kali.
"No, kamu pikir aku buta?" Suara Ivy begitu tenang ketika menjawab Noah.
"Vy, aku sudah berusaha menolak Noah. Tapi dia ...."
"Nggak apa-apa, Ndis. Aku tahu! Kemarilah!" potong Ivy sambil tersenyum lembut kemudian melambaikan tangannya.
Gendis pun berjalan perlahan mendekati Ivy. Ketika dia sampai tepat di depan Ivy, langkahnya berhenti. Ivy tersenyum lebar hingga menampakkan deretan giginya.
Namun, di luar dugaan Ivy menarik rambut Gendis. Dia menyeret perempuan itu masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kantor Noah. Gendis terus berontak, tetapi badan mungilnya kalah tenaga jika dibandingkan postur tubuh Ivy.
"Tenang, aku akan membantumu membersihkan diri dari sentuhan kotor suamiku, Ndis!" Ivy menyalakan penyiram, kemudian mengguyurkan air ke atas tubuh Gendis.
"Ivy, kamu sudah gila, ya? Hentikan!" teriak Gendis sambil berusaha menepis tangan Ivy yang mulai menggosok tubuhnya.
"Diamlah! Aku bisa pastikan kamu bersih dari jejak tangan Noah!" ujar Ivy.
Noah hanya menonton tindakan sang istri di depan kamar mandi. Dia melongo karena sikap barbar yang dilakukan oleh Ivy. Sesekali Noah tersenyum kaku saat melihat Gendis tengah gelagapan akibat mukanya disiram oleh Ivy.
"Nah, sudah bersih! Kamu bisa pulang sekarang!" ujar Ivy sambil tersenyum lebar.
Gendis menatap tajam Ivy dengan wajah merah padam. Air matanya bercampur dengan air sehingga tak bisa dibedakan. Matanya tampak merah karena amarah dan tangis yang membaur jadi satu.
"Kamu akan menyesal karena telah memperlakukan aku seburuk ini, Vy!" Perlahan Gendis beranjak dari lantai.
Perempuan itu berjalan tertatih keluar dari kamar mandi. Ketika ada di dekat Noah, Gendis memasang wajah memelas. Noah hanya menatapnya sekilas, lalu kembali membuang muka.
"No, bisa aku pinjam jasmu? Bajuku basah begini. Aku ...." Ucapan Gendis menggantung di udara karena dipotong oleh Ivy.
"Jangan pernah sentuh apa yang bukan milikmu! Sekarang pulang! Aku tahu betul kalau Noah nggak akan meminjamkan kamu jas atau beda lain untuk menutupi tubuhmu!" potong Ivy.
Gendis menoleh ke arah Ivy seraya tersenyum miring. Perempuan tersebut kembali menatap Noah dan memasang wajah sendu. Jemarinya mulai terangkat hendak menyentuh tubuh Noah.
Melihat sang suami hendak kembali disentuh oleh wanita lain, membuat Ivy mengambil langkah cepat. Dia bergegas menghampiri Noah. Perempuan itu mencengkeram pergelangan tangan Gendis.
"Aku sudah bilang untuk tidak menyentuh milik orang lain, Ndis. Kamu itu bebal sekali!" Ivy meremas pergelangan tangan Gendis begitu kuat sehingga membuat perempuan tersebut meringis.
"Noah ...." Gendis kembali menoleh ke arah Noah dan memasang wajah melas.
"Pulanglah." Hanya itu yang keluar dari bibir Noah sangat singkat dan berhasil melukai harga diri Gendis.
Perempuan tersebut akhirnya menarik lengannya dari cengkeraman Ivy. Dia menatap tajam perempuan di hadapannya itu sebelum akhirnya balik kanan. Ivy tersenyum puas ketika melihat Gendis pergi dari kantor sang suami.
Sepanjang perjalanan menuju lobi semua karyawan melirik Gendis. Mereka saling berbisik sambil mencibir perempuan tersebut. Gendis hanya bisa menunduk malu terlebih ketika mendengar celetukan salah seorang karyawan Noah yang mengatakan bahwa dia berusaha merusak rumah tangga bos mereka.
Sementara itu, Ivy duduk di sofa usai memperlakukan Gendis dengan sangat buruk. Noah masih terdiam duduk di kursinya sambil menatap Ivy. Sebuah embusan napas kasar dikeluarkan Noah melalui mulutnya.
"Kenapa kamu melakukan hal itu kepada Gendis?" tanya Noah.
"Aku punya mata dan melihatnya dengan sengaja menyentuh apa yang masih menjadi milikku. Aku tidak suka hal yang kumiliki disentuh oleh orang lain." Ivy terdengar begitu santai tanpa beban ketika mengucapkan kalimat tersebut.
"Jadi, kamu menganggap aku ini milikmu?" tanya Noah lagi sambil perlahan bangkit dari kursi.
"Yah, aku hanya ingin menegaskan hal itu kepada Gendis. Dia tidak bisa seenaknya melakukan apa yang dia mau."
Tiba-tiba Noah duduk disamping Ivy. Dia menarik tubuh ramping sang istri dan mendudukkannya tepat di atas pangkuan. Ekspresi wajah Ivy masih datar seakan sudah tahu apa yang akan dilakukan oleh Noah.
"Kamu ingin aku menjadi milikmu?" tanya Noah sambil mendekatkan wajahnya pada wajah sang istri.
Tatapan mereka beradu dengan jarak yang sangat pendek. Noah hendak menempelkan bibirnya pada bibir Ivy untuk kedua kalinya setelah hari itu. Akan tetapi, Ivy masih menghindar.
Perempuan tersebut menoleh ke samping, lalu mendorong dada Noah perlahan. Ivy beranjak dari pangkuan Noah dan mulai merapikan blazernya. Tiba-tiba Ivy menengadahkan tangannya.
"Kunci mobilmu! Mobilku masuk bengkel untuk servis. Aku mau menemani Jimmy serah terima unit."
"Biar aku yang temani." Noah beranjak dari sofa kemudian berjalan ke arah meja kerjanya.
Lelaki tersebut membuka laci dan mengeluarkan kunci mobil. Lelaki itu berjalan lebih dulu ke arah pintu kemudian, membuka benda tersebut. Namun, Ivy tetap bergeming.
"Ayo, aku temani!"
"Nggak, aku bisa sendiri! Urusi saja urusanmu!" Ivy melangkah cepat mendekati Noah dan menyambar kunci mobilnya.
"Jika sempat ambilkan mobilku dan susul saja ke cluster untuk tukar mobil." Ivy mengucapkan pesan itu tanpa menoleh sedikit pun ke arah Noah.
Ivy berjalan anggun, tetapi dengan langkah mantap ketika keluar kantor dan menyusuri koridor menuju elevator VVIP. Noah menyandarkan punggung pada kusen pintu kantornya. Tatapannya terus tertuju pada Ivy hingga pintu elevator menghalangi tatapannya kepada Ivy.
"Benar-benar sulit diatur!" gumam Noah kemudian kembali masuk ke kantor.
***
"Bagus, aku suka rumah ini." Jimmy menatap keseluruhan cluster miliknya dari taman depan.
"Kepuasan pelanggan adalah keutamaan kami." Ivy tersenyum lebar ketika melihat Jimmy.
"Sertifikat ada di dalam. Anda harus menandatangi beberapa berkas, Pak Jimmy."
Jimmy mengangguk dua kali, sebelum akhirnya mengikuti Ivy dari belakang. Ivy menghentikan langkah di meja makan. Di atas meja tersebut terdapat sebuah map berwarna biru tua.
"Semuanya ada di sini." Ivy duduk, kemudian menyodorkan map kepada Jimmy.
Jimmy membuka map, kemudian memperhatikan setiap dokumen yang ada di dalamnya. Setelah membaca isi dokumen, dia mulai membubuhkan tanda tangan pada dokumen serah terima. Ivy mengulurkan tangan hendak mengambil salinan tanda terima, tetapi tiba-tiba Jimmy menggenggam jemarinya.
"Vy, bisakah aku ngomong sesuatu sama kamu?"
Ivy terdiam sejenak. Dia menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Ivy berusaha melepaskan tangan Jimmy, tetapi lelaki tersebut justru menguatkan genggaman.
"Vy, sebenarnya aku menyukaimu. Sayangnya aku terlambat." Bahu Jimmy merosot dengan mata mulai berkaca-kaca.