NovelToon NovelToon
Kirana Gadis Indigo

Kirana Gadis Indigo

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Genius / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Kirana, seorang siswi SMA dengan kemampuan indigo, hidup seperti remaja pada umumnya—suka cokelat panas, benci PR Matematika, dan punya dua sahabat konyol yang selalu ikut terlibat dalam urusannya: Nila si skeptis dan Diriya si penakut akut. Namun hidup Kirana tidak pernah benar-benar normal sejak kecil, karena ia bisa melihat dan berkomunikasi dengan arwah yang tak terlihat oleh orang lain.

Saat sebuah arwah guru musik muncul di ruang seni, meminta bantuan agar suaranya didengar, Kirana terlibat dalam misi pertamanya: membantu roh yang terjebak. Namun kejadian itu hanyalah awal dari segalanya.

Setiap malam, Kirana menerima isyarat gaib. Tangga utara, lorong belakang, hingga ruang bawah tanah menyimpan misteri dan kisah tragis para arwah yang belum tenang. Dengan bantuan sahabat-sahabatnya yang kadang justru menambah kekacauan, Kirana harus menyelesaikan satu demi satu teka-teki, bertemu roh baik dan jahat, bahkan melawan makhluk penjaga batas dunia yang menyeramkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Di aula

Pak Adrian berdiri di panggung kecil, dengan senyum tipis dan tenang. Di belakangnya, tergantung layar lebar yang memperlihatkan gambar... Toko Antik.

“Anak-anak, hari ini kalian akan mendapat kesempatan langka,” ucapnya. “Kita akan melakukan simulasi sejarah di sebuah tempat warisan budaya yang unik... toko tua yang menyimpan sejarah tak tercatat.” ujar Pak Adrian

Kirana mengerutkan dahi.

“Dia ingin membawa semua orang ke sana?” desis Radit. “Dia mau... jadi pahlawan sejarah? Atau—”

“Dia mau bersih-bersih,” potong Jalu cepat. “Kalau semua orang ke sana dan dia bisa mengatur narasinya, dia bisa menghapus jejak-jejak yang masih tersisa.”

Siang hari, di dalam bus menuju lokasi

Di sepanjang perjalanan, suasana terasa tegang. Murid-murid lainnya mengira ini sekadar wisata sejarah. Tapi Kirana dan kelompoknya tahu... ini bukan sekadar kunjungan.

“Ada yang aneh dari arah jalan,” bisik Nila. “Ini bukan jalan biasanya ke toko itu.”

“Dia mau bawa kita ke belakang,” jawab Kirana. “Bagian yang belum kita masuki.”

Sampai di lokasi

Yang mereka lihat bukan bagian depan toko seperti biasanya, melainkan halaman samping yang sudah tertutup rumput liar. Tapi... di tengah lapangan itu, terdapat sebuah sumur tua dengan tutup besi besar dan rantai.

Pak Adrian berdiri di sampingnya.

“Anak-anak, ini adalah sumur legenda. Dulu dipercaya sebagai tempat orang-orang zaman dulu membuang barang yang dianggap terkutuk.”

Ia mengangkat satu lembar kertas.

“Dan kita akan mulai permainan. Simulasi sejarah. Kalian akan mencari 'kunci' masa lalu. Barang-barang tersembunyi ada di area ini. Kelompokkan diri kalian, dan waktu kalian satu jam.”

Saat pencarian berlangsung

Kirana dan kelompoknya menyebar, tapi tetap dalam jarak pandang. Namun saat Kirana menyingkap semak tinggi, ia menemukan... boneka Jepang yang sama seperti kemarin. Kali ini posisinya duduk menghadap sumur. Dan di mulut boneka itu, terselip kertas kecil.

Kirana membukanya:

"Mereka pernah dibuang di sini. Tapi tidak semua kembali."

“Siapa mereka...?” gumam Kirana.

Belum sempat berpikir lebih jauh, terdengar teriakan panik dari Kezia.

“AaaAAaAK!! Nila hilang!!” seru Kezia

Mereka semua berlari ke arah suara.

Nila yang tadi bersama Kezia... sekarang tak ada. Hanya jejak sepatu di tanah yang mengarah ke sumur tua.

Dan di atas tutup sumur, tergantung pita rambut merah...

Namun, detik berikutnya...

Krreeek...

Suara seretan pelan terdengar. Dari balik semak, muncul Nila...

...membawa kantong plastik berisi keripik dan berkata:

“AKU CUMA KE WARUNG BELAKANG!! NGGAK ADA YANG MAU SNACK, HAH?!”

Mereka semua terdiam. Terpaku.

Lalu serempak tertawa histeris.

“NYARINYA JANTUNG AKU YANG HILANG, NILAAAA!” teriak Diriya sambil memukul pelan tangan Nila.

“Sumpah, ini kayak film horor yang kebanyakan jeda iklan,” keluh Jalu sambil duduk lemas.

Namun di tengah tawa mereka, Kirana tak tertawa. Pandangannya tertuju pada sumur itu. Tepat di bawahnya, ia melihat sesuatu mencuat dari tanah—ujung pita lain, kali ini berwarna hitam.

Pelan-pelan ia tarik... dan dari dalam tanah, tergali sebuah kalung kecil.

Kalung dengan inisial:

"M. A. L."

Mira. Anindya. Liana.

Permainan ini mungkin dimulai dengan agenda Pak Adrian. Tapi Kirana baru saja membuka babak baru yang tak bisa ia hentikan.

Mata Kirana tak lepas dari kalung tua yang kini berada di telapak tangannya. Meski sudah karatan dan rantainya patah di beberapa bagian, liontin bundar kecilnya masih memperlihatkan inisial yang terukir halus:

“M. A. L.”

Tiga huruf yang selama ini hanya hidup dalam bisikan arwah.

Tiga nama yang tak pernah tertulis dalam sejarah sekolah.

Tiga korban... yang kini menunjuk pada sesuatu yang lebih besar.

“Kirana, ayo balik ke barisan! Pak Adrian udah manggil,” seru Kezia dari kejauhan.

Kirana menyimpan kalung itu di saku rok seragamnya. Namun sebelum melangkah, ia menoleh sekali lagi ke arah sumur tua itu. Ada bisikan lirih yang hanya bisa ia dengar.

"Selamat... kamu menemukannya..."

Di aula sementara, setelah kegiatan

Pak Adrian memberikan penutupan acara. Ia tampak tenang dan berwibawa, namun Kirana tak lagi memandangnya dengan rasa takut.

“Terima kasih atas partisipasi kalian. Hari ini adalah pembuka program sejarah yang lebih luas... dan lebih dalam,” ucapnya.

Kirana mengangkat tangan. Semua kepala menoleh.

“Saya ingin bertanya, Pak. Kenapa tidak ada data resmi tentang tiga siswi yang meninggal dua puluh tahun lalu?” tanya Kirana

Pak Adrian terdiam sesaat. “Maksudmu rumor masa lalu yang tak terbukti?”

“Kalau memang tak terbukti, kenapa ada benda-benda mereka masih tertinggal? Di toko antik? Di sumur? Dan... kenapa inisial nama mereka ada di kalung ini?” Kirana mengangkat kalung itu.

Pak Adrian tersenyum tipis. Tapi kali ini, matanya tak bisa menyembunyikan kejengkelan yang mendalam.

“Itu hanya... bagian dari kisah rakyat. Legenda kota,” jawabnya sambil menatap Kirana dengan tajam.

Namun seluruh ruangan kini hening. Murid-murid mulai membisiki satu sama lain.

“Legitimasinya makin rapuh, Pak,” celetuk Radit dari barisan belakang, disambut tawa tertahan dari beberapa teman lain.

Malam hari, toko antik

Kirana dan kelompoknya kembali ke ruang bawah tanah. Ia meletakkan kalung itu di tengah pola lilin. Seketika udara menjadi lebih dingin. Cahaya lilin bergetar, dan perlahan, sosok Mira muncul, diikuti Anindya dan Liana.

“Kalung itu... adalah pengikat,” bisik Mira. “Dengan itu... kamu bisa melihat ulang masa lalu.”

Anindya menunjuk kalung itu. “Tapi kamu harus siap. Apa yang akan kamu lihat, tidak bisa kamu ubah. Hanya bisa kamu pahami.”

Tanpa ragu, Kirana menyentuh liontin kalung. Seketika, dunia di sekelilingnya gelap. Ia tak lagi di toko antik.

Ia berdiri di lorong sekolah, tapi semua terlihat usang dan tua. Dinding penuh coretan. Cahaya redup.

Dan di sana...

Tiga siswi SMA berdiri, wajah mereka masih utuh, hidup. Mira, Anindya, Liana. Mereka tertawa pelan, memegang buku dan berjalan beriringan menuju ruang kosong di belakang sekolah.

Namun, dari belakang... muncul sosok pria muda—wajahnya tak asing.

Aditya Surya.

Ia mengikuti mereka diam-diam, membawa kotak kayu kecil di tangannya. Wajahnya tampak teduh... tapi sorot matanya tajam. Kirana ingin berteriak memperingatkan, tapi suaranya tertahan.

“Jangan terlalu dekat,” bisik suara hampa di sampingnya. Itu suara Liana, tapi dalam bayangan masa lalu.

Kembali ke masa kini

Kirana tersentak, napas terengah. Lilin-lilin padam serentak. Ruangan gelap.

“Dia tidak membunuh mereka karena benci,” gumam Kirana

“Dia membunuh mereka... karena mereka tahu rahasia tentang benda di toko ini.” lanjut Kirana

Esok harinya, suasana sekolah tegang

Beredar rumor bahwa beberapa guru lama sekolah sebenarnya tahu soal Aditya Surya dan ada yang sengaja menutup-nutupi masa lalu itu karena diancam.

Pak Adrian tidak terlihat di sekolah hari itu. Tapi sebuah surat ditujukan ke ruang OSIS, tanpa pengirim.

Kirana membukanya bersama Kezia. Di dalamnya hanya satu benda.

Sebuah kunci tua... dan secarik kertas kecil.

“Kalau kalian ingin tahu seluruh cerita, temui aku di bawah loteng toko, tengah malam. Jangan bawa siapa-siapa. -A”

 bunyi denting halus dari kunci yang tergelincir dari meja.

Dan untuk pertama kalinya... bukan Kirana yang memulai bab selanjutnya. Tapi sang dalang sendiri.

Bersambung

1
Husein
kereeennnn 👍👍
Tiara Bella
wow author kesana kemari bawa cerita seru....semangat ya
MARQUES
cerita sangat bagus kalau bs lanjutkan terus pertualangan Kirana tanpa ada cinta cintaan thor biar cerita ny makin menarik trus untuk di baca sekian saran saya thor 🙏😄
Cindy
lanjut kak
mustika ikha
penasaran thor kelanjutannya, /Determined//Determined//Determined//Determined/
Tiara Bella
takut bacanya tp penasaran hehehhee.....
Tiara Bella
berasa lg nnton sinetron sh....
Wulan Sari
ayo lanjut lagi anak indigo mengatasi apa lagi semangat 💪 Thor 👍
Wulan Sari
critanya menarik membuat kadang terbayang sendiri gimana kalau kenyataan🙂
semangat Thor berkarya itu tidak mudah salam sehat selalu ya Thor 💪👍❤️🙂🙏
Tiara Bella
jantung Aman pemirsah.....wkwkwkkww
Sribundanya Gifran
lanjut thor
Cindy
lanjut kak
RA
ceritanya seru, lanjutttt dan semangat
RA
semangat
Sribundanya Gifran
lanjut
mustika ikha
berasa ikut ke dalam cerita dengan cerita yg menakutkan diikuti suara musik horor atau gamelan yg mistis, thor ceritanya menakutkan tapi membuat penasaran, jd lanjutkan/Joyful/
Wulan Sari
semangat Kirana kamu pasti bisa menyesuaikan semua keseimbangan dunia ayoooo, ....
lanjutkan Thor semangat 💪 salam sehat selalu 👍❤️🙂🙏
Wulan Sari
seru lanjutkan Thor semangat 💪👍 trimakasih 🙏
Sribundanya Gifran
lanjut thor
Cindy
lanjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!