Bagi orang lain, aku adalah Prayasti Mandagiri Bhirawa.
Tapi bagimu, aku tetaplah Karmala Bening Kalbu.
Aku akan selalu menjadi karma dari perbuatanmu di masa lalu.
Darah yang mengalir di nadi ini, tidak akan mencemari bening kalbuku untuk selalu berpihak pada kebenaran.
Kesalahan tetaplah kesalahan ... bagaimanapun kau memohon padaku, bersiaplah hadapi hukumanmu!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ➖ D H❗V ➖, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. SKENARIO TANDINGAN
Prado membuat skenario tandingan, dengan mengikuti permainan Beno. Tidak ada pergerakan dari klan Garcia seolah lepas tangan dan tidak ikut campur urusan Sabda. Tapi kenyataannya mereka bergerak dengan senyap. Hal ini sengaja dilakukan agar kawanan Beno hilang kewaspadaan.
Bahkan kunjungan Prado menemui Sabda di tahanan dilakukan dengan penyamaran. Dan tentu saja ada tujuan lain Prado, yaitu membaca situasi di area penjara itu.
Untuk saat ini, Prado belum bisa membebaskan Sabda. Proses penyelidikan masih berlangsung, dan Sabda belum ditetapkan sebagai tersangka. Prado melobi pihak kepolisian dan kepala tahanan untuk memperlakukan Sabda dengan lebih baik. Tentu saja dengan ruang tahanan dan fasilitas khusus. Sabda juga mendapatkan ruang besuk tahanan yang terpisah ketika pihak keluarga mengunjunginya. Dengan alasan menjaga privacy, tetapi sesungguhnya ada rencana tersembunyi Prado ketika melakukan itu semua.
Sabda adalah seorang pemimpin yang dihormati dan disegani karyawannya. Karena Sabda memperlakukan karyawan dengan baik, sebagai aset perusahaan. Ketika perusahaan berpindah kepemilikan, tentu saja para karyawan itu merasa kecewa. Hal ini akan mempengaruhi kinerja karyawan yang akan berimbas pada perusahaan. Terlebih anak buah Beno yang tidak kompeten menjadi pimpinan mereka. Sehingga Prado harus bergerak cepat untuk menyelamatkan perusahaan itu.
Di sisi lain, Prado sungguh tidak tega melihat penderitaan Prada. Meskipun sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, tetapi Prada tampak murung dan tidak bersemangat.
"Saatnya aku menjalankan skenario itu."
Prado memanggil Brown dan anak buahnya.
"Besok kau harus bergerak. Bawa Sabda padaku! Ingat, jangan sampai gagal."
"Baik Tuan, semua perangkat dan personil sudah siap."
Perangkat yang dimaksud adalah topeng silicon yang menyerupai wajah Sabda dan topeng wajah baru untuk Sabda. Topeng silicon rancangan Phlibert ini, mempunyai tingkat kemiripan sembilan puluh sembilan persen dengan wajah aslinya.
"Siapa yang akan menggantikan Sabda di tahanan?"
"Saya ... Tuan." Seorang pria bernama Torac maju mendekat. Bukan tanpa alasan pria itu dipanggil Torac yang adalah plesetan kebalikan dari actor. Nama spontan yang diberikan teman-temannya sejak dia lolos casting sebagai pemeran Sabda.
Prado mengamati pria itu dari atas ke bawah.
"Lumayan," gumamnya. Postur tubuh pria itu memang mirip Sabda, meskipun wajahnya kalah tampan dibanding adik iparnya itu.
"Kau harus berlatih menirukan gerak tubuh dan cara bicara Sabda."
"Baik, Tuan. Brown sudah mengajari saya."
Setelah berhasil menjadi guru, kali ini Brown harus bekerja keras sebagai sutradara, termasuk melakukan seleksi casting untuk pemeran Sabda.
"Brown, pastikan semua berjalan sesuai rencana!"
"Baik, Tuan."
*
Keesokan harinya ...
Prado meminta asistennya mereservasi sebuah ruang VIP di restoran favorit Prada.
Prado menghubungi ponsel Prada, "Prada, bersiaplah. Satu jam lagi aku akan menjemputmu untuk makan siang."
'Kenapa mendadak?' protes Prada.
"Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu. Kau pasti senang."
'Baiklah, aku memang butuh hiburan,' nada suara Prada terdengar datar.
"Hei Nona, apa kau keberatan kencan dengan kembaranmu yang tampan ini?" Prado menggoda Prada.
'Ah, narsis sekali kau Tuan.'
Prado yang di luar terlihat dingin, cuek dan cenderung kejam, sangat berbeda bila sudah bersama keluarganya. Sikap usilnya pada Prada tidak berkurang sedikitpun, meski adik kembarnya itu sudah menikah.
Prado memesan menu makanan favorit mereka berdua. Selama makan, mereka mengobrol tentang kenangan masa kecil, ketika mama Maureen memasak dan mereka berebut makanan kesukaan mereka. Joannalah yang sering menjadi penengah di antara mereka. Setidaknya Prada bisa tertawa lepas siang itu.
Prado mulai membuka obrolan tentang adik iparnya.
"Prada, tentang Sabda ..."
"Aku tidak mau membahasnya!" Prada membuang muka.
"Dengarkan dulu, atau kau akan menyesal."
Prado menceritakan kejadian yang sebenarnya, sesuai pengakuan Sabda. Disertai bukti-buti yang diberikan oleh detektif yang bekerja untuknya.
Tentang hasil pengintaian Joanna, sengaja disembunyikan dari Prada. Karena Prado tidak mau Prada tahu tentang kondisi Hope yang sebenarnya. Prada hanya tahu bahwa Hope sedang berlibur mengunjungi Maureen.
"Kau lihat dan bacalah ini." Prado meletakkan sebuah map di meja.
Prada membuka map itu, membaca isinya sampai lembar terakhir. Keningnya berkerut ... "Kau yakin ini semua benar?"
"Kau meragukan hasil kerja keturunan Anthony Garcia? Hati-hati Nona, tuan kejam itu pasti akan menghukummu." Prado memasang ekspresi mengancam, sambil tersenyum usil.
"Terimakasih." Tiba-tiba Prada menghambur ke pelukan Prado sambil menangis. Tapi kali ini tangis Prada adalah tangis kelegaan.
Prado juga menceritakan tentang skenario untuk membalas Beno. Sebagai konsekuensinya Prada dan klan Garcia tidak bisa mengunjungi Sabda di rumah tahanan.
"Lalu, bagaimana caraku untuk bertemu Sabda?" suara Prada terdengar memelas.
"Bukannya waktu itu kau menolaknya? Tapi sekarang kau merindukannya ... Dasar bucin. Hahaha."
Prada mencubit perut kembarannya, sambil memeluk Prado untuk menyembunyikan rona merah di pipinya.
Ketika mereka berdua keluar dari restoran, jepretan kamera wartawan sudah menunggu. Prada menyembunyikan diri dengan memeluk Prado. Reaksi alami Prada sangat mendukung rencana Prado. Tanpa Prada tahu, ini juga termasuk skenario Prado.
Tujuannya untuk memggiring opini publik terutama kawanan Beno, agar terkesan bahwa Prada baik-baik saja bersama klan Garcia dan tidak terpengaruh dengan kasus yang menimpa Sabda.
"Nona Prada, bagaimana kondisi suami anda?"
"Kapan Anda menengok suami Anda ke rumah tahanan?"
"Apakah Anda akan menggugat cerai suami Anda?"
Dan banyak lagi pertanyaan wartawan kepo yang tidak dijawab satu pun oleh Prada. Mereka segera menuju ke mobil, setelah beberapa pengawal berhasil menghalau para wartawan itu.
*
Tepat pukul sepuluh pagi, Brown dan anak buahnya sudah menyambangi rumah tahanan.
Mereka membawa makanan dan baju ganti untuk Sabda. Perangkat penyamaran terselip di dalamnya. Brown menyamar sebagai kerabat Sabda dan bertugas mengalihkan perhatian sipir ketika Sabda bertukar tempat dengan anak buahnya.
"Maaf Pak, apakah di sini ada toilet untuk pengunjung?"
"Ada, keluar dari pintu ini Anda ke kanan. Lalu belok ke kiri, lurus aja. Setelah itu Anda akan melihat tangga. Anda turun dan toiletnya ada di bawah tangga."
"Baik, terimakasih Pak." Brown pura-pura keluar dari ruang besuk itu. Tapi beberapa saat kemudian, terdengar pintu dibuka dengan tergesa, Brown kembali lagi sambil berlari ketakutan.
"Pak, bisa minta tolong ditunjukkan di mana toiletnya? Saya kesasar tadi, dan bertemu dengan tahanan yang wajahnya mengerikan. Dia mengancam akan membunuh saya."
Akhirnya dengan wajah cemberut, sipir itu mengantar Brown ke toilet. "Dasar penakut!" gerutunya dalam hati.
"Maaf sudah merepotkan Anda. Saya benar-benar tidak bisa menahannya lagi." Brown beracting memegang bagian tengah selangk**gannya. Bertambah satu lagi keahlian yang dimiliki Brown.
Torac menjelaskan secara singkat tentang rencana mereka pada Sabda. Sabda mengamati sekeliling ruangan itu dan melihat camera CCTV yang mengarah pada mereka.
"Philbert sudah meretasnya, Tuan." Torac membaca kekhawatiran Sabda.
Sabda segera memakai topeng silicon wajah baru, melepas baju tahanan, lalu memakai jacket dan topi yang semula dipakai Torac. Sedangkan Torac memakai baju tahanan Sabda dan topeng silicon wajah Sabda. Mereka berganti posisi duduk, sambil menunggu Brown kembali ke ruangan itu.
Akankah misi mereka berhasil?