NovelToon NovelToon
PORTAL AJAIB DI MESIN CUCIKU

PORTAL AJAIB DI MESIN CUCIKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Ruang Ajaib / Cinta Beda Dunia / Cinta pada Pandangan Pertama / Time Travel
Popularitas:450
Nilai: 5
Nama Author: Black _Pen2024

#ruang ajaib

Cinta antara dunia tidak terpisahkan.

Ketika Xiao Kim tersedot melalui mesin cucinya ke era Dinasti kuno, ia bertemu dengan Jenderal Xian yang terluka, 'Dewa Perang' yang kejam.

Dengan berbekal sebotol antibiotik dan cermin yang menunjukkan masa depan, yang tidak sengaja dia bawa ditangannya saat itu, gadis laundry ini menjadi mata rahasia sang jenderal.

Namun, intrik di istana jauh lebih mematikan daripada medan perang. Mampukah seorang gadis dari masa depan melawan ambisi permaisuri dan bangsawan untuk mengamankan kekasihnya dan seluruh kekaisaran, sebelum Mesin Cuci Ajaib itu menariknya kembali untuk selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2 Pendaratan Pakaian di Medan Perang.

Tiba-tiba, telinganya menangkap sebuah bunyi yang familiar dan brutal: desing. Bunyi yang bergerak dengan kecepatan melebihi udara, berderak seolah memecah dimensi lain.

Xiao Kim belum pernah mendengar suara benda melesat yang sedemikian tajam seumur hidupnya. Bunyi itu adalah peringatan nyata. Refleksnya, ia melompat, memosisikan diri di balik sebongkah batu karang kecil, sekalian mendorong tumpukan cucian berisi kaus polos ke belakang tubuhnya.

"Anda harus menjadi tidak terlihat," bisiknya keras-keras. "Anda harus menggunakan seluruh kain itu."

Momen selanjutnya menegaskan ketakutannya: sesosok bayangan manusia berlumuran lumpur menghampirinya, menyeruak dari kegelapan semak-semak itu. Itu adalah gambaran yang ia lihat buram sebelumnya. Ia adalah prajurit. Tetapi di matanya, pria itu tidak menampakkan emosi selain keputusasaan yang haus darah.

Dia berlari menuju Kim, dengan membawa tombak berkarat yang berkilauan mengerikan, dengan sorot mata yang dipenuhi pembunuhan. Sembari mengeluarkan gerungan kasar yang mirip desakan binatang.

Prajurit itu melontarkan ucapan dalam bahasa kuno yang sama sekali tidak dapat dipahami. Meskipun begitu, ia yakin maksud ucapan itu bukan sapaan damai.

"Mengapa, Anda wajib menjaga jarak sejauh lima meter," Xiao Kim berteriak. Ia menimpali teriakan kuno itu dengan kata-kata modern yang ia tahu akan sia-sia. Ia melempar sebungkus sprei besar berisi seprai yang tebal (berat total sekitar delapan kilogram) ke wajah pria itu. Itu adalah insting belaka. Serangan kejutan.

Prajurit tersebut tersentak mundur karena tidak siap. Sprei itu basah dan dingin karena residu pencucian. Saat prajurit itu membersihkan pandangannya, Xiao Kim menengadah. Kepalanya menghadap ke atas. Dari kegelapan pepohonan di sisi barat, ia mendengar kembali bunyi desing panah beracun yang ditujukan kepadanya. Kali ini ada tiga anak panah.

"Sungguh, saya tidak memilikinya," ia memohon sambil beringsut menjauh. Ia sama sekali tidak memiliki objek yang diinginkan. Mengapa mereka menarget dirinya yang berambut aneh dan berpakaian tipis ini?

Dia berusaha berdiri. Tetapi sebelum dia sempat menganalisis puing-puing misterius di sekitarnya yang mirip dengan pakaian perang, sesosok figur jangkung yang gagah, bersimbah darah, dan mengenakan pakaian zirah militer yang berat muncul, memegang pedang panjang dengan gagah perkasa.

Dia memelototi dirinya yang berdiri sendirian di tumpukan cucian kotor modern. "Mengapa engkau berdiri di sana!" serunya, suaranya parau, menggeram. Matanya fokus bukan kepadanya, tetapi ke arah semak di mana panah itu melesat tadi.

Jenderal Xian! Nama ini bergema di benaknya. Ia ingat siluet Jenderal tersebut di dalam kilasan penglihatan konyol di M19 beberapa saat yang lalu.

Ia pasti Dewa Perang yang tersisa. Kim panik, dan di saat panik itu, Xian telah bergerak cepat di depannya.

Xian menggeram kesakitan saat dua anak panah terakhir berdesing melewati sisi bahu, hampir menghujam ke perutnya. Xian memposisikan dirinya, menggunakan tubuh kekarnya sebagai perisai hidup bagi dirinya yang hanyalah seorang orang asing yang panik.

Seketika itu juga, seluruh prioritasnya berubah: bukan lagi dirinya sendiri yang perlu bertahan, tetapi pria gagah yang telah menggunakan kehidupannya sendiri untuk keselamatan orang lain.

Anak panah ketiga, yang sangat cepat dan tajam, menembus sisi rompi bajanya, hampir melukai ulu hatinya. Cairan hitam menetes dari luka-lukanya. Racun yang kental dan cepat merusak sel tubuh. Xian, sang Dewa Perang, tersentak.

"Silakan lari!" pintanya, menyentak kata-kata itu dari antara giginya yang terkatup, sebelum dia jatuh berlutut tepat di hadapan Xiao Kim, terhuyung.

“Oh, Tuan! Kau sungguh tidak dapat mati dalam pakaian perang sekotor itu!” seru Xiao Kim.

Tangan Xian mencengkeram rumput liar di sekelilingnya, menahan rasa sakit. Matanya yang gelap memancarkan kemarahan, tetapi semakin cepat tertutupi oleh kegelapan yang menodai. Jenderal Xian berusaha untuk memaksakan dirinya agar berdiri, berusaha menemukan kembali pedangnya. Tapi sudah terlambat, tubuhnya kelelahan karena pendarahan dan racun.

Ia menyadari bahwa ada penyergap lain. Telinganya menangkap derap langkah sepatu yang berlari memutari semak belukar. Itu adalah pria lain. Musuh yang mengakhiri semuanya.

Xian adalah target utama, tetapi dirinya, gadis laundry, berada di jalur pandang.

Tangannya reflek bergerak, menyentuh saku, mengeluarkan cermin saku ajaib itu, mengarahkan kamera kepada wajah sang Dewa Perang yang jatuh, berusaha sekali lagi mendapatkan pantulan visual. Bukan foto wajahnya. Ia membutuhkan prediksi. Kim berusaha fokus, melawan kegaduhan dan adrenalin yang memekakkan.

Melalui pantulan buram pada lensa yang pecah-pecah itu, di bawah kerlip cahaya biru yang menari, prediksi itu muncul.

Cerminnya menampilkan pemandangan yang tak terelakkan: Jenderal Xian yang lemah membalikkan badan dengan sangat lambat. Prajurit musuh berlari mendekat dari titik buta di sisi belakang, memegang pedang kecil yang disarungkan. Itu bukanlah panah. Itu adalah upaya pembunuhan yang berjarak sangat dekat.

Apabila dia melakukan gerakan tersebut. Ia akan terbunuh. Dia akan terbunuh dari serangan tiba-tiba dari sudut tak terduga.

Kim segera berteriak sekeras-kerasnya, suaranya terasa begitu cempreng karena ketakutan. “Anda wajib tidak menengok! Silakan berdiri, Jenderal! Silakan segera pergi!”

Xian, bingung oleh bahasa yang tidak ia mengerti, mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya, menatap Kim dengan pandangan tidak percaya.

Dia melihat mata Xian mulai terkuras. Xiao Kim menyadari, kata-kata yang ia pilih sama sekali tidak berguna di dunia ini. Yang dibutuhkan adalah aksi dan kecepatan kilat. Pengorbanan. Tidak ada yang lain. Cermin kecil yang memancarkan kilauan merah bahaya, seolah menghujat lambatnya gerakan Kim.

Serangan jarak dekat. Sangat berbahaya.

"Sungguh Anda akan menjadi pakaian tercemar paling brutal dalam karir saya," kata Kim, menarik nafas tajam. Tubuhnya terasa mati rasa.

Dengan sekuat tenaga, ia meraih seonggok jaket musim dingin tebal, jenis jaket angsa bermerk modern dengan tudung berbulu besar yang sempat ia keluarkan dari mesin cuci M19 di detik terakhir sebelum perjalanan lintas dimensinya. Pakaian itu memiliki berat ringan tetapi volume yang luar biasa. Itu adalah satu-satunya senjata non-kuno yang dimilikinya saat ini.

Prajurit musuh sudah berlari, bayangan hitamnya kini menghantam Xian dengan pedang pendek. Kim memiliki sepersekian detik untuk bertindak.

Dengan raungan yang hanya berasal dari rasa ketakutan akut, Xiao Kim melompat melewati bahu Xian, secepat seekor kelinci yang terkejut, melemparkan jaket bulu tebal tersebut, menggunakannya sebagai gumpalan pengganggu yang diarahkan tepat ke wajah musuh.

"Telah tiba waktunya engkau berhadapan dengan sprei bersih dari bumi modern!" teriak Kim.

Prajurit itu berhenti secara mendadak. Jaket angsa yang super lembut dan super besar itu secara literal menutupi seluruh kepalanya dan menghalangi pandangan matanya sepenuhnya. Genggaman prajurit itu mengendur, terperangkap dalam material sintetis yang licin.

Intervensi satu detik itu cukup untuk menyelamatkan Dewa Perang Kerajaan.

Meskipun terkejut dengan tindakan impulsif gadis itu, naluri militer Xian adalah sebuah otot terlatih yang bereaksi terhadap kesempatan yang tidak terduga itu. Ia mengerahkan sisa energi racun dalam dirinya.

Dia dengan ganas membalikkan dirinya sendiri ke atas. Sambil mendesis akibat racun yang memburu seluruh syarafnya. Pedang besarnya melayang keluar dari selubung kulit, menyayat udara dengan suara siulan mematikan.

Gerakannya, bahkan saat diracuni, tetaplah cepat dan elegan. Pedang Xian menembus leher musuh dengan tepat dan sempurna.

Prajurit itu ambruk, berdarah-darah di atas lumpur dan pakaian Kim. Seluruh adegan itu sangat cepat. Kaki Xian sempat tersentuh dengan wajah prajurit itu, dan darah hangat dari mayat segar menyiprati pakaiannya.

Perangkap telah dihancurkan, dan ancaman fisik untuk sementara mereda. Xian berputar. Pandangannya kosong, menatap Xiao Kim yang kini hanya memegangi cerminnya erat-erat, air mata tak terbendung mengalir di pipinya karena syok.

"Siapakah. Anda. Sebenarnya?" Jenderal Xian mengucapkan tiga kata terakhir itu, suaranya lemah tetapi tetap dipenuhi keangkuhan otoritas. Kekuatan racun, dipicu oleh gerakan fisiknya, kini merenggut kesadarannya.

Bulu-bulu angsa di jaket musim dingin itu mengambang lambat di udara kotor, seolah merayakan penyelamatan heroik sang gadis laundry.

Dunia Kim berputar lagi, kali ini bukan karena mesin. Jenderal Xian ambruk ke depan. Bukan berlutut. Tetapi jatuh tak sadarkan diri sepenuhnya, dengan beban zirah besi dan racun dingin di punggungnya, menghantam bumi dengan bunyi gedebuk yang teramat keras. Hanya hening.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!