NovelToon NovelToon
OBSESI BOS MAFIA

OBSESI BOS MAFIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia / Dark Romance
Popularitas:33.9k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi_Gusriyeni

Cinta seharusnya menyembuhkan, bukan mengurung. Namun bagi seorang bos mafia ini, cinta berarti memiliki sepenuhnya— tanpa ruang untuk lari, tanpa jeda untuk bernapas.
Dalam genggaman bos mafia yang berkuasa, obsesi berubah menjadi candu, dan cinta menjadi kutukan yang manis.

Ketika dunia gelap bersinggungan dengan rasa yang tak semestinya, batas antara cinta dan penjara pun mengabur.
Ia menginginkan segalanya— termasuk hati yang bukan miliknya. Dan bagi pria sepertinya, kehilangan bukan pilihan. Hanya ada dua kemungkinan dalam prinsip hidupnya yaitu menjadi miliknya atau mati.

_Obsesi Bos Mafia_

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2 : Kepergian Ayah Hulya

...🪞Selamat Membaca🪞...

Setelah mandi dan berpakaian, Hulya membawa sarapannya ke bawah dan duduk di meja makan. Melahap hingga habis semua sarapan itu dan meminum segelas susu cokelat hangat yang disiapkan untuknya. Beberapa pelayan berjejer rapi di belakang, menantikan dirinya selesai sarapan.

“Kalian yakin tidak mau sarapan denganku? Ini enak dan kalian tidak mau mencobanya?” tawar Hulya pada para pelayan itu dan semuanya hanya menunduk takut.

“Kalian takut sama Jendral ya? Dia itu baik, apa yang mesti ditakutkan?” Lagi-lagi mereka tidak menjawab dan hanya menunduk. Hulya menghembuskan napas dan kembali melahap makanannya.

Setelah kenyang dan merasa tenaganya pulih lagi. Hulya menemui Marchel di halaman belakang mansion. Pria itu tengah berbincang dengan seorang pria yang mungkin saja itu temannya.

"Jendral!" panggil Hulya yang membuat Marchel serta pria itu menoleh pada Hulya.

"Kemarilah!" titah Marchel tegas namun lembut. Hulya berjalan mendekati Marchel dan duduk di samping Marchel dengan senyuman yang terukir di wajah anggunnya.

"Aku mau pulang Jendral, apa kamu bisa mengantarkan aku ke bandara?" pinta Hulya dengan suara mendayu, selama ini dia memang begitu manja pada Marchel.

“Sekarang?” Hulya membalas dengan anggukan. “Memangnya dalam rangka apa kamu ke New York? Apa papamu tahu kamu di sini?" Hulya mengangguk lalu menjawab. "Aku ke sini diutus untuk mewakili kampus mengikuti olimpiade, sebenarnya selesai sehari yang lalu dan akan pulang dua hari lagi, tapi aku tidak mau di sini, aku ingin pulang, Jendral."

“Kenapa tidak memberitahu aku kalau kamu ke sini?”

“Aku lupa.” Marchel memberikan sentilan kecil ke kening Hulya.

"Bagaimana hasil olimpiade-mu?"

"Aku juara Jendral dan sudah memberikan kabar ini pada papa di Indonesia, dia sangat bahagia," jawab Hulya dengan semangat. Marchel ikut tersenyum, dia memang tahu kalau Hulya anak yang sangat cerdas.

"Aku bangga padamu, untuk dua hari ke depan lebih baik kamu di sini dulu, aku yang akan mengantarkan kamu ke Indonesia." Hulya tersenyum senang.

"Benarkah? Bukan hanya mengantar ke bandara?"

"Bukan! Aku akan mengantarkan kamu sampai ke rumah. Nanti kita bisa cari oleh-oleh untuk kamu bawa pulang." Hulya memeluk erat Marchel.

"Makasih ya," ucap Hulya, Marchel tersenyum sembari mengusap kepala gadis itu dengan lembut.

...***...

Setelah Hulya pergi, Alexio Romano—sahabat Marchel sedari kuliah terlihat bingung.

"Dia gadis yang sangat kau cintai itu, bukan?" tanya Alexio.

"Iya, kenapa memangnya?"

"Kenapa dia memanggilmu jendral? Sejak kapan kau jadi jendral?"

"Dulu itu dia selalu memanggilku paman karena usia kami terpaut 10 tahun. Aku tidak mau dan panggilan itu membuat aku merasa sangat tua. Karena dia sering melihat aku memerintah anggotaku dan banyak orang yang tunduk padaku, dia memiliki panggilan baru— Jendral. Aku sudah sering katakan padanya untuk memanggil nama saja, tapi dia tidak mau. Dia selalu bilang kalau memanggil nama pada yang tua itu tidak sopan. Ya daripada paman, lebih baik aku dipanggil jendral." Jawaban Marchel membuat Alexio terpingkal sembari memegangi perutnya.

Marchel juga ikut tertawa kalau mengingat bagaimana dulu Hulya memanggilnya.

"Apa dia tahu kalau kau mencintainya?"

"Tidak, belum tepat juga jika aku mengutarakan sekarang, lebih baik menunggu dia lebih dewasa sedikit lagi."

“Aku lihat dia juga sudah dewasa.”

“Belum saatnya, lebih baik menunggu dia lebih dewasa sedikit lagi.”

"Jangan sampai kau tertikung oleh pria lain. Aku lihat-lihat, dia sangat cantik dan menarik. Ceria pula."

"Aku tahu bagaimana cara menjaganya dan tidak akan ada yang bisa menikungku." Marchel memberikan seringai dan Alexio mengerti itu.

Marchel sudah lama kenal dengan Hulya— semenjak gadis itu kecil. Karena dulunya, papa Hulya menjadi orang kepercayaan orang tua Marchel. Hulya juga sering dibawa oleh papanya ke mansion orang tua Marchel, mereka cukup dekat hingga saat ini.

Hanya saja, Hulya menganggap Marchel sebagai paman dan Marchel tidak menginginkan hal itu. Setiap ada pria yang mencoba untuk mendekati Hulya, pasti dihabisi oleh Marchel tanpa ada celah sedikit pun untuk menjadi saingannya. Dia tidak ingin disaingi oleh siapa pun untuk memiliki Hulya, namun Hulya tidak pernah tahu akan hal tersebut.

Baginya, Marchel adalah pria baik dengan pekerjaan yang baik pula. Dia tidak pernah tahu bahwa Marchel seorang bos mafia, bahkan dia juga tidak tahu bahwa papanya adalah mafia pula.

"Apa dia masih sering mencarikanmu jodoh?" tanya Alexio lagi.

"Masih, dia selalu merasa kasihan padaku karena tidak pernah melihat aku memiliki kekasih." Marchel dan Alexio kembali tertawa.

...***...

"Tolong jangan biarkan Hulya kembali ke Indonesia Marchel, biarkan dia di sana dan jangan katakan padanya mengenai semua ini. Jika waktunya tepat, kau bisa menceritakan padanya semua yang terjadi." Suara Amar di seberang sana membuat Marchel khawatir, dia sudah mengutus beberapa anak buahnya membantu Amar— ayah Hulya.

"Anak buahku akan datang Paman, kau tetaplah mencari tempat yang aman."

"Aku tidak memiliki banyak waktu, berjanjilah padaku untuk selalu menjaga Hulya, sayangi dan jaga dia. Beritahu diriku yang sebenarnya nanti jika dia telah siap untuk mengetahui ini. Aku pamit."

"Paman—" sambungan telepon itu diputuskan secara sepihak oleh Amar. Marchel terus meminta pada orang kepercayaannya di Indonesia untuk melindungi Amar apapun yang terjadi.

Satu jam setelahnya, berita kematian Amar menyebar luar di kalangan mafia. Marchel diam terpaku menatap layar ponselnya.

"Apa yang akan aku katakan pada Hulya nanti? Dia pasti akan sangat sedih jika tahu papanya meninggal," lirihnya dan ketika membalikkan tubuh menghadap pintu, ia melihat Hulya sedang berdiri dengan air mata yang telah membanjiri kedua pipinya.

"Hulya."

"Papaku meninggal? Aku mau pulang Jendral, aku mau ketemu papa," tangis Hulya, ia langsung dirangkul oleh Marchel dalam pelukannya.

"Aku mengerti dengan perasaanmu, kita akan ke sana malam ini."

Marchel meminta Louis untuk mengurus keberangkatan dirinya dan Hulya malam ini ke Indonesia.

...***...

Setelah perjalanan panjang dilalui, Hulya tidak mendapati jenazah papanya lagi, karena telah dimakamkan oleh anak buah Marchel. Hulya hanya diam terpaku di depan makam sang ayah, tidak ada lagi keluarga yang dia miliki, karena selama ini dia hanya hidup berdua dengan Amar.

"Aku tidak punya siapa-siapa lagi, papa sudah pergi, aku sama siapa?" Marchel merangkul Hulya dengan lembut, membiarkan gadis itu menangis.

"Masih ada aku, jangan merasa sendiri." Hulya hanya bisa membalas pelukan itu tanpa menjawab perkataan Marchel lagi. Isakan Hulya membuat tubuh mungilnya bergetar hebat.

Marchel menawarkan Hulya untuk tinggal bersama dengannya di New York namun gadis itu menolak karena masih ingin menamatkan kuliah di Indonesia.

“Aku selalu ada untuk kamu, Hulya. Jangan sungkan untuk menghubungiku kalau kamu butuh apapun. Semua biayamu akan aku tanggung,” ujar Marchel dengan serius.

“Tidak perlu, Jendral. Aku masih sanggup membiayai hidupku sendiri. Apa yang papa tinggalkan cukup untuk aku sampai lulus kuliah nanti. Terima kasih tawaranmu.” Hulya menolak dengan lembut karena ia memang tidak suka menggantungkan hidup pada siapa pun selain ayahnya sendiri.

“Aku menghargai keputusanmu. Tapi tolong, jangan pernah sungkan untuk meminta bantuan dariku,” balasnya dengan senyuman lembut.

“Tentu.”

Hulya menjalani hari-harinya walau kini terlihat berbeda. Ia lebih banyak murung dan tidak terlalu membuka diri lagi di dalam pertemanan dengan siapa pun.

...🪞Bersambung🪞...

1
Wiwit Widia
Kerasa banger nih mual di atas mobil begini🤭
Wiwit Widia
Nah bakalan kagak ada saingan juga si Hulya, dia nerapin sikap posesif si marchel 🤣
Adira
secara gak langsung, hubungan mereka membaik karena rencana justin juga kan.
Adira
antisipasi sejak dini si hulya💪
Caterine Selyn
Masih ada malu dia, coba kalo gak ada pelayan, bakalan diterkam tuh di meja makan🤣
Caterine Selyn
Emang ya ni org kagak bisa kontrol diri banget🤣
Juwita
Dia kalo lagi mode waras ingat semuanya, coba kalo emosi, lupa diri
Juwita
Elu udh diterima sama hulya lagi, perbaiki sikap lu chel, jgn sampe ini kandungan gugur lagi gara2 elu yaaa
Rissa Squad
Sabar napa baaanggg🤣
Rissa Squad
pintar banget hulya bikin syaratnya💪👍
Alle
emang kadang mual bakalan ilang kalo di bawah kucuran air
Alle
Bakalan diintilin kemana2 si marchel🤣
Alda Fatimah
Jangan emosian lagi lu chel, jgn sampe ini anak kagak lahir gara2 elu yeeee
Alda Fatimah
Emang si marchel kudu diginiin biar insap
ISMI PRADIPTA
sultan mah bebas mau dekor kapan aja
ISMI PRADIPTA
Udh dikasih kesempatan rujuk jangan disia2in lagi marchel
Kakak Echa
Dia ini bikin baper maksimal kalo lagi gak emosi, tpi kalo udh emosi kek setan
Kakak Echa
Jangan sia2in lagi si hulya, kadang lu rada2 ya chel
Helena Hivoshi
Marchel kalo lagi mode baik bikin baper tpi kalo mode emosi pengen gue tendang jauh jauh
Helena Hivoshi
Berat amat tapi keren syaratnya, meminimalisir perselingkuhan🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!