NovelToon NovelToon
DIVINE SIN

DIVINE SIN

Status: sedang berlangsung
Genre:Dark Romance
Popularitas:550
Nilai: 5
Nama Author: Ellalee

''Di balik malam yang sunyi, sesuatu yang lama tertidur mulai bergerak. Bisikan tak dikenal menembus dinding-dinding sepi,meninggalkan rasa dingin yang merayap.ada yang menatap di balik matanya, sebuah suara yang bukan sepenuhnya miliknya. Cahaya pun tampak retak,dan bayangan-bayangan menari di sudut yang tak terlihat.Dunia terasa salah, namun siapa yang mengintai dari kegelapan itu,hanya waktu yang mengungkap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ellalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

JEJAK DI UJUNG MATA

  " haeun berjalan pelan mengikuti langkah kaki guru yang tadi menyapa nya dan mengajaknya pergi ke dalam kelas.

" buk gayoung, ini murid pindahan dari seoul, dia akan menempati kelas ibuk ya, ucap guru tadi pada seorang guru lain yang berdiri di depan kelas.

" ouh baik buk, ucap guru itu tersenyum Dikit pada haeun dan Guru di sampingnya.

“Kalian semua, hari ini kedatangan murid baru,” ucapnya pelan tapi tegas. “Namanya Kim Haeun,Dia baru pindah dari Seoul. Tolong sambut dengan baik.”

" haeun kamu duduk di kursi itu ya..... " tunjuk guru itu pada kursi no sebelas, kursi satu-satunya yang terlihat kosong di kelas itu. Haeun tidak menjawab dia hanya mengangguk mengerti.

 "Bisik-bisik terdengar di kelas. Haeun menunduk, pipinya memerah. Ia menggenggam tas di pangkuannya, langkahnya gemetar saat berjalan menuju bangku nomor sebelas di dekat jendela.

Saat hampir sampai, matanya tertumbuk pada seorang cowok yang sudah duduk di bangku sebelahnya. Ia menatap Haeun sekilas,tidak tersenyum, tidak mengucapkan sepatah kata pun,tetapi tatapannya intens. Haeun langsung menunduk, menelan ludah, dan jantungnya terasa seperti hendak meloncat.

Ia menaruh tas di samping kursi, duduk perlahan, dan mencoba menatap buku di depannya. Namun tatapan dari cowok itu tetap menempel, membuatnya merasa setiap gerakannya diawasi.

Sekelilingnya tak kalah menakutkan. Beberapa murid masih menoleh, berbisik di antara mereka. Haeun menarik napas perlahan, mencoba menenangkan diri, tapi suara-suara dan tatapan itu membuatnya merasa kecil, rapuh, dan sendirian.

Ia menatap jendela, bayangan pohon di halaman bergerak pelan diterpa angin, dan Haeun menyadari satu hal,di sekolah ini, ia bukan hanya murid baru. Ia adalah gadis introvert yang harus melewati tatapan, bisik-bisik, dan dunia yang terasa terlalu besar untuknya.

Di sampingnya, cowok itu tetap diam. Tatapannya misterius, menempel, tanpa kata. Haeun tidak tahu siapa dia, dan itu membuatnya semakin takut.

Suara detak jam di dinding terasa terlalu keras di ruang kelas yang setengah sunyi. Cahaya matahari menerobos lewat jendela besar, memantul di papan tulis, menciptakan bayangan lembut di wajah-wajah murid yang mulai lelah mendengarkan pelajaran.

Haeun duduk diam di bangkunya. Tangannya menggenggam pensil, tapi ujungnya tak pernah benar-benar menyentuh kertas. Setiap kali ia mencoba menulis, pandangannya kabur. Pikiran dan tubuhnya seolah tak sejalan.

"Di sebelahnya, cowok itu yang bahkan belum ia ketahui namanya tetap duduk dengan posisi yang sama sejak awal pelajaran. Bahunya tegap, wajahnya dingin, dan tatapannya lurus ke depan. Tidak ada ekspresi, tidak ada gerakan kecil, bahkan tidak ada desahan napas yang bisa terdengar.

Sesekali, Haeun berani melirik dari sudut mata. Ia tidak tahu kenapa, tapi ada sesuatu dalam diam cowok itu yang terasa… berat. Seperti udara di sekitarnya berubah setiap kali Haeun menoleh.

Tiba-tiba, suara kapur guru terhenti.

“Kim Haeun,” panggilnya.

Jantung Haeun melonjak. Ia mendongak cepat, bibirnya gemetar. “Y–ya, Bu…”

Guru itu menatapnya singkat, matanya tajam tapi tidak jahat. “Kau sudah mengerti penjelasan tadi?”

Haeun menelan ludah. “S...sudah, Bu.”

Padahal ia bahkan tidak tahu pelajaran apa yang sedang dibahas.

Beberapa murid tertawa pelan. Suara mereka kecil, tapi cukup untuk membuat wajah Haeun memanas. Ia menunduk, menatap meja. Ujung jarinya memutih karena terlalu erat menggenggam pensil.

Ketika guru kembali menulis di papan, suasana hening lagi.

Namun kali ini, keheningan itu berbeda.

Haeun merasa seperti ada sesuatu di belakangnya.

Tatapan tajam, dingin, tak terlihat tapi nyata.

Ia menoleh cepat. Tidak ada siapa-siapa. Semua murid sibuk mencatat, guru masih menulis. Tapi entah kenapa, bulu kuduknya berdiri.

Cowok di sebelahnya tiba-tiba berbicara, suaranya dalam dan pelan.

“Kau mendengarnya juga?”

Haeun menoleh perlahan. “A...apa?” suaranya nyaris tak keluar.

Cowok itu menatap papan tulis, tidak menatapnya. “Bisikannya.”

Haeun membeku. Ia tidak tahu harus menjawab apa.

Bisikan? Ia tidak mendengar apa pun atau mungkin ia memang menolak untuk mendengarnya.

Suara bel akhirnya memecah keheningan. Murid-murid berdiri, berhamburan keluar. Tapi haeun masih duduk dengan tenang di kursi nya.

"namun saat ia menoleh ke arah cowok itu…

Kursinya sudah kosong.

Padahal ia yakin detik sebelumnya cowok itu masih duduk di sana.

"Haeun berdiri mengikuti langkah-langkah murid lain yang bergerak menuju kantin. Setiap langkah terasa berat, meski ia hanya berjalan perlahan di antara kerumunan yang ramai. Suara tawa, percakapan, dan hentakan sepatu di lantai terasa menggelegar di telinganya.

Ia menunduk, mata fokus ke lantai, berusaha tidak menarik perhatian. Bangku kosong di sampingnya di kantin membuatnya merasa sedikit lega, tidak ada yang duduk terlalu dekat, tidak ada yang bisa menyentuhnya tanpa izin.

Saat Haeun menaruh nampan makanannya di meja, beberapa murid dari kelasnya tadi menoleh. Beberapa cewek tersenyum tipis, tapi ada nada sinis di baliknya.

“Haeun-ssi, akhirnya muncul juga,” salah satunya bersuara pelan, cukup agar Haeun mendengar.

Haeun menelan ludah, menunduk lebih dalam, mencoba menjawab dengan suara yang hampir tak terdengar, “A...aku… hanya mau makan.”

Mereka tertawa kecil, menatap Haeun dengan tatapan yang menusuk. Salah satu dari mereka mencondongkan tubuh sedikit, memiringkan kepala, seolah menunggu reaksi Haeun.

Haeun menggigit bibirnya, fokus pada nasi hangat di nampannya, mencoba tidak menarik perhatian lebih. Setiap gerakan terasa lambat dan tangannya gemetar mengingat masa kelam saat dulu berada di Seoul.

“Ih, lihat deh… dia memang pantas duduk di samping cowok aneh itu,” salah satu cewek bersuara.

“Haha… benar-benar nggak akan betah dia lama-lama di sini,seperti beberapa murid lain yang juga nggak betah saat duduk di samping cowok aneh itu” celetuk cewek lain sambil mencondongkan tubuh.

Haeun menelan ludah, mengingat semua bully yang pernah ia alami di Seoul. Ketakutan itu kembali, menekan dadanya.

Di ujung kantin, cowok misterius berdiri diam, menatap Haeun dari jauh. Wajahnya tetap datar, ekspresinya tak bisa ditebak, seakan dia hanya pengamat. Haeun tidak mengerti apa-apa, bahkan tidak sadar tatapan itu.

Tiba-tiba, langkah berat terdengar. Seorang cowok tinggi melangkah ke arah Haeun dengan langkah percaya diri. Rambutnya rapi, seragamnya selalu terlihat sempurna, dan tatapannya tajam. Murid-murid lain yang melihatnya sedikit menunduk, takut-takut. Cowok itu adalah ketua OSIS sekaligus ketua kelas, dan sedikit ditakuti beberapa murid karena tegas dan disiplin.

“Hei… cukup,” suaranya terdengar lantang. Beberapa cewek yang membuli Haeun menoleh, terkejut oleh nada seriusnya.

Cowok itu berdiri di samping Haeun, menatap mereka. “Kalau kalian masih ingin mengganggu dia, berarti kalian siap menghadapi konsekuensinya,” katanya datar, tegas. Tidak perlu marah, tidak perlu teriak,tatapannya sudah cukup menakutkan.

Beberapa cewek saling berpandangan, wajah mereka memucat. Mereka ragu, kemudian mundur perlahan, dan satu per satu akhirnya pergi meninggalkan kantin dengan langkah tergesa-gesa.

Haeun menunduk, dada masih berdebar kencang. Ia tidak tahu harus berkata apa, hanya bisa menatap cowok itu dari sisi matanya.

Cowok itu menoleh sebentar, memastikan Haeun aman, lalu berjalan pergi, kembali ke meja lain. Ia tidak tersenyum, tidak mengajak bicara, hanya melakukan apa yang perlu dilindungi, tanpa terlalu dekat atau terlalu ramah.

Haeun menelan ludah, masih takut, tapi sedikit lega. Ia menatap kursi di sampingnya yang kosong, dan dari ujung kantin, cowok misterius masih berdiri diam, menatapnya. Haeun tidak sadar bahwa ada sesuatu yang berbeda tentang tatapannya… sesuatu yang hanya bisa dirasakan, bukan dimengerti.

Ia kembali menunduk, mencoba menyelesaikan makanannya dengan hati-hati, tetap waspada tapi sedikit lebih aman daripada sebelumnya.

"“Setiap tatapan menyimpan misteri yang tak bisa dijelaskan.”

1
Ngực lép
Bikin klepek-klepek!
Zhunia Angel
Gemes deh!
Kakashi Hatake
Bagus banget thor, jangan lupa update terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!