Luna Arindya, pemanah profesional dari dunia modern, meninggal tragis dalam sebuah kompetisi internasional. Saat membuka mata, ia mendapati dirinya berada di dalam novel fantasi yang pernah ia baca—dan menempati tubuh Putri Keempat Kekaisaran Awan. Putri yang lemah, tak dianggap, hidupnya penuh penghinaan, dan dalam cerita asli berakhir tragis sebagai persembahan untuk Kaisar Kegelapan.
Kaisar Kegelapan—penguasa misterius yang jarang menampakkan diri—terkenal dingin, kejam, dan membenci semua wanita. Konon, tak satu pun wanita yang mendekatinya bisa bertahan hidup lebih dari tiga hari. Ia tak tertarik pada cinta, tak percaya pada kelembutan, dan menganggap wanita hanyalah sumber masalah.
Namun semua berubah ketika pengantin yang dikirim ke istananya bukan gadis lemah seperti yang ia bayangkan. Luna, dengan keberanian dan tatapan tajam khas seorang pemanah, menolak tunduk padanya. Alih-alih menangis atau memohon, gadis itu berani menantang, mengomentari, bahkan mengolok-olok
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 hutan
Lan Mei baru saja selesai menyiapkan air mandi ketika Rui Zhi Han atau lebih tepatnya Luna di tubuhnya duduk santai sambil memainkan ujung rambutnya. Tatapannya menyipit, jelas ada sesuatu yang dipikirkan.
“Lan Mei…” panggilnya tiba-tiba.
“Ya, Putri?” jawab Lan Mei sopan.
“Di mana hutan yang banyak tumbuhan obat?” tanya Rui dengan nada seenaknya, seolah ia bertanya lokasi pasar sayur.
Lan Mei langsung terperanjat. “Hu-hutan? Putri, untuk apa Anda ingin ke hutan? Itu tempat berbahaya… banyak binatang buas, dan—”
“Aku mau metik daun obat, jelaslah!” Rui menyilangkan tangan di dada. “Masa aku mau piknik sambil bawa tikar, makan bekal, terus main ular tangga sama harimau?”
Lan Mei: “…..”
Pelayan setia itu menatap putrinya dengan mulut terbuka, tidak yakin harus tertawa atau menangis. Apa kepala putri benar-benar terbentur keras kemarin?
“Pu-putri, biasanya Anda takut melihat cicak di dinding… sekarang mau ketemu harimau di hutan?” bisik Lan Mei dengan suara pelan, takut salah bicara.
Rui mengangkat dagunya dengan gaya sombong. “Itu dulu, waktu aku masih versi lemah. Sekarang aku upgrade versi jagoan!” Ia sampai mengepalkan tangan, meniru gaya pahlawan dalam film yang pernah ia tonton di dunia modern.
Lan Mei menepuk jidat. “Ya Tuhan….”
“Sudahlah, cepat tunjukkan jalannya. Kalau aku bisa dapat tumbuhan obat, mungkin wajahku bisa balik cantik maksimal. Bayangkan saja, nanti waktu aku ketemu Kaisar Hitam itu—” Rui tiba-tiba memasang ekspresi lebay, tangannya mengelus pipinya sendiri.
“Dia pasti akan jatuh hati dalam sekejap. Lalu aku tinggal bilang: ‘Ampun Kaisar, jangan buang aku, lihat wajahku glowing seperti daun kelor muda’.” ujar Rui Zhi Han
Lan Mei nyaris tersedak ludah sendiri. “Putriiii! Jangan bicara sembarangan! Kalau ada orang lain dengar, bisa dianggap menghina Yang Mulia Kaisar!”
Rui menepuk bahu Lan Mei dengan santai. “Tenang saja, aku ini pintar. Lagipula… masa iya kaisar itu bisa makan wanita? Aku masih bingung, kenapa semua orang takut banget sama dia. Memangnya dia hobi goreng wanita jadi lauk?”
“PU-TRIII!!” Lan Mei hampir terjungkal saking kagetnya.
Rui ngakak sampai perutnya sakit. “Hahahaha, wajahmu itu loh, Lan Mei! Seperti baru ketemu hantu!”
Namun tawanya mendadak mereda ketika tatapannya menajam. “Tapi serius, Lan Mei. Aku harus lebih kuat. Kalau cuma diam dan jadi boneka, aku pasti mati. Jadi… ayo kita ke hutan. Aku butuh latihan, dan aku butuh obat.”
Lan Mei menggigit bibir, ragu. Ia menatap tuannya yang sekarang jauh berbeda mata Rui kini tidak lagi penuh ketakutan, melainkan bercahaya dengan tekad.
“…Baiklah, Putri,” jawab Lan Mei akhirnya, meski masih gemetar. “Tapi kita harus hati-hati. Jika ketahuan orang istana, mereka bisa menghukum kita.”
Rui tersenyum lebar. “Bagus! Berarti besok pagi kita jalan. Oh iya, siapkan juga panah. Aku kangen main panah, siapa tahu ada kelinci lewat bisa jadi lauk.”
Lan Mei hampir jatuh pingsan. "Putri lembutku… sekarang berubah jadi pemburu kelinci?!
Sementara itu, di kejauhan, kabar tentang “Putri Keempat yang mendadak berani bicara kasar, berencana kabur ke hutan, dan berani menyinggung nama Kaisar Hitam” sudah mulai berbisik-bisik di kalanga
Dan tanpa mereka sadari, di balik bayang-bayang, mata-mata kaisar sudah mulai memperhatikan tingkah Rui Zhi Han yang aneh pikir mereka.
...----------------...
Pagi itu, fajar baru saja menyingsing. Burung-burung berkicau, embun masih melekat di dedaunan, namun suasana di kediaman Putri Keempat berbeda—hening mencurigakan.
Rui Zhi Han (Luna) mengenakan jubah sederhana berwarna abu-abu kusam, wajahnya sengaja dioles sedikit arang supaya terlihat kumal. “Hahaha, bagaimana Lan Mei? Gaya penyamaran ala ninja zaman kekaisaran. Nggak bakal ada yang kenal.”
Lan Mei hanya bisa menghela napas panjang sambil membawa keranjang kosong. “Putri… Anda justru kelihatan seperti pencuri ayam kampung.”
Rui: “….”
Rui menatap tajam. “Kalau aku pencuri ayam, kamu ini pencuri apa? Cicak?”
Lan Mei menunduk cepat-cepat, pura-pura sibuk dengan keranjang. Ya Tuhan, apa salahku dilahirkan untuk melayani Putri yang tiba-tiba berubah jadi… gila?
---
Dengan hati-hati, mereka menyelinap keluar dari kediaman lewat pintu belakang, melewati kebun kosong. Rui sampai menunduk-nunduk sambil berlari kecil.
“Putri… tolong, jangan jongkok-jongkok begitu, nanti saya yang malu,” bisik Lan Mei.
“Shh, diam! Kalau aku sering nonton film, begini cara agen rahasia jalan. Biar nggak ketahuan kamera CCTV.”
Lan Mei melongo. “CCTV itu ap—”
“Udah, nggak usah tanya. Pokoknya itu benda mistis dari langit,” potong Rui cepat, malas menjelaskan.
Setelah perjalanan cukup jauh, mereka sampai di tepi hutan. Udara segar langsung menyambut, bercampur aroma tanah basah.
Tidak lama mereka akhirnya sampai di hutan roh, “Hwaaa, akhirnya bisa bebas! Segar sekali! Rasanya kayak main game open world!” Rui mengangkat tangan tinggi-tinggi.
Lan Mei mengelus dada, masih waspada. “Putri, hati-hati. Binatang buas bisa muncul kapan saja.”
Tiba-tiba, seekor kelinci melompat di depan mereka, matanya bulat, bulunya putih bersih.
Mata Rui berbinar. “Lan Mei, cepat kasih aku panah!”
Lan Mei panik. “Untuk apa???”
“Jelas untuk lauk! Sudah berhari-hari aku makan bubur hambar. Sekarang aku pengen sate kelinci!”
Sambil berseru semangat, Rui mengambil busur kecil yang ia bawa. Gerakannya refleks, terlatih, seolah tubuhnya kembali ke arena lomba panahan.
Tarik… lepas…
Swish!
Anak panah melesat. Tepat menghantam batang pohon hanya sejengkal dari telinga kelinci. Binatang malang itu langsung kabur terbirit-birit.
“AH, GAGAL!” Rui memegangi kepala. “Padahal sudah gaya 90% profesional.”
Lan Mei ternganga. “Putri… Anda hampir membunuh kelinci imut itu…”
“Ya iyalah, kalau nggak mati, gimana mau jadi sate?!” Rui balik ngomel, lalu jongkok memeriksa batang pohon.
Tatapannya berubah serius. “Tapi bagus… aku masih bisa menembak dengan stabil. Kalau aku bisa latihan lebih banyak, aku bisa melindungi diri. Lan Mei, mulai hari ini kita resmi buka klub latihan rahasia di hutan!”
Lan Mei menepuk jidat lagi. “Ya Tuhan… klub apa lagi ini…”
---
Yang tak mereka sadari, jauh di balik pepohonan, ada sosok berpakaian hitam yang memperhatikan. Ia mata-mata istana, pengintai setia Kaisar Kegelapan.
Dengan mata melebar, ia bergumam pelan:
“Putri lemah yang katanya sakit-sakitan… ternyata bisa memegang busur dan hampir membunuh seekor kelinci dalam sekali tembak?! Ini… harus segera dilaporkan pada Yang Mulia Kaisar…”
Sosok itu melesat menghilang ke dalam bayangan, sementara Rui masih sibuk berlari mengejar kelinci lain sambil berteriak-teriak:
“Lan Mei, kalau berhasil tangkap, malam ini kita makan gulai kelinci!”
Lan Mei hanya bisa pasrah mengikuti tuannya yang kini lebih mirip pemburu kampung daripada seorang putri kekaisaran.
Bersambung