Hidup terkadang membawa kita ke persimpangan yang penuh duka dan kesulitan yang tak terduga. Keluarga yang dulu harmonis dan penuh tawa bisa saja terhempas oleh badai kesialan dan kehancuran. Dalam novel ringan ini kisah ralfa,seorang pemuda yang mendapatkan kesempatan luar biasa untuk memperbaiki masa lalu dan menyelamatkan keluarganya dari jurang kehancuran.
Berenkarnasi ke masa lalu bukanlah perkara mudah. Dengan segudang ingatan dari kehidupan sebelumnya, Arka bertekad mengubah jalannya takdir, menghadapi berbagai tantangan, dan membuka jalan baru demi keluarga yang dicintainya. Kisah ini menyentuh hati, penuh dengan perjuangan, pengorbanan, keberanian, dan harapan yang tak pernah padam.
Mari kita mulai perjalanan yang penuh inspirasi ini – sebuah cerita tentang kesempatan kedua, keajaiban keluarga, dan kekuatan untuk bangkit dari kehancuran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Michon 95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 : Mengubah Takdir
Siapakah itu sebenarnya...?"
Setelah makan, Ralfa pergi ke halaman depan rumah. Halaman itu cukup luas untuk memarkir mobil tamu yang datang ke rumah. Ralfa menghabiskan beberapa waktu untuk berjalan-jalan mengitari halaman, dan di tengah halaman ada pohon akasia yang cukup tinggi. Ralfa berjalan menghampiri pohon tersebut dan berkata, "Rasanya sudah lama aku tidak melihat pohon ini." Di dekat pohon itu ada sebuah kursi dan meja. Setelah itu, ia menoleh ke arah kanan dan melihat sebuah bangunan yang dindingnya bercat warna-warni dan dipenuhi gambar, tepat di samping rumahnya. Bangunan itu adalah sekolah TK. Saat Ralfa menoleh ke arah kiri, di pojokan tembok depan ada pos tempat security, dan ada seorang security yang berjaga.
Sayangnya, perjalanan Ralfa mengitari halaman tetap tidak bisa menjernihkan pikirannya serta memunculkan ide di kepalanya.
"Ah-Ha! Aku tahu masalahnya. Sepertinya aku membutuhkan sesuatu yang manis," teriaknya. "Pembantu! Bawakan aku biskuit dan buatkan aku minuman yang manis, ya?"
Akhirnya, Ralfa duduk di meja di bawah pohon akasia. Tidak lama setelah itu, seorang pelayan tua keluar membawa sepiring biskuit berisi krim stroberi. Melihat biskuit itu, matanya jadi tidak sabar ingin memakannya. Pelayan itu berkata, "Silakan, Tuan." Setelah menaruh biskuitnya, pembantu itu berteriak, "Viona, cepat bawakan hot chocolate-nya!" Mendengar itu, Ralfa jadi bersemangat dan tidak sabar ingin meminumnya.
Tak lama kemudian, seorang pelayan muda keluar membawa secangkir hot chocolate. Dari aromanya, Ralfa bisa mengenali bahwa coklat yang dipakai adalah coklat Belgia. Saat itu juga, dia teringat bahwa setelah kebangkrutan keluarganya, dia kehilangan kesempatan untuk menikmati minuman coklat lagi. Namun, saat hampir sampai, kaki pelayan itu tersandung dan kehilangan keseimbangan, menyebabkan dirinya jatuh dan minuman hot chocolate itu tumpah. Ralfa ternganga, kejadian bencana ini membuatnya terdiam.
"Ya ampun, Viona! Apa yang kamu lakukan?!" seru pelayan tua yang berada di dekatnya, bergegas mendekati Viona yang jatuh itu, membantunya berdiri dan bertanya, "Tamu, tidak apa-apa?" Viona mengangguk, dan pelayan tua itu berkata padanya, "Mohon maaf, Tuan Muda."
Butuh beberapa detik bagi Ralfa untuk tersadar dari kejadian membingungkan ini, dan dia pun tersenyum. "Gak papa, lain kali harus lebih berhati-hati ya." Pelayan muda itu berkata dengan nada gugup, "Baik, Tuan. Lain kali saya akan lebih berhati-hati, dan saya mohon maaf atas kejadian ini."
Biasanya, Ralfa akan meneriakkan ketidaksenangannya pada pelayan itu. Faktanya, jika itu Ralfa di masa lalu, dia mungkin akan marah. Namun, pengalaman di kehidupannya sebelumnya telah mengubah dirinya untuk menyampaikan kebaikan sedalam cangkir dan seluas piring. Dengan kata lain, dia sedang belajar sabar dan toleransi terhadap sesama manusia, serta memutuskan untuk melakukan segala sesuatunya dengan berpikir menggunakan akal sehat. Ini adalah proses menuju kedewasaan dari dirinya di masa lalu yang egois dan tidak peduli. Prosesnya mungkin cepat atau lambat, tetapi Ralfa terus melangkah maju dalam perjalanan menuju kedewasaan. Jadi, meskipun kejadian itu adalah malapetaka baginya, dia tetap berusaha tersenyum.
"Gak papa, jika kamu membuatkanku hot chocolate lagi, semuanya akan baik-baik saja," katanya untuk menenangkan suasana. Sebelum melangkah lebih jauh, dia bertanya, "Apa kamu yang di sana terluka?"
Dia bahkan memberikan perhatian pada pelayannya. Selain itu, dia berpikir tidak ada gunanya membuat keributan jika mereka bisa membuatkannya minuman lagi. "Saya sangat menyesal, tapi minuman itu dibuat dengan bubuk coklat terakhir, dan kita belum membeli persediaan lagi," jawab Viona dengan suara pelan.
"Kamu! Berlututlah sekarang!" Ralfa membentak, suaranya menggema di halaman yang tenang. Di hadapan kenyataan bahwa satu-satunya minuman hot chocolate-nya telah tumpah, toleransi Ralfa tidak bertahan lama. Apalagi, coklat panas adalah salah satu hal yang disukainya, terutama setelah bertahun-tahun dia tidak memiliknya.
"Kamu, apa yang kamu lakukan pada minuman ku?" tanyanya dengan nada marah.
"Ya!" Viona menjawab, ketakutan dan gemetaran saat Ralfa marah. Dia berlutut dan mendongak, memperlihatkan wajah seorang gadis yang beberapa tahun lebih tua dari Ralfa. Dia berusia pertengahan remaja, dengan rambut hitam panjang, kulit wajah bersih, dan mata yang membuat berkaca-kaca. Meskipun dia terlihat seperti rakyat jelata pada umumnya, kecantikannya adalah kecantikan biasa yang dimiliki gadis-gadis desa.
Saat melihat wajah gadis itu, sebuah ingatan muncul di benak Ralfa. Itu adalah salah satu kenangan dari hari terburuk dalam hidupnya—hari kebangkrutan keluarganya. Pada saat itu, dia dan keluarganya sedang berberes dengan barang-barang yang tersisa untuk pindah rumah yang jauh lebih kecil dan sederhana, terletak di pedesaan. Mereka berusaha tetap tegar dan tenang menunggu datangnya hari-hari yang sulit, yang tidak pernah mereka bayangkan.
Dua tahun telah berlalu sejak kebangkrutan itu, dan meskipun hidup mereka jauh dari kata nyaman, Viona tetap setia mengunjungi keluarga Ralfa. Dia adalah satu-satunya yang tidak menjauh, bahkan saat semua orang lain pergi. Viona sering membantu Ralfa dan keluarganya, menawarkan bantuan tanpa pamrih. Dia pernah menjenguk ayah Ralfa saat sakit, menunjukkan kepedulian yang tulus di saat-saat sulit.
Ralfa merasa berutang budi kepada Viona. Dia memutuskan untuk menjadikannya asisten pribadinya. Dengan ini, Viona mendapatkan kenaikan gaji, dan Ralfa berharap bisa memberikan kehidupan yang lebih baik untuknya. Hubungan mereka berkembang menjadi lebih dari sekadar atasan dan bawahan; mereka saling mendukung dalam masa-masa sulit.
Akhirnya , Ralfa memutuskan untuk mengunjungi perusahaan ayahnya yang bernama Ande Anugerah coorporation. Dia ingin menemui Rei, seorang manajer yang pernah membantu keluarganya. Rei adalah sosok yang selalu ada untuk keluarga Ralfa, bahkan setelah kebangkrutan. Ralfa berharap Rei dapat membantunya menyelesaikan berbagai masalah yang mengancam masa depan keluarganya.
Ketika Ralfa tiba di perusahaan, dia merasakan campuran rasa cemas dan harapan. Dia tahu bahwa Rei adalah orang yang tepat untuk membantunya. Setelah menunggu beberapa saat, Ralfa akhirnya dipanggil masuk ke ruang kerja Rei. Rei menyambutnya dengan senyuman hangat, dan Ralfa merasa sedikit lega.
"Ralfa, sudah lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?" tanya Rei.
"Baik, Rei. Tapi aku butuh bantuanmu. Keluargaku sedang menghadapi banyak masalah, dan aku tidak tahu harus berbuat apa," jawab Ralfa dengan nada putus asa.
Rei mendengarkan dengan seksama saat Ralfa menjelaskan situasinya. Dia memberikan beberapa saran dan menawarkan untuk membantu Ralfa mencari solusi. Ralfa merasa beruntung memiliki Rei di sisinya, dan dia bertekad untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.
Setelah berbincang-bincang dengan Rei, Ralfa merasa lebih tenang. Namun, ada beberapa hal yang masih mengganjal di pikirannya. Dia tahu bahwa perusahaan ayahnya tidak hanya menghadapi masalah keuangan, tetapi juga tantangan dari lingkungan sekitar. Ralfa memutuskan untuk langsung menanyakan hal-hal yang mengganggu pikirannya.
"Rei," Ralfa memulai, "aku ingin tahu tentang kondisi perusahaan saat ini. Bagaimana dengan proyek pembangunan gudang baru yang ayahku rencanakan? Aku mendengar bahwa ada masalah dengan kontraktor yang menangani proyek itu."
Rei mengangguk, wajahnya serius. "Ya, Ralfa. Proyek itu memang mengalami beberapa kendala. Kontraktor yang dipilih tidak memenuhi standar yang diharapkan. Banyak pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, dan aku khawatir jika dibiarkan, ini akan berdampak buruk pada reputasi perusahaan."
Mendengar penjelasan Rei, Ralfa merasa semakin khawatir. "Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Aku ingin agar kontraktor tersebut diganti dengan yang jauh lebih baik. Kita tidak bisa mengambil risiko lebih lanjut."
Rei mengangguk setuju. "Aku setuju. Kita perlu mencari kontraktor yang lebih berpengalaman dan memiliki rekam jejak yang baik. Aku bisa membantu mencarikan beberapa opsi yang lebih baik. Kita harus segera mengambil tindakan sebelum masalah ini semakin parah."
Ralfa merasa sedikit lega mendengar respons Rei. Namun, ada satu hal lagi yang mengganggu pikirannya. "Rei, bagaimana jika para penduduk sekitar melakukan pemberontakan? Aku khawatir mereka tidak akan menerima kehadiran perusahaan kami di sini, terutama setelah kebangkrutan keluargaku."
Rei menghela napas, tampak berpikir sejenak. "Itu adalah kemungkinan yang harus kita pertimbangkan. Kita perlu membangun hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar. Mungkin kita bisa mengadakan pertemuan dengan mereka, menjelaskan rencana kita, dan mendengarkan kekhawatiran mereka. Jika mereka merasa didengar dan dihargai, kemungkinan besar mereka akan lebih menerima kehadiran kita."
Ralfa mengangguk, merasa bahwa itu adalah langkah yang bijak. "Baik, kita harus segera merencanakannya. Aku ingin memastikan bahwa kita tidak hanya fokus pada keuntungan, tetapi juga pada keberlanjutan hubungan dengan masyarakat."
Rei tersenyum, terkesan dengan pemikiran Ralfa. "Kau sudah berpikir seperti seorang pemimpin, Ralfa. Ini adalah langkah yang tepat."
Sebelum meninggalkan kantor Rei, Ralfa teringat satu hal penting. "Rei, tolong sampaikan kepada ayahmu agar tetap menjaga reputasi baiknya. Kita tidak bisa salah berinvestasi lagi. Ini adalah kesempatan kedua bagi keluargaku, dan aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama."
Rei mengangguk dengan serius. "Aku akan memberitahunya. Kita semua ingin melihat perusahaan ini bangkit kembali, dan reputasi adalah segalanya. Kita akan bekerja sama untuk memastikan bahwa semua keputusan yang diambil adalah yang terbaik."
Dalam perjalanannya, Ralfa bertemu dengan beberapa anak kurang mampu namun berbakat. Mereka adalah anak-anak yang memiliki potensi luar biasa, tetapi terjebak dalam keadaan sulit. Ralfa melihat sesuatu yang istimewa dalam diri mereka dan memutuskan untuk memberikan beasiswa sekolah. Namun, ada syarat: setelah lulus, mereka harus mengabdi pada keluarga Ralfa, membantu menghidupkan kembali perusahaan yang terpuruk.
Ralfa tahu bahwa ini adalah langkah berani, tetapi dia percaya bahwa dengan dukungan yang tepat, mereka bisa mengubah nasib. Dia mulai mengumpulkan anak-anak tersebut dan menjelaskan rencananya. Mereka semua terlihat antusias dan bersemangat untuk belajar.
Ralfa menyadari bahwa setiap pengalaman, baik atau buruk, membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih baik. Dia belajar untuk bersikap sabar dan toleran, tidak hanya kepada Viona tetapi juga kepada orang-orang di sekitarnya. Dengan dukungan Viona dan anak-anak berbakat tersebut, Ralfa merasa optimis untuk menghadapi masa depan dan mengubah takdir keluarganya.
Dengan tekad yang kuat dan hati yang penuh harapan, Ralfa melangkah maju, siap menghadapi tantangan yang ada di depan. Dia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dia percaya bahwa dengan kerja keras dan ketulusan, mereka bisa mengubah hidup mereka menjadi lebih baik.
Saat Akhirnya Tiba di rumah ralfa menyuruh Viona beristirahat dan dia juga beristirahat di kamarnya dan saat dia membuka buku catatan hariannya dan membacanya dia melihat hampir semua tulisan peristiwa buruk dari kehidupan sebelumnya berusaha menjadi baik dan hanya menyisahkan sedikit lagi halaman yang masih sama dan itu akan terjadi 6 tahun lagi jadi ralfa berpikir "Akhirnya aku bisa hidup tenang untuk beberapa tahun kedepan,tapi aku juga harus tetap menjaga sikapku agar tetap baik dan tidak menimbulakan masalah yang lain" dan dia sangat merasa bahagia.
itulah yang dia pikirannya tapi dia tidak tau masalah lain yang akan menimpanya beberapa tahun kedepan walaupun dia mempertahankan Siap baiknya.