NovelToon NovelToon
Bidadari Pilihan Zayn

Bidadari Pilihan Zayn

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Hania

“Le, coba pikirkan sekali lagi.”

“Aku sudah mantap, Umi.”

Umi Shofia menghela nafas berkali-kali. Dia tak habis pikir dengan pilihan Zayn. Banyak santri yang baik, berakhlak, dan memiliki pengetahuan agama cukup. Tetapi mengapa justru yang dipilihnya Zara. Seorang gadis yang hobinya main tenis di sebelah pondok pesantren.

Pakaiannya terbuka. Belum lagi adabnya, membuatnya geleng-geleng kepala. Pernah sekali bola tenisnya masuk ke pesantren. Ia langsung lompat pagar. Bukannya permisi, dia malah berkata-kata yang tidak-tidak.Mengambil bolanya dengan santai tanpa peduli akan sekitar. Untung saja masuk di pondok putri.

Lha, kalau jatuhnya di pondok putra, bisa membuat santrinya bubar. Entah lari mendekat atau lari menghindar.

Bagaimana cara Zayn merayu uminya agar bisa menerima Zara sebagaimana adanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bola tenis untuk calon istri

“Adik cari bola tenis?” tanya Zayn dengan penuh perhatian.

“Iya Gus. Sepertinya bola tenisku terlempar ke sini,” jawab Zara dengan ekspresi polos tanpa beban.

“Oh...jadi yang buat berantakan ini, bola tenis adik ya,” gumam Zayn sambil manggut-manggut.

“Maaf Gus, nggak sengaja,” kata Zara dengan tawa yang renyah dan malu-malu. Membuat Zayn makin jatuh hati.

“Maaf, Saya bantu mencarikan, ya.”

“Tidak Gus, terima kasih.”

Dengan penuh ketelitian Zara mencari bola tenis miliknya. Dengan raket yang ia pegang, dia menyibak tempat-tempat yang sekiranya bola itu dapat bersembunyi. Dari rumput, tong sampah, bahkan got pun tak luput dari perhatiannya. Namun aneh, bola itu belum juga ia temukan.

Hanya tinggal satu tempat yang belum ia jamah. Yaitu mobil Gus Zayn dan sekitarnya. Antara ragu dan malu, dia menuju ke tempat tersebut.

Ia pun menyibak-nyibaknya rantang-rantang dan tepak-tepak yang telah dirapikan oleh para santri. Namun tidak ia temukan juga.

Ah, mungkinkah di bawah mobil?

Dengan posisi sedikit menungging, dia melihat keadaan yang ada di bawah mobil.

“Astaghfirullah al adzim,” para santri pun segera mengalihkan pandangannya. Mereka malu sendiri atas tindak-tanduk Zara yang bisa menggoda iman.

“Dasar Gus Zayn. Mau kenalan dengan calon bini saja,  sudah membuat kita pusing kepala !” gerutu Kemal.

Bagaimana tidak pusing, jika mereka dipaksa untuk menyaksikan seorang wanita dengan pakaian kurang bahan, mondar-mandir di sekitar mereka. Dan sekarang dalam posisi menungging lagi.

“Sudah ketemu?” tanya Zain yang melihat suasana sudah tidak kondusif lagi. Dia bisa merasakan kegundahan para santrinya. Kalau diterus-teruskan bisa berbahaya. Kasihan mereka.

“Belum Gus,” Jawab Zara dengan wajah ditekuk.

Gus Zayn selintas melihat ada bola yang nangkring di dekat kaca. Dia tersembunyi di antara kelambu dan kursi. Dia pun segera mengambilnya.

“Apakah ini bola tenismu?”

Dengan senyum yang mengembang dan wajah yang ceria, dia pun berkata,” Bener Gus, ini bola tenisku.”

Zara ingin segera mengambil bola tenis itu dari tangan Gus Zayn. Namun ketika tangannya hendak meraih bola tersebut, Gus Zayn segera menariknya.

“Maaf, bola ini tidak akan saya kembalikan. Karena dia telah membuat kekacauan.”

“Gus, jangan Gus. Bola ini bola terakhir yang aku punya. Bagaimana  aku akan latihan tenis jika tidak ada bola, padahal seminggu lagi aku mau tanding,” kata Zara dengan wajah sedih.

“Tidak bisa. Bola ini harus dihukum.”

“Lho Gus. Bola kok dihukum. Dia kan hanya benda.”

“Lalu siapa yang menanggung semua ini?” tanyanya serius memandang sisa-sisa nasi dan lauk pauk yang ada di sekitar mobilnya.

“Hehehe... Yang punya bola, Gus. Tapi aku kan nggak sengaja,” jawab Zara.

“Yaaaaa...tak apa-apa. Sebagai gantinya, kamu bekerja di restoran ku selama sehari saja. Bantu-bantu masak di dapur.”

Zara terkejut, mendengar penawaran Gus Zayn.

“Gus, aku nggak sengaja. Jangan hukum aku. Minggu depan aku harus bertanding. Aku harus banyak latihan nih,” jawab Zara dengan wajah ketakutan. Selain itu, dia tidak pernah tahu urusan dapur.

Gus Zayn tersenyum. Terlintas dalam pikirannya sebuah ide, agar dia selalu dapat bertemu dengan Zara.

“Begini saja. Bola ini boleh kamu pergunakan untuk latihan, tapi setelah latihan tolong kembalikan ke saya. Karena ini sudah jadi milik saya. Bagaimana?”

Zara terdiam. Kelihatannya itu adalah pilihan yang baik. Tapi....

“Baiklah Gus. Tapi aku malu Gus, kalau disuruh ke pesantren.”

“Malu kenapa?”

“Aku orang awam, Gus. Aku tidak punya baju yang panjang-panjang.”

“Oh gitu...Itu masalahmu. Yang penting kamu harus bertanggung jawab dengan semua yang kamu lakukan. Kekacauan ini akibat kelalaianmu. Kamu tahu nggak makanan ini untuk siapa. Ini untuk para ustad ustadzah di pesantren. Dengan kejadian ini dipastikan mereka tidak bisa makan siang. Atau mungkin makan siangnya tertunda entah sampai kapan. Mungkin sampai sore kali. Bagaimana menurutmu?...Aku rasa konsekuensi yang aku berikan padamu itu sudah sepadan dengan efek dari kelalaian mu.” Kata Zayn dengan sedikit berapi-api. Seolah-olah Dia sedang memarahi santrinya.

Zara tersentak dan tidak bisa berkata-kata lagi.

“Hiks...hiks... Baiklah. Gus. Setelah latihan, bola ini akan saya kembalikan,” kata Zara dengan wajah sedih.  

Gus Zayn tersenyum lalu mengembalikan bola tenis itu pada Zara.

“Oh ya siapa namamu?”

“Zara, Gus.”

“Baiklah Zara. Maafkan aku, jika tadi memarahimu.”

“Tidak apa-apa Gus. Memang saya yang salah.”

“Pergilah. Aku doakan kamu nanti menang dalam pertandingan. Tapi jangan lupa bolanya dikembalikan ya...”

“Aamiin...baik Gus.”

“Tahu kan mengembalikan kepada siapa?” Zayn khawatir kalau Zara akan salah orang.

“Tahu lah Gus. Jenengan kan putra kyai Munif. Gus Zayn. Saya tidak mungkin salah mengingat orang.”

Zahra tidak mungkin, tidak kenal dengan lelaki satu ini. Karena sering muncul di YouTube. Dan kebetulan dia sudah subscribe dengan video-videonya. Untuk belajar agamalah....

“Okelah kalau begitu, deal?” kata Zayn.

“Deal.”  

Zara segera berlari kembali ke lapangan untuk latihan, meninggalkan Zayn yang menatapnya dengan senyum mengembang penuh kebahagiaan. Dia tak berpaling sehingga bayangan Zara menghilang.

“Repot-repot...dekat ustaz Zayn. Bikin orang polos seperti saya ini jadi berdosa,” celetuk Kemal.

“Kemaaal... Dan yang lainnya. Ingat nanti habis maghrib, setoran hafalan 1 juz lunas,” ucap Zayn dengan mata melotot.

Mereka semua tersentak dan menatap Zayn dengan terheran-heran.

“Kenapa lihat-lihat, nggak terima?” ucap Zain dengan menaikkan intonasinya.

“Atau kalian mau tambah?”

“Nggak Gus...nggak Gus.”

Satu juz saja sudah bikin pusing apalagi lebih. Bisa-bisa tak sempat makan dan istirahat.

“Tahu kesalahan kalian apa?”

Mereka  terdiam dan menundukkan kepala. Tak ada yang berani menjawab. Kecuali Kemal.

“Yang jelas ustad lah... Pacaran di depan orang.”

“Kemaaal... Pacaran apa harus sembunyi-sembunyi. Itu namanya ikhtilat, nggak boleh tuh. Lagian ustad tadi itu hanya kenalan tidak pacaran. Paham!”

“Paling-paling ustad cemburu karena kita lihat nona Zara,”

“Hemmm... Jawaban kamu ada benarnya juga. 50% lah... Makanya ustadz hukum kalian. Bisa dimengerti,” kata Zayn yang tak ingin memperpanjang masalah.

“Mengerti, Tadz,” jawab Kemal mewakili teman-temannya.

Sebenarnya bukan itu pokok masalahnya. Tapi Zayn kecewa dengan sikap mereka, saat Zara menungging mencari bola di bawah mobil, mereka tidak segera menutup mata dengan tangan. Tapi justru mereka melotot menyaksikan itu.

Namun demikian Zayn tetap bangga pada santri-santrinya yang segera beristighfar dan memalingkan muka.

“Sudah, sekarang bereskan semua dan bawa semua ke pesantren.”

“Baik, Tadz.”

Kemal dan yang lainnya segera melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Zayn.

Adapun Sapri, dia minta untuk membeli satu set bola tenis yang nanti akan diperuntukkan untuk Zara dengan menggunakan mobilnya.

 Zayn pun membawa rantang yang terakhir ke pesantren. Dia akan menunggu Zahra selesai latihan tenis dan menyerahkan bola kepadanya.

Semoga saja dia tidak ingkar janji.

 Ternyata Zara adalah gadis yang baik. Dia memenuhi janjinya untuk menyerahkan bola tenis miliknya kepada Zayn.

Saat selesai mengajar di lantai 2, dia melihat gadis yang dia tunggu ada di pos pengamanan pondok, yang dijaga oleh satpam.

Terlihat ada perdebatan yang terjadi di antara mereka. Ya... Mana mungkin pak satpam mengizinkan Zara masuk ke pondok putra.

 Zein pun segera menyuruh salah seorang santri mengambil bola tenis yang ada di mejanya, untuk diberikan kepada Zara, dengan menukar bola tenis yang dibawa olehnya.

Sengaja dia tidak menemuinya. Agar tidak jadi masalah. Namun dia tetap memonitor semua kejadian dari lantai 2 pondok pesantren putra.

“Zayn, ayo cepat ini sudah malam. Kasihan keluarga Zara sudah menunggu.” Suara Umi Sofia membangunkan lamunannya.

“Ya Umi.”

 Zeyn segera menyimpan kembali bola tenisnya ke dalam kotak rahasia.

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Rian Moontero
mampiiiir🖐🤩🤸🤸
Titik Sofiah
awal yg menarik ya Thor moga konfliknya nggak trlalu berat dan nggak ada drama'' poligami.a ya Thor
hania: Beres kakak 😍
total 1 replies
hania
terimakasih kakak
❤️⃟Wᵃfℛᵉˣиᴀບͤғͫᴀͣⳑ🏴‍☠️ꪻ꛰͜⃟ዛ༉
bagus ceritanya seru kayaknya lanjut kak
hania: ok kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!