NovelToon NovelToon
Pernikahan Kontrak CEO Dingin

Pernikahan Kontrak CEO Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta setelah menikah / Nikah Kontrak / Romansa
Popularitas:9.3k
Nilai: 5
Nama Author: lala_syalala

Rania Kirana seorang penjual cilok berprinsip dari kontrakan sederhana, terpaksa menerima tawaran pernikahan kontrak dari Abimana Sanjaya seorang CEO S.T.G. Group yang dingin dan sangat logis.

Syarat Rania hanya satu jaminan perawatan ibunya yang sakit.

Abimana, yang ingin menghindari pernikahan yang diatur keluarganya dan ancaman bisnis, menjadikan Rania 'istri kontrak' dengan batasan ketat, terutama Pasal 7 yaitu tidak ada hubungan fisik atau emosional.

Bagaimana kelanjutannya yukkk Kepoin!!!!

FOLLOW ME :
IG : Lala_Syalala13
FB : Lala Syalala13
FN : Lala_Syalala

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lala_syalala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PKCD BAB 1_Tekad Baja

Pukul 04.30 pagi, ketika sebagian besar warga kota Jakarta masih terlelap dalam mimpi-mimpi hangat, aroma khas adonan biang, bawang putih goreng, dan sedikit wangi mint dari minyak angin, sudah memenuhi dapur kontrakan petak nomor 12.

Dapur itu sempit, hanya cukup untuk satu orang bergerak bebas, namun di sanalah, setiap hari, roda kehidupan seorang gadis bernama Rania Kirana mulai berputar.

Gadis yang biasa dipanggil Rania, baru berusia dua puluh tiga tahun, tetapi punggungnya sudah mengenal betul lengkungan lelah.

Ia bukan lelah karena tidur kurang, melainkan lelah dari beban hidup yang ia pikul sejak ayahnya meninggal setahun lalu.

Beban itu berbentuk biaya sewa kontrakan yang selalu naik, pengobatan rutin sang ibu yang mengidap asam urat parah, dan yang paling berat, janji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah meminta belas kasihan.

Rania sedang berdiri di depan kompor gas dua tungku yang salah satu kenopnya sudah longgar.

Tangannya yang ramping namun kuat sedang sibuk mengaduk wajan besar berisi adonan cilok yang baru matang.

Uap panas mengepul, membasahi wajahnya, namun matanya yang gelap dan bersinar tetap fokus.

Di sebelahnya, sudah berjejer rapi sekitar lima puluh tusuk sate telur puyuh bumbu pedas manis, lauk tambahan andalannya untuk menarik perhatian pelanggan warung kopi tempat ia biasa menitipkan dagangannya.

"Pelan-pelan, Nak. Nanti tanganmu melepuh lagi," suara serak ibunya, Bu Rahmi, terdengar dari balik tirai usang yang memisahkan dapur dengan ruang tidur.

Rania tersenyum, senyum tipis yang jarang sekali mencapai matanya, namun penuh ketulusan.

"Aman, Bu. Rania sudah hafal betul suhu wajan ini. Ibu tiduran saja lagi. Masih dingin di luar."

Bu Rahmi hanya mendesah pelan. Ia tahu betul sifat keras kepala anaknya. Rania tidak pernah mau diperlakukan seperti anak kecil.

Sejak ayahnya tiada, Rania adalah tiang utama keluarga, dan ia menjalankan perannya dengan keuletan yang luar biasa.

Pendidikan formal Rania hanya sampai lulusan SMK Tata Boga, namun di mata Bu Rahmi, Rania adalah sarjana kehidupan yang sudah lulus dengan predikat terbaik.

Sambil menunggu ciloknya dingin, Rania mulai menyiapkan wadah-wadah plastik, menimbang setiap porsi dengan timbangan digital kecil yang ia beli bekas.

Prinsipnya yaitu kejujuran adalah modal utama.

Ia tidak pernah mengurangi takaran, meski kadang itu berarti labanya sedikit terpangkas. Rania percaya, rezeki yang berkah jauh lebih penting daripada uang banyak yang didapat dengan cara curang.

Pagi itu, seperti pagi-pagi lainnya, Rania mengenakan kaus oblong berwarna abu-abu yang sudah agak pudar dan celana panjang training yang nyaman.

Rambut hitam legamnya yang panjang ia ikat tinggi-tinggi, memperlihatkan garis rahangnya yang tegas dan leher jenjangnya.

Ia bukan gadis yang gemar berdandan, bedak dan lipstik adalah barang mewah yang hanya ia sentuh saat menghadiri undangan pernikahan tetangga.

Kecantikannya alami, terpancar dari sorot mata yang jujur dan gerakan tubuh yang lincah dan bersemangat.

Tepat pukul 06.00, semua dagangan sudah terbungkus rapi dalam tiga keranjang anyaman bambu yang dialasi kain batik tua.

Keranjang-keranjang itu berat, totalnya mungkin mencapai lima belas kilogram, tetapi Rania mengangkatnya tanpa mengeluh.

Ia menyampirkan keranjang pertama ke lengan kirinya, keranjang kedua ia peluk di dada, dan keranjang ketiga ia angkat dengan tangan kanan.

Itu adalah teknik menyeimbangkan beban yang ia pelajari dari seorang penjual jamu keliling.

"Rania berangkat dulu ya, Bu. Obat Ibu jangan lupa diminum setelah sarapan bubur yang sudah Rania siapkan," pamitnya, mencium punggung tangan ibunya dengan lembut.

"Hati-hati, Nak. Jangan ngebut-ngebut bawa gerobaknya," Bu Rahmi selalu mengingatkannya, meski Rania tidak membawa gerobak, melainkan berjalan kaki.

Itu hanya cara Bu Rahmi menutupi kekhawatiran melihat anaknya harus berjuang sekeras itu.

Rania melangkahkan kaki keluar dari kontrakan petak, langsung disambut udara pagi yang masih sedikit lembap dan sejuk.

Gang sempit di kawasan padat Karet Kuningan itu sudah mulai ramai oleh aktivitas penghuni lain motor yang dihidupkan, suara radio dari warung kopi, dan celotehan anak-anak yang bersiap ke sekolah.

Rania menyapa beberapa tetangga dengan senyum ramah, meski tangannya terasa tertekan oleh beban keranjang.

Tujuannya pagi ini adalah Warung Kopi Bang Jaelani, yang terletak sekitar dua kilometer dari kontrakannya.

Warung itu adalah lokasi strategis, dekat dengan terminal bus kecil dan beberapa perkantoran kecil.

Bang Jaelani, pemilik warung, adalah orang baik hati yang mengizinkan Rania menitipkan dagangannya tanpa memungut biaya sewa tempat, cukup berbagi sedikit keuntungan.

Perjalanan dua kilometer dengan tiga keranjang berat itu adalah rutinitas yang menguji ketahanan fisik dan mental Rania.

Setiap langkah di atas aspal retak dan becek adalah pengingat akan statusnya. Ia miskin, bukan karena malas, tetapi karena keadaan.

Namun, kemiskinan itu tidak pernah berhasil merampas harga dirinya. Sebaliknya, ia menjadikannya cambuk untuk terus bergerak maju.

Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan Santi, tetangganya yang sebaya, yang pagi itu baru pulang dari sebuah kelab malam.

Santi berpakaian mencolok, dengan gincu merah menyala dan tas tangan bermerek palsu.

"Wah, Rania! Sudah seperti kuli angkut saja kau pagi-pagi begini," seru Santi dengan nada mengejek yang tak terhindarkan.

Rania hanya tersenyum sopan. "Iya, San. Sedang mencari rezeki yang halal, agar berkah."

"Rezeki halal, ya? Kapan kayanya kalau cuma jual cilok? Coba kau ikut aku, semalam saja, uang yang kau dapat bisa untuk bayar sewa kontrakan dua bulan," bisik Santi, matanya melirik nakal.

Senyum Rania langsung memudar. Ia menatap Santi dengan mata yang tajam, penuh ketegasan yang tak bisa dibantah.

"Terima kasih atas tawarannya, Santi. Tapi rezeki itu bukan hanya soal seberapa banyak uang yang didapat, melainkan seberapa tenang hati saat menerimanya. Aku lebih suka tidur nyenyak dengan uang hasil jualanku, daripada tidur gelisah karena menukar harga diri dengan kemewahan sementara. Permisi, aku buru-buru."

Rania segera mempercepat langkahnya, meninggalkan Santi yang terdiam dengan wajah sedikit memerah.

Ketegasan dan integritas adalah dua hal yang ia genggam erat. Ia mungkin miskin harta, tetapi ia kaya akan prinsip.

Tiba di Warung Kopi Bang Jaelani, Rania langsung disambut ramah oleh Bang Jaelani yang sedang menyeduh kopi.

"Pagi, Rania. Sudah siap tempur lagi, Neng? Aduh, berat banget itu, Nak. Kenapa tidak minta tolong pemuda di gang sebelah saja?" sapa Bang Jaelani.

"Pagi, Bang Jaelani. Tidak apa-apa, Bang. Latihan biar ototnya kuat," jawab Rania sambil meletakkan semua keranjang itu di atas meja kayu panjang.

Napasnya terengah, tetapi ia segera menegakkan punggung.

Rania menghabiskan waktu setengah jam untuk menata semua dagangannya cilok di etalase kaca kecil, sate telur di piring, dan beberapa bungkus nasi uduk yang ia titipkan juga.

Setelah semua tertata rapi, ia duduk sebentar di bangku kayu, mengambil napas, dan meminum sisa air putih dari botolnya.

.

.

Cerita Belum Selesai.....

1
Sweet Girl
Naaaah, bahagia Ndak...???
Sweet Girl
Bukannya di lantai 45 ya...🤔
Sweet Girl
Emang kenapa...???
Sweet Girl
Taktik apa tiktok...
Sweet Girl
Emang njaluk di cabut gigine, Bu Wati ini ya...
Sweet Girl
Bwahahaha sing gak betah itu saat jadi tetangga mu, Bu Wati...
ayak ayak wae...
Sweet Girl
👏👏👏👏👏👏👏
Ariany Sudjana
puji Tuhan, Rania dan Abimana sudah bisa saling menerima, tetap jadi pribadi yang jujur dan berintegritas Rania
Sweet Girl
Meyakinkan dengan pelanggaran Pasal 7.
Sweet Girl
Lho lho lho ... Pelanggan Pasal 7 ini...🤪
Sweet Girl
Formal banget deh...
Lusi Hariyani
nah gitu dong adem...sm2 cinta tp gengsi
Sweet Girl
Good job...
Sweet Girl
Menggigil 🤣
Sweet Girl
Aamiin
Sweet Girl
Good, harus ada perlindungan
Sweet Girl
Demi Ibu, kendurkan sedikit idealisme mu Ran...
Mar lina
akhirnya Abi mencurahkan isi Hatinya ke Rania, cinta Rania tidak bertepuk sebelah tangan... lanjut Thor ceritanya
di tunggu updatenya
Sweet Girl
Otor tau, klo kamu lagi sangat butuh²nya Ran...
Sweet Girl
Ndak usah terkejut Bu Wati... anda memang sesekali mesti di pertegas.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!