NovelToon NovelToon
KEHUDUPAN KEDUA

KEHUDUPAN KEDUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Junot Slengean Scd

Seorang kultivator legendaris berjuluk pendekar suci, penguasa puncak dunia kultivasi, tewas di usia senja karena dikhianati oleh dunia yang dulu ia selamatkan. Di masa lalunya, ia menemukan Kitab Kuno Sembilan Surga, kitab tertinggi yang berisi teknik, jurus, dan sembilan artefak dewa yang mampu mengguncang dunia kultivasi.
Ketika ia dihabisi oleh gabungan para sekte dan klan besar, ia menghancurkan kitab itu agar tak jatuh ke tangan siapapun. Namun kesadarannya tidak lenyap ,ia terlahir kembali di tubuh bocah 16 tahun bernama Xiau Chen, yang cacat karena dantian dan akar rohnya dihancurkan oleh keluarganya sendiri..
Kini, Xiau Chen bukan hanya membawa seluruh ingatan dan teknik kehidupan sebelumnya, tapi juga rahasia Kitab Kuno Sembilan Surga yang kini terukir di dalam ingatannya..
Dunia telah berubah, sekte-sekte baru bangkit, dan rahasia masa lalunya mulai menguak satu per satu...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Junot Slengean Scd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB.1 AWAL KEBANGKITAN

Langit malam bergemuruh, seolah langit dan bumi menangis bersamaan.

Puncak Gunung Jiwa, langit diselimuti badai qi yang mengamuk, membelah langit menjadi dua warna: merah darah dan ungu tua. Di tengah pusaran itu, berdiri seorang pria tua berjubah putih dengan rambut perak panjang yang terurai hingga ke pinggang. Wajahnya penuh luka, namun matanya tetap tajam berkilau seperti giok di bawah sinar rembulan.

Dialah Xiau Chen, legenda hidup dunia kultivasi.

Dahulu, ketika dunia masih muda dan penuh darah, ia dikenal sebagai Pendekar Berwajah Giok—pemuda tampan yang menaklukkan ratusan sekte, jenius yang mencapai ranah Dewa Puncak di usia tiga puluh. Namun waktu menggerogoti semua hal, dan kini, setelah ratusan tahun, ia dikenal sebagai Pendekar Suci, sosok yang ditakuti sekaligus dihormati oleh seluruh penjuru benua.

Namun malam ini...

Seluruh dunia datang untuk membunuhnya.

Ratusan ribu kultivator mengepung gunung itu. Aura mereka memenuhi langit, membentuk lautan cahaya yang tak berujung. Dari atas awan, lima Patriark besar memandang Xiau Chen dengan mata yang penuh kebencian sekaligus ketakutan.

“Xiau Chen!” teriak Patriark Sekte Langit Perak. “Kau sudah tua! Kitab itu tidak pantas berada di tanganmu lagi! Serahkan Kitab Kuno Sembilan Surga, atau dunia ini akan menelanmu hidup-hidup!”

Xiau Chen berdiri diam.

Sisa-sisa qi-nya melayang lembut di sekitarnya, meski tubuhnya telah rapuh. Ia menatap ratusan musuh di hadapannya dan menghela napas panjang.

“Menelan aku hidup-hidup?” katanya pelan, suaranya tenang tapi mengguncang jiwa. “Bukankah dulu aku yang menelan dunia ini untuk melindungi kalian?”

Patriark lain, berjubah merah darah, maju dengan wajah dingin.

“Kau melindungi dunia? Tidak, Xiau Chen! Kau menipu dunia! Kau menyimpan kitab itu untuk dirimu sendiri, agar tak seorang pun bisa melampauimu!”

Xiau Chen tertawa. Tawa serak yang mengandung kesedihan.

“Jika aku ingin keabadian, aku sudah mencapainya ratusan tahun lalu. Tapi aku tahu—kekuatan sejati bukan untuk dimiliki, melainkan dijaga.”

Ia mengangkat tangan kanannya.

Di telapak tangannya muncul sebuah kitab tua, berwarna perak kehijauan. Setiap lembarnya bergetar pelan, memancarkan aura ilahi. Kitab itu seolah hidup, dan setiap getarannya membuat langit bergetar hebat.

“Kitab Kuno Sembilan Surga...” bisik para kultivator serempak.

“Legenda itu benar adanya…”

Xiau Chen memandangi kitab itu dengan tatapan lembut. “Kau telah bersamaku selama hidupku. Namun kini, bahkan aku pun harus melepaskanmu.”

Para Patriark mulai bergerak. Formasi spiritual besar muncul di langit, memancarkan ribuan simbol bercahaya. Jurus tingkat dewa siap dilepaskan. Namun Xiau Chen hanya berdiri tenang.

“Dulu, aku dikenal sebagai Pendekar Berwajah Giok,” ucapnya perlahan, suaranya melayang di antara badai qi. “Tampan, muda, dan angkuh. Aku pikir dunia ini bisa kutundukkan dengan kekuatanku. Tapi seiring waktu, aku belajar... bahkan keabadian pun tidak kekal.”

Ia menutup matanya. Setetes air jatuh dari langit. Hujan pertama sejak seratus tahun terakhir.

“Aku, Pendekar Suci Xiau Chen,” katanya lirih, “memilih mengakhiri segalanya di sini.”

Tangannya bergetar, lalu mengerahkan sisa tenaga terakhirnya.

Kitab Kuno bersinar terang—terlalu terang hingga mata siapa pun tak sanggup menatapnya. Dalam sekejap, langit pecah, gunung runtuh, dan aura keabadian meledak seperti samudra qi yang menelan segalanya.

“Teknik Pemusnah Langit — Hancurnya Kitab Sembilan Surga!”

Ledakan dahsyat mengguncang sembilan negeri.

Patriark yang berdiri di atas awan menjerit, formasi mereka runtuh, dan ratusan ribu kultivator lenyap menjadi debu.

Dalam ledakan itu, tubuh Xiau Chen perlahan hancur menjadi butiran cahaya.

Namun di tengah kehancuran, ia berbisik pelan:

“Jika dunia ini ingin menghancurkan kedamaian yang telah kubangun… biarlah aku lahir kembali, untuk memperbaikinya sekali lagi.”

Cahaya menelan segalanya.

Dan sunyi pun jatuh.

Ketika Xiau Chen membuka mata, ia merasakan dingin menusuk tulang.

Bukan lagi puncak gunung, bukan langit yang terbakar, melainkan atap kayu lapuk dan bau tanah lembab. Tubuhnya terasa ringan, tapi aneh. Ia menatap tangannya—kulit muda, halus, tapi penuh luka kecil.

Di sudut ruangan, genangan darah mengering.

“Dimana… aku?” gumamnya.

Lalu, suara asing bergema di dalam pikirannya.

“Selamat datang kembali, Pendekar Berwajah Giok.”

Xiau Chen terdiam. Nama itu…

Sudah berabad-abad tak ia dengar.

Serentetan ingatan asing menyeruak ke dalam pikirannya—seorang bocah 16 tahun bernama Xiau Chen juga, keturunan jauh dari keluarga kecil di lembah selatan. Bocah ini cacat, karena dantian dan akar rohnya dihancurkan oleh keluarganya sendiri akibat perebutan warisan sekte kecil.

‘Jadi ini tubuh baruku...’ pikirnya. ‘Tubuh seorang yang dibuang dan dianggap sampah.’

Ia mencoba mengalirkan qi… tapi tak ada apa-apa.

Kosong.

Tubuh ini tak memiliki akar roh, bahkan jalur meridiannya rusak parah.

Namun ketika ia hampir kehilangan harapan, cahaya lembut muncul di antara alisnya.

Simbol perak melayang, dan dari dalam jiwanya, suara lembut terdengar lagi.

“Kitab Kuno Sembilan Surga tidak hancur. Aku... kini adalah bagian dari jiwamu.”

Mata Xiau Chen melebar.

“Kitab itu… hidup?”

“Kau menghancurkan bentuk fisikku, tapi bukan esensi jiwaku. Kini, aku terikat padamu. Kau dan aku satu.”

Xiau Chen menarik napas panjang.

Jadi bahkan setelah kehancuran, kitab itu memilih bereinkarnasi bersamanya.

“Langit memang memiliki caranya sendiri,” katanya perlahan.

Ia menatap ke langit-langit reyot, bibirnya tersenyum tipis. “Baiklah. Kalau begitu, mari kita mulai lagi... dari bawah.”

Namun sebelum ia sempat berdiri, pintu kayu tua berderit terbuka.

Seorang pemuda berwajah sombong masuk dengan membawa cambuk spiritual di tangannya.

“Kau masih hidup rupanya, Xiau Chen,” katanya dengan nada jijik. “Ayah menyuruhku memastikan jasadmu sudah dingin. Tapi ternyata kau bandel juga.”

Xiau Chen menatapnya tanpa emosi. Dalam ingatan tubuh ini, ia mengenali wajah itu — Xiau Ren, sepupunya, orang yang menghancurkan dantian tubuh ini dengan tangannya sendiri.

“Kau datang untuk membunuhku?” tanya Xiau Chen tenang.

Xiau Ren tertawa mengejek. “Membunuhmu? Tak perlu. Kau sudah setengah mati sendiri. Aku hanya ingin memastikan kau tak punya kesempatan untuk hidup lagi.”

Ia melangkah maju, mengayunkan cambuknya. Suara breet! menggema di udara, meninggalkan bekas merah di tanah.

Namun sebelum cambuk itu menyentuh wajah Xiau Chen, sesuatu yang tak terlihat bergerak.

Angin dingin berhembus.

Xiau Ren terpaku. Seluruh tubuhnya kaku, cambuk berhenti di udara.

Xiau Chen mengangkat tatapannya. Mata yang tadinya tampak lemah kini bersinar lembut, tapi di balik itu tersimpan tekanan spiritual yang luar biasa.

“Berani sekali kau mengangkat tangan pada aku, Pendekar Suci,” bisiknya pelan.

Tekanan qi yang tak terlihat menekan seluruh ruangan.

Xiau Ren terlempar ke belakang, menabrak dinding dan memuntahkan darah.

“A-Apa yang... kau... lakukan?”

Wajahnya pucat pasi.

Xiau Chen tersenyum tipis.

“Sedikit peringatan. Anggap saja hadiah dari masa lalumu.”

Ia melangkah pelan, menatap bocah yang tergeletak di tanah dengan tatapan yang dulu membuat Patriark gemetar. “Jika dunia ini pernah menyebutku legenda... maka dunia yang sama akan kembali menyebut namaku.”

Xiau Ren merangkak keluar ketakutan, meninggalkan ruangan dalam diam.

Begitu hening kembali, Xiau Chen jatuh berlutut.

Tubuh mudanya gemetar, keringat dingin membasahi seluruh punggungnya.

“Teknik tekanan jiwa... dalam tubuh selemah ini hampir membunuhku,” gumamnya pelan. “Aku butuh kekuatan untuk memulihkan dantian yang hancur.”

Kitab di dalam jiwanya bergetar, memunculkan bayangan naga raksasa dari cahaya.

“Ada satu cara... Darah Naga Purba di gunung barat. Hanya itu yang bisa menyalakan kembali akar rohmu.”

“Darah naga...” ucap Xiau Chen pelan.

Senyumnya perlahan muncul kembali, senyum tenang yang dulu membuat langit gentar.

“Langit memberiku tubuh lemah, tapi memberiku kesempatan kedua. Baiklah... aku akan menggunakannya dengan sebaik-baiknya.”

Ia memandang ke luar jendela. Fajar mulai merekah.

Cahaya pagi menembus celah atap kayu, jatuh di wajah mudanya yang kini memancarkan tekad.

“Pendekar Berwajah Giok telah mati...” katanya perlahan, “tapi Pendekar Suci akan lahir kembali.”

Dan di langit jauh di atas sana, kilatan cahaya perak melintas di antara awan—pertanda bahwa sang legenda, Xiau Chen, telah kembali,...

1
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Bagus... walau dulu sektemu hancurkan saja kalau menyembah Iblis
Nanik S
Xiau Chen... hancurkan Mo Tian si Iblis pemanen Jiwa
Nanik S
Lebih baik berlatih mulai Nol lagi dan tidak usah kembali ke Klan
Nanik S
Hadir 🙏🙏
Girindradana
tingkatan kultivasinya,,,,,,,
Rendy Budiyanto
menarik ceritanya min lnjutin kelanjutanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!