NovelToon NovelToon
LUPIN : Atlantis Crown Theft

LUPIN : Atlantis Crown Theft

Status: tamat
Genre:Kriminal dan Bidadari / Misteri / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Action / TKP / Light Novel / Tamat
Popularitas:443
Nilai: 5
Nama Author: Miss Anonimity

Sebuah kota yang ditimpa tragedi. Seseorang baru saja membakar habis gedung pengadilan di Withechaple, Inggris. Beruntung tidak ada korban jiwa.

Seorang detektif hebat ditugaskan menangkap sang pencuri Lupin. Waktu yang dimiliki Wang yi semakin terbuang sia-sia. Semakin ia merasa bisa menangkap pencuri Lupin, semakin ia terjebak dalam permainan menyebalkan yang dibuat oleh musuh. Beruntungnya gadis cantik bernama Freya, yang bekerja menyajikan bir untuk para polisi di kedai setempat selalu memberinya motifasi yang unik.

Selama beberapa Minggu, Wang yi menyusun rencana untuk menangkap sang Lupin. Hingga sebuah tugas melindungi mahkota Atlantis tiba di kota itu. Wang yi akhirnya berhasil mengetahui siapa sosok sang Lupin. Namun, ketika sosok itu menunjukan wajahnya, sebuah rahasia gelap ikut terkuak.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 1 : Saksi Sunyi dan Api

Pada saat kepulan asap pertama membubung ke langit malam, si pelaku pembakaran sudah melarikan diri. Jalanan sepi. Cahaya kuning redup memancar dari gedung pengadilan itu, tidak cukup terang untuk menantang cahaya bulan atau lampu neon yang menandakan bir di kedai minum di seberang jalan.

Asap semakin pekat. Namun, ketika ada mobil yang melaju lewat, kepulan asap yang bergulung-gulung pekat dan marah itu hanya membuat mobil itu melesat lebih cepat. Tidak lama kemudian, lidah api berwarna jingga mulai ter-lihat di atap gedung, menggantikan asap tadi. Kini, apinya begitu menyilaukan sampai mata seseorang tidak bisa lagi membedakan antara warna abu-abu gelap dan hitamnya langit. Orang-orang bermunculan tepat ketika jendela-jendela meledak, secara beruntun, dalam serangkaian letupan kering. Lidah api menjalar keluar dari setiap jendela, meliuk-liuk gila ke arah kerumunan orang.

Sirene meraung-raung, tetapi tidak seorang pun bisa mendengarnya. Suara api mengalahkan segalanya, menggeram rendah dan ringan, seperti geraman peringatan kucing. Dua gadis keluar dari kedai minum, terlambat bergabung dengan keriuhan yang sedang berlangsung. Salah satu dari gadis itu berlari ke arah api, sambil bertanya apakah ada orang di dalam sana, apakah ada yang melihat sesuatu. Gadis yang satu lagi berdiri diam, bahunya tegang, dan sebelah tangannya membekap mulut.

Ketika para petugas pemadam kebakaran muncul, jalanan yang terang benderang itu terlihat seperti siang hari. Kerumunan orang melangkah mundur, orang-orang yang berdiri paling dekat dengan api bersimbah keringat. Mata semua orang berkaca-kaca Mungkin akibat asap yang mengepul di udara, tapi beruntungnya tidak akan ada yang berduka. Karena saat kebakaran terjadi, gedung pengadilan itu kosong.

...***...

"Ayolah, Mr. Steve. Kau tahu aku benci tim itu. Ya, kau bisa bilang begitu." Riley tertawa kecil sambil menatap layar ponselnya. Suaranya memantul di ruang kosong yang remang.

Tangan kirinya memegang telepon, sementara tangan kanan mengarahkan senter ke setiap sudut museum. Balok cahaya memantul di kaca display, melewati patung-patung batu yang menatap kosong ke arahnya. Seharusnya malam ini dia duduk di sofa rumah, menonton pacuan kuda favoritnya, segelas bir dingin di tangan. Tapi kenyataannya, dia harus mondar-mandir di antara lorong dingin Museum Whitechapel, menghitung menit menuju pagi.

"Ya, kita bicara lagi nanti." Ucapnya menutup sambungan. Sunyi kembali merayap masuk, hanya terdengar dengung pendingin udara. Riley menghela napas, bahunya sedikit merosot. "Malam yang sial bagiku," gumamnya, sebelum melangkah ke ruang berikutnya.

Langkah Riley bergema di lorong sempit, memantul di kaca-kaca display yang berjejer seperti saksi bisu. Senter di tangannya bergerak lambat, menyapu barisan artefak topeng kayu dari Afrika Barat, senjata perunggu yang berkarat, dan sebuah guci besar dengan ukiran naga yang tampak hidup di bawah cahaya. Ia berhenti sejenak di depan patung Mesir setinggi bahunya. Mata batu patung itu menatap lurus, dingin, seolah mengikuti gerakan siapa pun yang berani mendekat. Riley mengedipkan mata, lalu berpaling cepat. Pekerjaan ini sudah cukup membuatnya jenuh, tidak perlu ditambah pikiran aneh-aneh.

Di ujung lorong, terdengar suara samar—seperti benda kecil jatuh di lantai. Riley memutar tubuh, sorot senternya memotong kegelapan. Tidak ada apa-apa, hanya lorong panjang yang kembali hening. Ia menarik napas, lalu melangkah lagi. Tapi kali ini, telinganya menangkap suara lain. Bukan benda jatuh. Lebih mirip napas—pelan, berat, dan terlalu dekat untuk diabaikan.

"Aku harap wali kota menaikan gajiku bulan ini, atau setidaknya memberiku rekan di tempat pengap ini." Riley kembali menggerutu, mencoba mengalihkan pikirannya dari hal-hal aneh. Namun, tepat saat ia berbelok ke lorong artefak perhiasan kuno, senter di tangannya menangkap sesuatu yang tidak seharusnya ada—sebuah bayangan bergerak di belakang vitrin kaca. Bukan pantulan dirinya. Bayangan itu melintas cepat, seperti tarikan kain hitam yang licin.

Dari balik patung batu, seseorang melangkah keluar. Tubuhnya tegap, berselimut mantel panjang berwarna gelap. Topi fedora menutupi sebagian wajah yang juga memakai topeng Phantom, tapi sinar senter menangkap seulas senyum miring. Di lehernya tergantung tali tipis yang terhubung ke sebuah kait besi kecil—peralatan panjat.

"Siapa kau?"

"Panggil aku...Lupin." Ujarnya. Suaranya terdengar jelas sebagai seorang perempuan. Riley mengetahui nama itu seperti mengutuk. Kisahnya terkenal di koran, pencuri elegan yang menghilang sebelum polisi sempat mengedipkan mata.

Sang Lupin menunduk sedikit, seolah memberi salam. "Penjaga malam, ya? Aku harap kau tidak keberatan aku… meminjam sedikit koleksi," ucapnya ringan, suaranya seperti orang yang sedang mengajak minum teh.

Riley menegakkan tubuhnya, senter terangkat sejajar mata. "Kau di tempat yang salah." Ucapnya sambil menodongkan pistol yang dia ambil dari saku samping.

"Tidak," Lupin tersenyum lebih lebar, matanya berkilat di bawah bayangan topi. "Aku berada di tempat yang tepat… di waktu yang sempurna."

Di saat Riley bergerak maju, lampu lorong tiba-tiba meredup. Bunyi klik halus terdengar—dan ketika cahaya kembali, Lupin sudah tidak berdiri di sana. Hanya tersisa pintu vitrin terbuka, dan sebuah kalung permata yang menghilang dari dudukannya.

...***...

Mobil Jeep berwarna hitam berhenti di tugu peringatan di depan gedung pengadilan yang terbakar semalam. Saat pintu mobil terbuka, seorang pria tinggi berdiri dengan sikap santai, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Ia mengenakan setelan jas hitam yang dipadukan dengan kemeja putih rapi dan dasi hitam bergambar emblem di tengahnya.

Di atas jasnya, terdapat harness hitam yang memberikan kesan taktis dan modern. Rambutnya hitam dengan potongan rapi namun sedikit berantakan di bagian atas, memberikan kesan stylish namun tetap maskulin. Wajahnya tegas dengan rahang yang tegas, alis tebal, dan mata tajam yang memancarkan karisma tenang.

Pria itu mengigit sebatang rokok, menyalakan pemantik, mengirup kuat-kuat, lalu asap dari mulutnya terbang ke udara. Cahaya matahari membuat rambut hitamnya mengkilap. Ia bersandar pada jeep hitam miliknya, sambil memperhatikan gedung pengadilan yang menjadi korban dari tangan-tangan nakal yang membakarnya.

Asap rokok tipis menari di udara, terbawa angin pagi yang sudah panas. Pria itu tidak terburu-buru, matanya memandangi setiap sudut gedung yang hangus—jendela pecah, tiang-tiang penyangga gosong, dan sisa-sisa papan nama yang nyaris runtuh. Ada sesuatu di tatapannya, semacam pengukuran dingin, seperti sedang menilai hasil kerja seseorang… atau mungkin mencari celah yang tertinggal. Dari balik asap, ia menunduk sebentar, menginjak puntung rokok, lalu melangkah ke arah garis polisi yang melingkari bangunan. Sepatu kulitnya berdecit di atas aspal retak. Petugas di pintu pagar mengangkat tangan, siap menghentikannya, tapi berhenti begitu melihat kartu identitas hitam yang dikeluarkannya—tidak ada kata-kata, hanya tatapan singkat.

Begitu berada di dalam, pria itu mengedarkan pandangan, memperhatikan coretan arang di dinding yang tersisa, tumpukan berkas yang hangus, dan bau menyengat campuran asap dan plastik terbakar. Di tengah ruangan utama, bekas podium hakim masih berdiri, setengah runtuh. Ia berjongkok, menyentuh salah satu bekas jejak sepatu di lantai berdebu, lalu tersenyum samar—senyum yang sama sekali tidak hangat. Dari saku jasnya, ia mengeluarkan ponsel, mengetik pesan singkat.

Ponsel dikembalikan ke saku. Pria itu berdiri, menepuk-nepuk debu dari lutut celananya, lalu berjalan menuju pintu samping yang hampir tertutup puing. Sebelum melangkah keluar, ia berhenti sejenak, menatap kembali ke arah puing-puing itu, seolah mencoba menghafalkan setiap detail. Di kejauhan, suara sirene terdengar mendekat. Pria itu tidak berniat pergi. Ia mungkin menunggu seseorang, kenalan lama—mungkin.

Sebuah mobil polisi berhenti di depan bangunan pengadilan, seorang pria yang sudah cukup berumur keluar dari dalam mobil. Wajahnya menatap ramah pada pria muda itu. Langkahnya ringan menghampiri si pria. Tapi ekspresi pria muda itu sama sekali tidak berubah—tetap dingin.

"Senang karena anda datang ke kota kecil ini, Detektif Wang yi." Sapa pria tua itu.

"Aku penasaran, orang tolol mana yang membakar gedung pengadilan ini." Ujar Wang yi, pandangannya mengamati sekeliling.

Pria tua itu—Kepala Polisi Frank Girardello—mengangkat bahu sambil menarik napas panjang. "Kalau kau tanya aku, pelakunya bukan sekadar perusuh. Semua titik api dimulai serentak di beberapa ruangan. Terlalu rapi untuk dibilang sebuah kebetulan."

Wang Yi mendekat ke salah satu tiang gosong, menyentuh arang yang rapuh dengan ujung jarinya. Debu hitam menempel, ia mengusapnya di ibu jari. "Jadi… ini pekerjaan orang yang tahu persis di mana harus memulai," gumamnya, seakan berbicara pada dirinya sendiri.

Frank mengangguk. "Ada saksi yang melihat seseorang di atap gedung sebelum api membesar. Tapi tentu saja, rekaman CCTV—"

"Hilang," potong Wang Yi, suaranya datar.

"Ya," jawab Frank dengan nada berat. "Seperti sudah diduga. Kabelnya dipotong rapi."

Wang Yi berbalik, menatap langsung ke mata Frank. "Katakan padaku, Kepala. Nama 'Lupin' pernah lewat di telingamu?"

Ekspresi Frank sedikit mengeras. "Ah… nama itu. Dia baru saja mencuri sebuah kalung permata peninggalan ratu Inggris yang di simpan di museum kota, tadi malam. Penjaga museum melihatnya dan bahkan berbicara padanya. Tapi dia seperti hantu yang menghilang begitu saja dalam satu kedipan mata."

"Terdengar sangat akrab." ucap Wang Yi. Ia melangkah ke tengah ruangan, berdiri di bekas podium yang setengah runtuh. Pandangannya menyapu sekeliling, lalu berhenti pada sesuatu di lantai, sehelai kain hitam kecil, seperti potongan dari sarung tangan atau jubah. Ia membungkuk, mengambilnya, dan menyelipkannya ke saku dalam jas tanpa sepatah kata.

"Kalau aku tidak salah…" Frank menghela napas, "...kau berada di sini untuk menangkapnya, kan..."

Wang Yi menatap keluar jendela yang pecah, ke arah jalanan kota kecil yang tampak damai—seolah tidak tahu apa yang baru saja terjadi. "Ya. Kau benar. Dia buronan terkenal di ibu kota. Dia pernah mencuri permata berharga yang di jaga sangat ketat. Aku tidak tau kenapa dia bisa ada di kota kecil seperti Whitechapel."

Dari luar, suara mobil lain terdengar mendekat. Frank melirik ke arah pintu. "Bagaimana kalau kita mengobrol di bar, aku yang teraktir."

"Ya, tentu," jawab Wang Yi singkat. Ia berjalan melewati Frank, langkahnya mantap menuju Jeep hitam yang terparkir di luar.

1
@🔵𖤍ᴹᴿ᭄☠BanXJeki G⃟B⃟🦋
wahhh cocok ini yang aye cari, ilustrasi adegan mu keren 👍✨
@🔵𖤍ᴹᴿ᭄☠BanXJeki G⃟B⃟🦋
aye suka kata ini. dan itu benar adanya reall✨
@🔵𖤍ᴹᴿ᭄☠BanXJeki G⃟B⃟🦋
Woahh ilustrasinya keren ✨ 👍 semoga lanjut sampai tamat💪
Miss Anonimity: Makasih, kak.
total 1 replies
mary dice
wang yi pasti dalam bahaya🧐 lanjut thor
Miss Anonimity: Nanti ya.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!