Berkali-kali dikhianati membuat Marwah mengalami trauma, dia tidak mau menjalin hubungan dengan pria mana pun juga. Hingga akhirnya dia bertemu dengan seorang pengusaha berkedok ustaz yang sedang mencari orang untuk mengurus ibunya.
Nahyan ternyata tidak jauh berbeda dengan Marwah. Keduanya tidak beruntung dalam hal percintaan.
Akankah Allah menjodohkan mereka berdua dan saling mengobati luka satu sama lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 1 Marwah Almahira
Marwah Almahyra, wanita cantik berusia 25 tahun. Marwah tinggal bersama adik dan kedua orang tuanya di sebuah kampung. Saat ini Marwah sedang berbahagia karena 2 minggu lagi dia akan menikah dengan pria pujaan hatinya.
“Bu, Nazwa ke mana kok dari tadi gak kelihatan?” tanya Marwah sembari memasukan adonan kue ke dalam oven.
“Ibu juga tidak tahu, tadi dia izin mau ke rumah temannya katanya sebentar tapi sudah sore begini belum pulang juga,” sahut Ibu Ani.
“Anak itu ya, bukanya bantuin buat kue malah keluyuran terus,” gerutu Marwah.
Saat ini Marwah sedang membuat kue, tradisi di kampung memang seperti itu jika menjelang pernikahan pihak wanita akan membuat berbagai macam kue kering untuk para tamu yang datang. Nazwa baru saja lulus SMA, dan sekarang rencananya dia akan melanjutkan ke jenjang kuliah karena kebetulan Nazwa anak berprestasi dan dia juga mendapat bantuan dari pemerintah jadi dia akan kuliah secara gratis. Berbeda dengan Marwah yang harus terhenti kuliah karena tidak mendapat bantuan dari pemerintah dan kedua orang tuanya tidak sanggup membiayai kuliah Marwah sehingga Marwah harus berbesar hati untuk mengubur cita-citanya.
“Bu, nitip dulu ya, mumpung masih siang Marwah mau beli telur dulu ke grosir depan,” ucap Marwah.
“Iya, kamu hati-hati,” sahut Ibu Ani.
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Marwah jalan kaki menuju grosir karena jaraknya tidak terlalu jauh. Marwah selalu ceria dan menyunggingkan senyumannya kala bertemu siapa pun membuat semua orang suka kepadanya. Calon suami Marwah merupakan warga sana juga hanya beda RW saja.
Tidak membutuhkan waktu lama, dia pun sampai di grosir. Marwah segera memesan telor, setelah selesai dia segera kembali ke rumah. Tapi, pada saat Marwah dalam perjalan pulang, dia tidak sengaja melihat orang yang mirip sekali dengan adiknya.
“Loh, itu sepertinya Nazwa, lagi ngapain dia di sana,” gumam Marwah.
Baru saja dia hendak memanggil Nazwa, seorang pria yang sangat dia kenal datang menghampiri adiknya itu. Keduanya terlihat akrab, bahkan si pria tampak mengelus kepala Nazwa dengan penuh kasih sayang. Tangan Marwah mulai bergetar, bahkan jantungnya berdetak tak karuan.
“Kok Nazwa bisa bersama Kang Iwan?” batin Marwah.
Nazwa naik ke motor Iwan, bahkan Nazwa memeluk Iwan dengan sangat erat. Marwah awalnya tidak mau berprasangka buruk, tapi melihat seperti itu membuat dia suudzon. Marwah melangkahkan kakinya dengan gontai, dadanya terasa sangat sesak melihat semua itu.
Hingga beberapa saat kemudian, Marwah pun sampai di rumah dan ternyata Nazwa sudah ada di rumah. “Kak Marwah dari mana?” tanya Nazwa dengan senyumannya.
Marwah menatap Nazwa dengan tatapan marah tapi Nazwa seolah-olah tidak punya salah sama sekali. “Kamu dari mana Dek, jam segini baru pulang?” tanya Marwah dengan suara yang sedikit bergetar.
“Aku habis dari rumah teman,” sahut Nazwa.
“Kamu pulang sama siapa?” tanya Marwah penasaran.
“Pakai ojeg lah,” sahut Nazwa dengan santainya.
Marwah tersenyum sinis, dia pun melangkahkan kakinya menuju dapur untuk menyimpan telur yang baru dia beli. Lalu dia masuk ke dalam kamarnya, dia sudah tidak kuat menahan air matanya.
“Kenapa kamu mesti bohong sih Dek? Sebenarnya ada hubungan apa kamu sama Kang Iwan?” batin Marwah dengan deraian air matanya.
Malam pun tiba....
Setelah makan malam bersama, mereka semuanya duduk di ruang tengah. “Pak, Nazwa juga ingin menikah,” celetuk Nazwa.
Marwah yang sedang mengotak-atik ponselnya langsung terdiam mendengar ucapan adiknya. “Kamu teh kenapa sih neng? Kok malah minta menikah, sebentar lagi kamu harus daftar kuliah,” sahut Pak Dadan.
“Nazwa gak mau lanjutin kuliah Pak, mendingan Nazwa menikah saja,” ucap Nazwa.
“Apa alasan kamu ingin menikah? Sayang bantuan yang dari pemerintah, setidaknya kalau kamu kuliah, kamu bisa mengangkat derajat ibu sama bapak,” sahut Ibu Ani.
“Bu, banyak juga anak yang lanjut kuliah tapi ujung-ujungnya gak kepakai tuh gelar, malah memilih menikah. Nazwa juga begitu, ngapain capek-capek kuliah mending nikah enak ada yang nafkahi,” ucap Nazwa.
“Memangnya kamu sudah punya pacar? Perasaan kamu tidak pernah membawa pacar kamu ke sini?” sekarang giliran Marwah yang bertanya.
“Nanti kalau sudah waktunya pasti dia akan datang ke sini untuk melamar Nazwa,” sahut Nazwa.
Bayangan tadi sore langsung lewat di otak Marwah. “Tidak mungkin, Kang Iwan sudah janji mau nikahi aku gak mungkin dia khianati aku,” batin Marwah.
Malam itu Marwah tidak bisa tidur, dia pun memutuskan untuk menghubungi Iwan.
📞”Halo Kang!”
📞”Ada apa Neng? Kok, malam-malam telepon Akang?” tanya Iwan.
📞”Tadi sore Akang ke mana?” Marwah balik bertanya kepada Iwan.
📞”Maksud Neng apa? Ya, Akang ngojeglah memangnya mau ke mana lagi,” sahut Iwan.
📞”Kang, Neng gak suka dibohongi. Akang tahu ‘kan bagaimana cinta Neng kepada Akang? Dua minggu lagi kita menikah, jangan sampai Akang mengkhianati Neng,” ucap Marwah dengan penuh kekhawatiran.
Untuk sesaat Iwan terdiam, lalu dia pun menghembuskan napasnya.
📞”Pokoknya dua minggu lagi, Akang akan datang ke rumah kamu,” ucap Iwan.
Jawaban Iwan membuat hati Marwah sedikit tenang walaupun tidak bisa dipungkiri kalau jauh di lubuk hatinya, dia merasa sangat was-was dan gelisah.
***
Keesokan harinya....
Pagi ini Marwah ikut dengan Bapaknya ke sawah. Marwah memang gadis yang rajin dan penurut, bahkan Marwah tidak malu jika ikut Bapaknya ke sawah dan membantu bekerja di sawah. Berbeda dengan adiknya Nazwa, yang kebanyakan gengsi.
“Nak, lebih baik kamu diam di rumah sebentar lagi kamu akan menikah jadi kamu jangan capek-capek. Mana panas pula, nanti kamu hitam lagi,” seru Bapak Dadang.
“Gak apa-apa Pak, Kang Iwan nerima Marwah apa adanya kok,” sahut Marwah dengan senyumannya.
Dadang tersenyum dan mengusap kepala Marwah yang tertutup hijab itu. “Bapak do'akan semoga kamu bahagia Nak, pasti Bapak akan sangat merindukan kamu jika nanti kamu sudah menikah,” ucap Pak Dadang dengan mata berkaca-kaca.
“Bapak jangan nangis, kalau Bapak nangis Marwah pun akan ikut menangis,” sahut Marwah.
Marwah memeluk Bapaknya dari samping. Selama ini hanya Bapaknya yang sangat sayang kepada dirinya, bahkan Bapaknya tidak pernah pilih kasih semuanya diperlakukan dengan adil. Berbeda dengan ibunya yang kadang-kadang sangat memanjakan Nazwa.
Marwah dan Dadang pun segera melakukan pekerjaan mereka untuk menanam padi. Marwah begitu sangat telaten karena dia memang sudah terbiasa turun langsung ke sawah. Sebenarnya banyak sekali yang ingin menjadi suami Marwah tapi Marwah hanya bisa menjatuhkan hatinya kepada Iwan, Laki-laki pertama yang berhasil membuat Marwah jatuh cinta.
*
*
*
Jangan lupa
like
subscribe
komen