NovelToon NovelToon
Jatuh Cinta Dengan Adik Suamiku

Jatuh Cinta Dengan Adik Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Selingkuh / Anak Kembar / Dijodohkan Orang Tua / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mila julia

Keira hidup di balik kemewahan, tapi hatinya penuh luka.
Diperistri pria ambisius, dipaksa jadi pemuas investor, dan diseret ke desa untuk ‘liburan’ yang ternyata jebakan.

Di saat terburuk—saat ingin mengakhiri hidupnya—ia bertemu seorang gadis dengan wajah persis dirinya.

Keila, saudari kembar yang tak pernah ia tahu.

Satu lompat, satu menyelamatkan.
Keduanya tenggelam... dan dunia mereka tertukar.

Kini Keira menjalani hidup Keila di desa—dan bertemu pria dingin yang menyimpan luka masa lalu.
Sementara Keila menggantikan Keira, dan tanpa sadar jatuh cinta pada pria ‘liar’ yang ternyata sedang menghancurkan suami Keira dari dalam.

Dua saudara. Dua cinta.
Satu rahasia keluarga yang bisa menghancurkan semuanya.

📖 Update Setiap Hari Pukul 20.00 WIB
Cerita ini akan terus berlanjut setiap malam, membawa kalian masuk lebih dalam ke dalam dunia Keira dan Kayla rahasia-rahasia yang belum terungkap.

Jangan lewatkan setiap babnya.
Temani perjalanan Keira, dan Kayla yaa!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1 . Ditinggal Mati Dalam Hidup

“Anggap saja ini… hadiah ulang tahun kita yang tertunda.”

Leo tersenyum dari balik kemudi. Jalanan berliku penuh batu kecil dan tanah merah membuat mobil sedikit berguncang, namun tangannya tetap mantap di setir. Tangan satunya bergerak pelan, menyentuh punggung tangan Keira—sentuhan yang terlalu lembut untuk ukuran lelaki sepertinya, terlalu rapih seperti adegan pasangan bahagia dalam film.

Padahal kenyataannya… jauh dari itu.

Keira memalingkan wajah, membiarkan pandangannya tersapu keluar jendela. Sawah terbentang luas, pepohonan liar berdiri tak beraturan, dan langit kelabu menggantung rendah seakan ikut menekan dadanya.

“Hadiah?” Keira mengulang datar, bibirnya nyaris tidak bergerak. “Biasanya hadiah itu bunga… atau liburan ke Bali. Bukan ke desa dengan tanah becek dan udara pengap seperti ini.”

Leo terkekeh pelan. Tawa itu ringan di telinga, namun di mata Keira—ada jarak dingin yang tak bisa dihapuskan.

“Kalau begitu justru bagus. Anggap saja ini pengalaman berharga buat kamu.”

Ia sempat meliriknya sekilas, lalu menambahkan dengan nada penuh rahasia, “Aku bahkan sudah menyiapkan kejutan untukmu.”

Kata itu—kejutan—membuat perut Keira mengeras. Ingatan-ingatan buruk berkelebat, mengingatkannya bahwa kejutan dari Leo jarang berarti sesuatu yang benar-benar ia harapkan.

Keira memilih diam. Matanya menatap jalan kosong di depan, namun pikirannya melayang-layang, terombang-ambing antara rasa ingin tahu dan dorongan kuat untuk memutar balik saat itu juga.

“Dengar, aku tahu… aku salah.”

Nada Leo menurun, lebih berat. Setiap kata keluar seperti beban yang ia pilih untuk ditunjukkan.

“Aku emosi waktu itu. Aku menyakiti kamu. Tapi aku janji, aku mau berubah. Ini… bentuk tanggung jawabku.”

Luka di pipi Keira memang telah memudar. Tapi rasa perih yang ia tanam? Masih berdiam di sana—terkubur di bawah lapisan kulit, seperti duri yang tak pernah bisa ia cabut tanpa berdarah lagi.

Berapa kali Leo mengucapkan permintaan maaf seperti ini?

Dan berapa kali Keira membalasnya dengan anggukan palsu—pura-pura kuat, pura-pura baik-baik saja—sementara hatinya memar di tempat yang tak terlihat?

Keira menarik napas panjang, berusaha menjaga suara hatinya tetap terkunci rapat.

“Kalau berubah itu gampang, Leo… mungkin kita nggak akan ada di jalan ini sekarang.”

Leo menoleh sekilas. Senyum tipis menghiasi bibirnya, namun di balik tatapan itu ada kilatan yang membuat Keira merapatkan kedua tangannya ke tubuh—dingin, nyaris tanpa rasa.

$$$$$

Penginapan itu berdiri di tengah lahan yang sunyi. Bangunan kayu besar itu tampak tua, tapi kokoh, seolah sudah menyaksikan ratusan musim lewat di depannya. Dindingnya dipeluk rapat oleh sulur tanaman rambat, sementara suara jangkrik menjadi musik latar yang mengisi udara malam.

Keira melangkah turun dari mobil, menatap bangunan itu lekat-lekat.

Tempat ini terasa seperti dunia yang terpisah—jauh dari sorotan lampu kota, jauh dari gedung pencakar langit, dan... jauh dari rasa aman yang selama ini ia kenal.

Leo menggandeng tangannya, hangat tapi mengekang. Ia menyalami resepsionis, bicara sebentar dengan nada ramah yang terasa dibuat-buat, lalu membawanya menuju kamar. Di tangannya hanya ada satu koper besar, dan di bibirnya tergantung senyum misterius yang membuat Keira ingin mundur beberapa langkah.

Di dalam kamar, Keira duduk di tepi ranjang. Matanya mengikuti Leo yang berdiri di depan koper, membuka resletingnya perlahan seperti sedang memamerkan rahasia.

Dari dalam, ia mengeluarkan sepotong gaun panjang yang masih terbungkus plastik mewah.

“Aku membelikan ini untukmu,” ucapnya, meletakkan gaun itu di atas ranjang. “Kamu bakal terlihat luar biasa malam ini.”

Keira menatapnya. Gaun merah marun, panjang, ketat, dengan belahan paha tinggi. Modelnya terlalu berani untuk seleranya—dan entah kenapa, terasa... salah.

Leo melangkah mendekat, pelan tapi pasti, seperti predator yang tahu mangsanya tidak akan kabur. Ia berdiri tepat di hadapan Keira, menunduk sedikit untuk menatapnya dari atas ke bawah, matanya seolah menilai setiap detail.

“Atau mungkin... kita akan bersenang-senang malam ini?” bisiknya, jemarinya menyibak helai rambut Keira yang tergerai di bahunya.

“Setelah makan malam selesai, kita anggap saja ini bulan madu kita yang tertunda. Gimana?”

Bulan madu. Kata itu berputar di kepala Keira.

Dua tahun menikah, tapi Leo belum pernah menyentuhnya lebih dari pelukan ringan atau ciuman singkat di kening. Katanya ingin membuat Keira nyaman dulu. Katanya mau sabar. Tapi semakin lama, semua itu terdengar seperti alasan yang disusun rapi.Setiap hari di dalam pernikahannya hanya ada bentakan, teriakan, tamparan, siksaan dan juga tangisan.

“Aku yakin kamu akan disukai malam ini,” lanjut Leo, tangannya memutar pinggang Keira dengan tekanan yang nyaris tak terasa, namun cukup untuk membuatnya tak bisa mundur. “Kalau dia suka... urusan bisnis bisa lebih cepat selesai.”

Keira menatapnya, matanya membeku. “Jadi kamu mau aku... menyenangkan dia?”

Leo tersenyum, mengecup kening Keira seperti itu hal yang paling wajar di dunia. “Tidak perlu berpikir sejauh itu ,sayang .Kamu hanya perlu menjadi Keira yang penurut,cantik ,sopan dan...fleksibel.”

“Fleksibel?” Keira mundur setapak, punggungnya hampir menyentuh dinding. “Jangan bilang ...kamu akan menjual ku leo untuk kelancaran bisnismu?.”

Leo terdiam sejenak. Rahangnya mengeras. Lalu ia tertawa kecil, tapi tawanya dingin. “Kau terlalu drama.”Di balik tawanya, pikiran Leo berjalan cepat.

Dua tahun pernikahan hanya diisi dengan tamparan, amarah, dan dinginnya ranjang membuatnya bosan. Keira—istri yang dijadikan jaminan hutang—tak lagi menantang, tak lagi menarik.

Bagi Leo, permainan ini sudah basi. Ia butuh sesuatu yang baru.

Kalau cuma jadi pajangan di rumah, apa gunanya? pikirnya.

Perusahaan sedang butuh suntikan dana besar. Mengapa tidak memanfaatkan “aset” yang pernah dibeli oleh orang tuanya sendiri?

Lagipula, sejak awal pernikahan ini hanyalah kesepakatan. Orang tua Keira sudah menjual anaknya lewat cincin, sama seperti mereka menjual tanah atau saham. Leo hanya melanjutkan permainan itu dengan cara yang lebih... efisien.

Leo menatap Keira lagi, kali ini tatapannya seperti menilai barang dagangan.

“Sayang, ini hanya makan malam bisnis. Tapi jika kamu bisa menyenangkan dia dan membuatnya terhibur.... kenapa tidak?.” ia mencondongkan tubuh, suaranya turun menjadi bisikan yang menusuk, “…kita bisa selamat. Aku, kamu… semuanya.”

Keira berdiri, suaranya datar namun bergetar di ujungnya. “Kamu tidak serius dengan kata-katamu bukan? .”Keira begitu gemetar.

Leo meraih tangan Keira, genggamannya begitu erat hingga jemari Keira terasa nyeri. Ada desakan, ada nada tak terbantahkan dalam suaranya.

“Aku sangat serius. Ganti bajumu sekarang. Tamu kita tidak suka menunggu lama.”

Suara itu dingin, datar, tapi penuh tekanan, membuat Keira menelan ludah. Ia menunduk, tak sanggup menatap mata Leo yang terasa seperti menancap ke wajahnya.

Keira melangkah menuju toilet, namun baru saja jemarinya menyentuh gagang pintu, Leo menahan gerakannya. Genggaman di lengannya kembali terasa, membuat Keira berhenti seolah tali tak kasat mata menjeratnya.

“Tunggu sebentar… ada yang perlu aku ambil,” ucap Leo pelan, tetapi tatapannya menyimpan sesuatu yang tak bisa Keira baca.

Leo masuk ke dalam toilet dengan langkah yang terukur. Cahaya lampu kuning pucat memantul di dinding, membentuk bayangan wajahnya yang tampak seperti menyimpan rahasia. Matanya bergerak mencari sudut, lalu berhenti pada satu titik.

Senyum tipis—lebih mirip garis licik—muncul di bibirnya.

Di sini. Sudut ini akan sempurna.

Tangannya bekerja cepat, meletakkan kamera kecil di balik benda yang tak akan mencurigakan siapa pun. Di kepalanya, rencana yang awalnya hanya sekadar ingin menjual Keira kini berkembang menjadi sesuatu yang lebih jahat.

“Aku bisa menjadikan video ini sebagai pancingan…” gumamnya, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri, suaranya begitu pelan namun sarat kepuasan.

Begitu selesai, Leo keluar dari toilet. Tatapannya jatuh pada Keira—tatapan yang bukan hanya sekadar memandang, tapi menelanjangi, penuh perhitungan, penuh rencana yang Keira tak tahu.

Keira melangkah masuk tanpa curiga. Aroma sabun yang lembut menyambutnya, bertolak belakang dengan bahaya yang mengintai. Pintu menutup pelan di belakangnya, sementara di luar, Leo menyandarkan punggungnya ke dinding, tersenyum lepas—senyum seorang pria yang yakin rencananya akan berjalan mulus.

$$$$$$

Pukul delapan malam.

Keira berdiri di depan cermin. Gaun itu melekat sempurna di tubuhnya, mengikuti setiap lekuk seperti kulit kedua—dan membuatnya merasa telanjang.

Pintu kamar terbuka. Leo muncul dengan setelan gelap yang rapi, parfum khasnya memenuhi ruangan, aroma yang selalu ia pakai saat rapat penting.

Tatapannya menyapu Keira dari ujung kaki hingga kepala, perlahan, seolah sedang memeriksa barang sebelum dipamerkan.

“Bagus banget,” gumamnya. “Akhirnya kamu pake juga baju dari aku.”

Keira hanya menunduk. Matanya menghindar dari pantulan dirinya di cermin. Dalam hati, keinginan untuk melarikan diri membuncah—tapi langkah kakinya seperti terikat di lantai.

$$$$$

Meja makan disiapkan di teras penginapan. Lampu gantung temaram menggantung rendah, menciptakan lingkar cahaya keemasan yang bergoyang pelan diterpa angin malam. Seandainya bukan karena siapa yang duduk di sana, suasana itu mungkin akan terasa romantis.

Dua pria paruh baya menunggu. Satu bertubuh gemuk, perutnya menonjol di balik kemeja yang terlalu ketat, kacamata hitam menutupi matanya meski malam sudah jatuh. Satunya lagi kurus tinggi, jari-jarinya penuh cincin yang berkilat tiap kali ia mengangkat gelas.

“Ini dia istri cantik Leo,” pria gemuk itu berdiri, menyambut Keira. Tangannya yang besar meraih tangan Keira dan mencium punggungnya—hangat tapi licin, seperti daging mentah yang basah.

“Cantik sekali. Nggak heran saham kalian bisa naik, ya... modalnya begini.”

Leo tertawa, nada tawanya dibuat-buat, sementara Keira hanya tersenyum tipis. Senyum yang lebih mirip garis luka yang ditutup plester.

Sepanjang makan, pembicaraan mengalir tentang proyek, lahan, investor luar negeri, dan angka-angka yang terasa seperti bahasa asing bagi Keira. Ia hanya duduk diam, sesekali meneguk air, kadang ikut tersenyum saat semua tertawa, dan kadang melirik Leo—yang malam itu seakan menjual bukan hanya proyeknya, tapi juga sesuatu yang lebih pribadi.

Lalu kalimat itu meluncur, mengiris udara seperti pisau tumpul.

“Aku bisa bantu proyek itu,” kata si pria gemuk sambil menyeringai, matanya menatap Keira seperti barang lelang. “Tapi tentu saja, aku butuh alasan lebih dari sekadar angka dan kertas.”

Leo menyandarkan tubuh ke kursi, jari-jarinya mengetuk meja pelan, lalu menoleh ke arah Keira. Senyum kecil muncul—senyum dingin yang hanya menyentuh bibir, tidak matanya.

“Keira sangat ahli dalam... menghibur kekosongan, Om,” katanya ringan, seperti memuji masakan. “Dia bisa gaya apa aja. Lembut, liar, malu-malu—apa pun yang Om mau, dia bisa.”

Keira membeku. Matanya melebar, napasnya tercekat. “Leo...” suaranya nyaris tak terdengar.

Di bawah meja, genggaman tangan Leo mencekam tangannya erat—terlalu erat. Cengkeraman itu seperti belenggu yang memaku Keira di kursinya.

“Dia istri yang sangat... fleksibel,” lanjut Leo tanpa mengalihkan pandangan dari pria gemuk itu. “Saya bisa jamin malam ini bakal jadi malam yang Om tunggu-tunggu buat melepas hasrat terpendam. Setelah Om tanda tangan kontrak, kamar sudah saya siapin. Anggap aja bonus awal.”

“LEO! Kamu gila!” bisik Keira tajam, berusaha menarik tangannya, tapi genggamannya semakin kuat.

“Jangan bikin malu,” balas Leo dingin, nadanya seperti cambuk. “Ini demi semuanya.”

---

Tangannya masih gemetar saat Keira berjalan bersama pria itu menuju kamar yang sudah disiapkan Leo. Langkahnya berat, tapi pikirannya terasa kosong. Syok membuat tubuhnya seperti boneka yang ditarik tali.

Pintu kamar tertutup. Kunci diputar. Bunyi “klik” terdengar lebih keras dari detak jantungnya.

Pria itu melempar jasnya ke sofa dan duduk dengan posisi santai, kakinya disilangkan, jemari mengetuk-ngetuk sandaran kursi seolah menunggu sesuatu yang menyenangkan. “Ayo, Sayang… tuangkan minuman untuk Om.”

Suara itu membuat bulu kuduk Keira berdiri. Tenggorokannya tercekat, tapi ia tetap melangkah pelan ke meja. Botol anggur terasa berat di tangannya. Cairan merah tua mengalir ke gelas dengan suara pelan, namun jemarinya bergetar hebat hingga hampir menumpahkannya.

“Ayo duduk sini, deket Om…” Suaranya seperti rayapan dingin di telinga.

Keira menoleh ragu, lalu pelan-pelan menaruh botol di meja. Napasnya tersengal. Pria itu menatapnya lekat-lekat, seolah membongkar setiap lapisan kulitnya hanya dengan mata.

Pandangannya memandangi tubuh Keira sambil tersenyum samar, terbayang oleh video yang dikirimkan Leo kepadanya—video yang membuatnya setuju untuk menjalin bisnis dengan Leo.

“Tubuhmu memang begitu bagus… tidak sia-sia Leo merekam mu. Kau begitu sempurna,” ucapnya sambil memiringkan kepala, matanya menyapu Keira dari atas hingga bawah.

Keira terbelalak. Jari-jarinya otomatis meremas ujung bajunya, tubuhnya sedikit mundur. Apa maksud Om? Video apa…? batinnya berputar cepat.

“Tidak perlu begitu terkejut. Lagi pula kau juga akan melakukannya di sini,” ucapnya enteng, seolah itu bukan masalah besar.

Keira menggigit bibir bawahnya, wajahnya memucat. “Katakan dulu, Om… video apa?” suaranya pecah, tapi tetap berusaha tegas.

“Video kau sedang berganti pakaian. Tubuhmu begitu seksi…” suaranya berat, penuh penekanan, bibirnya melengkung tipis.

Keira begitu terkejut, ia tidak mampu mengatakan apapun, tubuhnya begitu gemetar namun ia berusaha untuk menyembunyikannya dan menahan air mata yang akan tumpah.

Pria tua tersebut menarik tangan keira untuk segera duduk di dekatnya.

Keira duduk, jarak mereka begitu dekat hingga napas pria itu terasa di kulitnya. Bau alkohol bercampur parfum murahan menusuk hidungnya.

Tiba-tiba, tangan kasar itu meraih pinggangnya, menariknya lebih dekat. Jemarinya merayap naik ke pundak Keira.

Keira menepisnya. “Jangan sentuh aku.”

Pria itu tertawa, suara tawanya berat dan kotor. “Masih malu? Tapi suamimu bilang kamu jago main peran...”

Tangannya turun, menelusuri lengan Keira, lalu meremas bagian dadanya.

Tubuh Keira membeku. Napasnya tercekat. Suaranya tertahan di tenggorokan.

BRAK!

Kancing gaun terlepas, bahunya terbuka paksa. Pria itu mendorongnya ke sofa. Keira menjerit, panik, meronta sekuat tenaga.

“LEPASKAN! JANGAN SENTUH AKU!”

Dia menindih, berat tubuhnya menghimpit. Air mata Keira pecah, jatuh membasahi pipi. Tangannya meraba-raba mencari sesuatu, apa pun, sementara kakinya menendang udara kosong.

Saat pria itu mulai membuka ikat pinggangnya, Keira melihat botol anggur di meja. Dengan sisa tenaga, ia meraihnya dan memukul kepala pria itu.

“ARRGH!”

Tubuh itu terhuyung dan terjatuh.

Keira bangkit, membuka jendela, dan tanpa pikir panjang—melompat.

Tubuhnya menghantam rerumputan. Lututnya perih, darah mengalir. Nafasnya tersengal. Tapi ia berlari, menembus pekat malam. Air mata tak lagi diam, tapi tumpah bersama isak keras yang memukul dada.

Ia sampai di jembatan. Kayu basah di bawah kakinya licin. Di bawah sana, air hitam berkilat seperti kaca pecah.

Tangannya menggenggam pembatas.

Air itu... dingin, tapi menjanjikan akhir dari segalanya.

“Keira... sampai kapan kamu mau begini?”

Suaranya datang dari arah lain. Keira menoleh.

Seorang gadis berdiri di ujung jembatan.

Wajahnya... wajah Keira sendiri.

Mereka saling menatap. Diam.

Gadis itu mulai berlari ke arahnya. Keira mundur—licin—dan jatuh. Gadis itu ikut melompat.

Air sungai memeluk mereka dingin, menelan semua suara, semua cahaya.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Keira merasa... mungkin ia tidak sepenuhnya sendirian.

Ia menutup mata. Membiarkan air menyeretnya jauh, lebih dalam, menjauh dari dunia yang menyesakkan.

Tidak ada suara. Tidak ada cahaya. Hanya gelap.

Dan untuk sesaat—ia benar-benar berharap, segalanya berakhir di sana.

.

.

.

Bersambung

Keira Alisya Suryaatmaja🌼

Leonard Hadiwijaya🦁

1
Dedet Pratama
luar biasa
Alyanceyoumee
mantap euy si Revan
Kutipan Halu: hahah abis di kasih tutor soalnya kak 😄😄
total 1 replies
Bulanbintang
Iri? bilang boss/Joyful/
Kutipan Halu: kasih paham kakak😄😄
total 1 replies
CumaHalu
Suami setan begini malah awet sih biasanya 😤
Kutipan Halu: awett benerrr malahan kak😄
total 1 replies
iqueena
Kasar bngt si Leo
iqueena: sharelok sharelok
Kutipan Halu: kasih tendangan maut ajaa kak, pukulin ajaa kayla ikhlas kok🤣
total 2 replies
Pandandut
kay kamu mantan anak marketing ya kok pinter banget negonga
Kutipan Halu: kaylanya sering belanja di pasar senin kak🤣
total 1 replies
Dewi Ink
laahh, pinter nego si Kayla 😅
Kutipan Halu: biasa kakk valon emak2 pinter nego cabe di pasar😄😄
total 1 replies
Alyanceyoumee
nah gini baru perempuan tangguh. 😠
Kutipan Halu: iyaa kak greget jugaa kalau lemah muluuu, org kek leo emng hrs di kasih paham😄😄
total 1 replies
Yoona
😫😫
CumaHalu
Kapok!!
Makanya jadi suami yang normal-normal aja😂
Kutipan Halu: diaa memilih abnormal kak☺☺
total 1 replies
Pandandut
mending ngaku aja sih
Kutipan Halu: emng bisaa ya kak, kan udh terlanjut bohong gituu org2 udah juga pada percaya, klu aku jadi keira sih juga pasti ngambil jln dia juga😭😭
total 1 replies
Pandandut
pinter juga si revan/Slight/
iqueena
pintar juga Revan
Dewi Ink
mending ngaku duluan si dari pada ketahuan
Yoona
leo juga harus ngerasain
Alyanceyoumee
mantap...👍
CumaHalu
Wah, hati-hati Kayla.😬
Kutipan Halu: waspada selalu kak☺
total 1 replies
CumaHalu
Astaga😂😂😂
Bulanbintang
dua kali lebih lama, 😩😒
Bulanbintang
kompak bener😅
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!