Suamiku, dia tidak selingkuh tapi membuat aku kesepian. Dia tidak jahat tapi dia membuat aku terluka akan sikap acuhnya. Dia tidak kasar tapi dia selalu menyepelekan segala hal tentang perasaanku dan lebih sibuk dengan ponselnya daripada bersenda gurau denganku. Aku kesepian, namun aku selalu menyemangati diriku sendiri hingga aku bertemu dengan Zavran, teman sekolahku dulu yang pernah menyatakan cinta padaku namun aku tolak karena aku pikir suamiku lah pria terbaik untukku.
Setelah pertemuan tak sengaja, kami mulai berhubungan. Kami saling suport hingga membuat aku tidak menyadari akan perasaan ini. Aku nyaman bersamanya, aku merasa di perhatikan olehnya, aku merasa di hargai dan di sayangi. Rasa yang tidak pernah aku dapatkan dari suamiku sendiri.
Lalu bagaimana aku memendam perasaan ini? Apakah aku akan menyerah pada perasaan ini? Ikuti kisahku hanya di sini.
Terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon swetti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SUAMI YANG TIDAK PEDULI
Gadis bernama Valdera Mahira adalah wanita muda berusia dua puluh lima tahun yang memiliki sifat ceria, periang, humble dan pandai berbaur. Selain wajahnya yang cantik dengan tinggi semampai, ia juga baik hati dan senang membantu sesama. Tidak sedikit laki laki yang mencoba mendekatinya dan ingin menjadikannya seorang istri. Namun sayangnya, Brian Saputra yang menjadi pemenangnya. Ia menikahi Dera satu tahun yang lalu atas dasar cinta sama cinta. Kehidupan kedua terlihat harmonis, namun siapa sangka di balik keharmonisan itu tersimpan rasa sepi di dalam hati Dera.
Salah satu laki laki yang tidak beruntung ialah teman sekaligus sahabat Dera yang bernama Zavran Maulana. Zavran sudah mencintai Dera sejak mereka duduk di bangku SMP, namun Dera menolaknya karena ia tidak pernah menganggap Zavran sebagai seorang pria, melainkan sebagai sahabat. Hingga hubungan mereka sempat renggang meskipun mereka tinggal saling berdekatan.
Dera lebih memilih Brian Saputra, pria tampan yang jadi incaran para wanita di masanya sebagai suaminya. Suami yang ia yakini bisa membuat hidupnya bahagia. Namun rupanya ia salah, suami yang ia kira akan perhatian dan menyayanginya setulus hati justru bersikap cuek padanya. Brian mencintainya dan Dera juga mencintai Brian, tapi entah mengapa sifat Brian begitu dingin kepada Dera. Dia tidak selingkuh tapi membuat Dera kesepian. Dia tidak jahat namun sering kali menyepelekan semua hal tentang perasaan Dera. Dia tidak kasar namun sering membuat Dera terluka karena sikapnya. Dia lebih sibuk dengan teman teman dan ponselnya di banding bersenda gurau dengan istrinya. Dera pikir Brian akan berubah seiring berjalannya waktu, namun sudah satu tahun usia pernikahan mereka sifat Brian masih sama saja. Masih cuek dan kurang peduli kepada Dera, mungkin sudah setelan dari pabriknya.
Seperti malam ini, malam kelabu yang di sertai angin dingin menusuk jiwa sekaligus hati seorang Dera. Di dalam ruangan kamar yang menjadi saksi biksu kesendirian setiap malamnya. Mendadak kepala Dera pusing, pandangannya terasa berputar dan rasanya ia ingin muntah. Mungkin penyakit migrain yang Dera derita kambuh akibat terlalu banyak pikiran. Ia mengambil ponsel di atas nakas sambil meraba raba. Ia ingin menghubungi suaminya yang sedang menghadiri jamuan makan malam temannya.
Mas pulang jam berapa
Dera mengirim pesan pada Brian, ia tidak berani menelepon karena biasanya Brian akan marah ketika di ganggu saat berkumpul bersama teman temannya. Pesan terkirim namun masih centang hitam tanpa mau berubah warna.
" Selalu saja seperti ini." Gumam Dera sambil menghela nafasnya.
Kepala Dera semakin terasa berat, sakitnya begitu mencekam. Ia tidak tau harus bagaimana, mau keluar membeli obat pun rasanya tidak mungkin. Selain kondisinya yang tidak memungkinkan, hari juga sudah terlalu malam. Dera menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas malam.
" Ya Tuhan rupanya sudah malam, pasti warung sudah tutup semua. Mana kepalaku sakit banget lagi. Mas buka chat aku donk, aku butuh pertolonganmu." Monolog Dera menatap layar chatnya yang masih berwarna centang hitam.
Dera mencoba mengirim pesan lagi, siapa tahu kali ini Brian membukanya. Jari jari lentiknya menari di atas keypad ponselnya.
Mas migrainku kambuh, kalau bisa cepat pulang sekalian belikan aku obat pereda sakit kepala ya.
Lagi lagi hanya centang hitam. Tidak kuat menahan rasa sakit yang mendera, akhirnya Dera memberanikan diri untuk meneleponnya. Panggilan pertama tersambung namun tidak di angkat, hingga panggilan kedua baru Brian mengangkatnya.
" Halo mas, aku.. "
" Kalau pusing minum obat, mas lagi kumpul sama teman teman nggak enak kalau pulang duluan Dera." Itu artinya Ardian sudah membaca pesannya meskipun tidak membukanya. " Nggak usah kebiasaan deh kalau mas pergi pasti selalu aja ada alasannya nyuruh mas buat cepet pulang. Mas malu sayang sama teman teman mas." Imbuh Brian. Entah suami macam apa si Brian ini.
" Obat di rumah habis mas, aku lupa beli. Tolong kalau mas pulang nanti mampir beliin obatnya ya." Ucap Dera hati hati takut suaminya meninggikan suaranya.
" Udah tahu sering sakit kepala, tapi stok obat sampai lupa. Ya sudah nanti mas belikan, tapi nunggu sebentar lagi."
" Iya mas makasih, aku tunggu di rumah." Dera menutup teleponnya.
" Ya Tuhan, kenapa sakit sekali." Dera merebahkan tubuhnya di atas ranjang, ia mencoba memejamkan matanya. Namun tidak bisa, rasanya kepalanya semakin sakit dan perutnya semakin mual. Ia segera berlari menuju kamar mandi sambil sempoyongan, ia tidak peduli jika ia akan menabrak sesuatu. Sampai di kamar mandi ia memuntahkan cairan putih kekuningan yang rasanya begitu pahit di tenggorokan.
Setelah agak mendingan, ia kembali ke kamar mencoba memejamkan mata. Tak terasa akhirnya ia bisa merasuk ke alam mimpi.
Lima belas menit kemudian Dera mengerjapkan mata, ia menoleh ke ranjang sebelahnya namun masih kosong. Itu artinya Brian belum pulang. Ia pun menatap jam dinding yang menunjukkan pukul satu malam.
" Ya Tuhan kenapa mas Brian belum pulang? Sebenarnya dia khawatir nggak sih sama aku? Dia selalu lupa sama istrinya jika dia bersama teman temannya. Apa teman temanmu lebih penting mas daripada aku? Kenapa selalu begini mas hiks.."
Tak terasa air mata Dera menetes begitu saja. Bukan karena lebai tapi lebih ke merasa tidak di anggap. Inilah yang Dera rasakan selama satu tahun ini, ia merasa sendiri. Ia merasa tidak di perhatikan. Ia memiliki suami tapi bagai hidup sendiri. Tidak ada teman untuk berkeluh kesah, tidak ada teman untuk membantunya di saat saat seperti ini. Meskipun punya suami, Dera terbiasa melakukan apa apa sendiri. Rasanya Dera ingin menyerah, namun karena rasa cintanya yang begitu dalam membuat Dera hanya bisa pasrah menerima nasib dan takdir yang Tuhan berikan padanya.
Tak lama suara deru motor Brian pun terdengar, Dera bernafas lega. Akhirnya ia bisa mendapatkan obatnya. Namun saat Brian masuk, Dera mengerutkan keningnya, pasalnya Brian tidak membawa apa apa.
" Mas obatku mana?" Tanya Dera menatap Brian yang sedang melepas jaketnya.
" Mas lupa sayang, buat tidur aja deh pasti besok udah mendingan. Mas capek mau langsung tidur, besok mas harus berangkat ke luar kota."
Ya.. Brian memang bekerja di luar kota, ia bekerja di sebuah kantor perencanaan pembangunan sebagai seorang manager.
Kecewa? Tentu saja. Itulah yang di rasakan Dera saat ini. Bahkan tidak hanya kali ini saja, ia pernah merasakan banyak kekecewaan lainnya selama menjadi istri Brian.
" Baiklah mas tidak apa apa." Sahut Dera tidak mau ribut di malam hari. Apalagi kepalanya masih terasa pusing, akan lebih baik ia melanjutkan mimpinya.
Brian naik ke atas ranjang begitu pun dengan Dera. Mereka mencoba memejamkan mata sampai ponsel Brian berdering tanda panggilan masuk. Rupanya dari mbak Nuri, kakak sepupu Brian.
" Halo mbak." Ucap Brian mengangkat teleponnya.
Dera merasa kecewa lagi, dia bahkan harus melakukan panggilan berkali-kali baru di angkat oleh Brian, sekarang giliran sepupunya yang telepon langsung di angkat.
" Oh mbak sakit kepala, minum obat mbak. Jangan sampai sakit kepalanya tambah parah, nanti mbak nggak bisa kerja. Mbak kan tinggal sendiri, nanti tidak ada yang mengurus mbk kan bakal repot sendiri. Buruan gih mbk minum obat, kalau enggak ada stok bisa beli online mbk."
Srettttt...
Hati Dera bagaikan di sayat sebilah pedang yang begitu tajam. Sakit... Rasanya sakit sekali melihat sang suami lebih perhatian kepada wanita lain di bandingkan dirinya meskipun itu sepupunya sendiri. Lagi lagi ia harus merasakan kekecewaan yang begitu mendalam.
Siapakah Dera bagi Brian? Sering kali Dera tanyakan pada suaminya, apa pentingnya Dera baginya? Brian selalu menjawab sangat penting, karena Dera pemilik hatinya. Tapi untuk apa jika memilih hati namun tidak memiliki raganya? Lebih baik memiliki raga namun tidak memiliki hatinya, setidaknya Brian bisa berpura pura peduli padanya.
Dera memunggungi Brian, tak terasa air mata menetes membasahi pipinya. Dadanya terasa sesak, bahkan sangat sesak. Ingin sekali ia memukul dadanya sendiri dengan keras agar rasa sakit ini bisa sedikit berkurang.
" Ya sudah mbak, buat istirahat saja. Semoga besok setelah bangun tidur sakit kepala mbak udah sembuh. Aku tutup teleponnya."
Bip..
Brian mematikan sambungan teleponnya, ia berbaring miring lalu memeluk Dera dari belakang seolah tidak terjadi apa apa. Ia tidak pernah merasakan atau pun peduli tentang sakit yang telah di rasakan Dera selama ini. Yang ia tahu, yang penting ia sudah jadi suami yang bertanggung jawab dengan menafkahi Dera tanpa kekurangan.
" Mas, apa mas masih mencintai aku?" Tanya Dera.
" Kenapa tanya begitu? Kita sudah tidak muda lagi, sudah tidak ada gunanya membahas tentang cinta cintaan. Yang penting kita hidup damai, hidup bahagia dan mas sudah memenuhi tanggung jawab mas sebagai suami kamu. Sudah malam, tidak udah berpikir macam macam! Kita tidur saja, besok antar mas ke bandara ya."
Lembut... Suaranya memang lembut tapi mengandung ketidakpedulian sama sekali. Setiap Dera menanyakan tentang cinta, jawabannya pun selalu seperti itu. Apa seorang wanita hanya membutuhkan uang, uang dan uang saja tanpa membutuhkan cinta dan perhatian suaminya? Jika benar seperti itu, tidak akan ada istri para pejab*t kaya yang selingkuh dari suaminya demi mendapatkan kehangatan dari pria lainnya.
**
Jam sembilan pagi Dera mengantar Brian ke bandara. Sampai di sana Brian segera masuk ke dalam.
" Mas pergi dulu ya, kamu hati hati di rumah. Jaga diri baik baik, tidak boleh sakit karena mas tidak bisa mengurusmu nanti. Mas akan segera kembali."
Kenapa perhatian ini di ungkapkan setelah mereka hendak berpisah? Kenapa tidak saat saat Brian di rumah? Dera hanya bisa menganggukkan kepala.
" Hati hati mas." Ucap Dera menatap punggung Brian yang semakin menjauh. Akhirnya mereka berpisah, Dera segera menuju mobilnya. Saat ia hendak membuka pintu mobil tiba tiba kepalanya berdenyut nyeri, Pandangannya kabur, tubuhnya tiba limbung dan...
TBC...
Hai readers setia author.. author bawa cerita baru lagi.. semoga nggak bosan ya dengan karya karya author.. tetap dukung dengan like koment, vote dan hadiahnya.. terima kasih