Seorang gadis berusia tujuh belas tahun secara tak sengaja menyelamatkan nyawa seorang raja mafia yang dingin dan penuh bahaya. Bukannya jadi korban dalam pertarungan antargeng, ia malah jadi istri dari pria yang selama ini ditakuti banyak orang.
Gadis itu polos dan manis. Sedangkan pria itu tegas dan kuat, dan hampir sepuluh tahun lebih tua darinya. Tapi, ia tak kuasa menolak perasaan hangat yang gadis itu bawa ke dalam hidupnya.
Meski membenci dunia gelap yang pria itu jalani, ia tetap tertarik pada sosoknya yang dingin dan berbahaya.
Dan sejak saat itu, takdir mereka pun saling terikat—antara gadis menggemaskan dan raja mafia muda yang tak pernah belajar mencintai...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 01. The night I found you
Langit malam tampak pekat, seolah menyimpan rahasia. Di tengah gelap itu, bintang-bintang muncul satu per satu, menjadi saksi dari sesuatu yang belum terjadi.
Di hadapannya, terbentang jalan kecil yang gelap. Kalau bukan karena terpaksa, ia tak akan berjalan sendirian di tempat seperti ini.
Ia mulai bersenandung pelan, suaranya nyaris seperti bisikan lembut di antara angin malam.
Aku berjalan di jalan kecil pedesaan, banteng tua sore hari jadi temanku...
"Aduh, nyanyi lagu yang salah lagi, kayaknya aku emang nggak cocok jadi penyanyi," gumamnya sambil tertawa kecil.
Nada suaranya ringan, penuh semangat, seolah bisa mengusir dinginnya malam.
"Sialan si Talia! Dia gak jadi anterin aku pulang, jangan harap dapet camilan lagi dari aku!" gerutunya sambil manyun.
Talia tadinya berjanji mengantar pulang, tapi karena reuni dadakan, gadis itu ditinggal sendiri malam ini.
Liora melompat kecil sambil terus berjalan.
Meski malam gelap, wajahnya tetap santai, seolah tidak ada rasa takut.
Sampai akhirnya, kakinya menginjak sesuatu. Ia reflek berhenti... lalu berteriak kencang.
Tiba-tiba, sebuah tangan mencengkeram pergelangan kakinya.
"Siapa kamu?! Lepasin!" teriaknya kaget. Ia langsung berusaha melepaskan diri, panik dan meronta sekuat tenaga.
Tapi sebelum ia sempat lari, sosok itu membuka mulut.
“Selamatkan aku...”
Suara laki-laki itu terdengar rendah dan dingin, tapi juga lemah.
Liora terpaku. “Kamu siapa?” tanyanya pelan, suaranya ikut gemetar.
“Selamatkan aku...” ulangnya.
Setelah itu, tubuhnya terkulai dan tak bergerak lagi.
Ia perlahan jongkok. Ia mencoba melihat wajahnya, tapi cahaya tersebut terlalu minim.
Wajah pria itu nyaris tak terlihat.
“Aku harus apa? Gak mungkin aku tinggalin gitu aja kan?” gumamnya pelan.
Ia menarik napas panjang. “Lebih baik aku tolongin saja.”
Dengan susah payah, ia membantu pria itu berdiri. Tingginya jauh di atas Liora, mungkin hampir 180 cm.
Sementara dia sendiri cuma 169 cm.
"Ini sih berat nya nyusahin banget," keluhnya sambil mengatur napas.
Gadis itu tidak memesan taksi karena rumahnya tinggal beberapa meter lagi.
Begitu berhasil menbawa pria itu sampai depan rumah, tubuhnya udah basah kuyup karena keringat dan kelelahan.
Tanpa ia sengaja, tangannya terlepas dan pria itu jatuh menghantam lantai dengan keras.
Ia terpaku sejenak, lalu buru-buru mendekat.
“Maaf ya... aku nggak sengaja,” ucapnya cepat sambil menatap cemas ke arah tubuh yang tergeletak.
Tanpa pikir panjang, ia menarik pria itu ke sofa. Setelah memastikan posisinya nyaman, ia langsung berlari mengambil kotak P3K.
Tak lama, ia kembali sambil menenteng kotak obat, lalu berlutut di hadapan pria itu.
Baru kali ini ia bisa melihat penampilannya dengan jelas.
Pria itu mengenakan topeng emas, disana terdapat ukiran naga di atasnya.
Topeng itu membuat sosoknya terlihat misterius... dan entah kenapa, justru semakin menawan.
Meski wajahnya tertutup, gadis itu sudah membayangkan sendiri seperti apa pria di balik topeng itu.
Ia mendekat sedikit, lalu bergumam pelan, “Pakai topeng segala... jangan-jangan wajah kamu jelek, ya?”
Melihat tubuh pria itu lemah, ia tiba-tiba teringat sesuatu. Ia menepuk dahinya dan langsung berjongkok untuk memeriksa lukanya.
Tapi waktu ia buka sedikit bagian bajunya, Liora langsung terkejut.
Ada luka tembak di perutnya. Untungnya nggak mengenai bagian yang vital.
“Ya ampun… siapa sih yang aku tolong sebenarnya?” gumamnya pelan.
Ia menghela napas.
Karena udah membawanya pulang, mau nggak mau, dia harus merawatnya juga.
Liora mulai membersihkan luka itu perlahan, tangan kirinya sempat gemetar, tapi lama-lama ia mulai tenang.
Setelah selesai merawat lukanya, ia membersihkan area perut pria itu dengan kapas.
Begitu selesai, ia menjatuhkan tubuh ke belakang dan meregangkan badannya.
“Aku kayaknya cocok jadi dokter,” gumamnya, sedikit narsis.
Tak lama, ia berlari ke kamar dan kembali membawa selimut, lalu menutup tubuh pria itu dengan hati-hati.
Sambil melirik tubuh tinggi yang terbaring diam itu, ia menarik napas. Setelah itu, ia mengambil buku tugas dan mulai mengerjakan PR.
Meski baru kelas dua, ia tetap harus belajar dengan giat. Kalau tidak, bisa-bisa ia ketinggalan semua materi.
Sambil mengerjakan soal, ia membuka ponsel dan mulai mengetik pesan untuk seseorang.
Namun setelah lebih dari sepuluh menit, pesan itu belum juga dibalas.
“Mungkin dia lagi istirahat. Aku belajar dulu aja,” gumamnya, mencoba menenangkan diri.
Baru saja ia kembali fokus, terdengar suara pelan dari arah sofa, pria itu mendengus, seperti kesakitan.
Liora langsung bangkit dan mendekat.
Kening pria itu dipenuhi keringat.
Ia tahu, itu tanda demam. Mungkin, karena lukanya mulai meradang.
Tanpa pikir panjang, ia lari ke kamar mandi, mengambil air dingin dan handuk kecil, lalu ia segera mengompres dahi pria itu.
Entah berapa kali ia mondar-mandir malam itu, sampai-sampai kakinya terasa pegal.
Untungnya, demam pria itu akhirnya turun.
Ia akhirnya menyandarkan kepalanya di atas meja belajar. Matanya berat, dan tak lama kemudian, ia pun tertidur.
Keesokan paginya, sinar matahari masuk perlahan lewat jendela kamar kecil itu. Hangat dan tenang, membuat segalanya terasa lebih damai.
Cahaya pagi menyinari setiap sudut ruangan, termasuk dua orang yang tak sengaja terlibat sejak semalam.
Pria yang terbaring di sofa itu perlahan membuka mata. Ia menyentuh dahinya dengan jemari panjang dan ramping.
Barulah ia sadar, tempat ini asing.
Begitu ingatan semalam kembali, tubuhnya langsung menegang. Aura dingin memancar, seperti siap membunuh siapa pun yang mendekat.
Tapi mendadak, semua itu lenyap begitu saja… setelah mendengar suara aneh dari arah meja.
“Pangsit kuah, pangsit udang, es krim... semua punyaku…”
Gadis yang tertidur di meja itu bergumam pelan dalam tidurnya. Ia tampak benar-benar menikmati mimpinya.
Pria itu menatapnya. Dia tidak menyangka gadis ini yang menyelamatkannya.
Ia menoleh, memperhatikan wajah Liora yang tertidur di bawah cahaya pagi.
Sinar matahari menyapu lembut wajahnya, membuatnya terlihat semakin cantik.
Pria itu kembali menatapnya dalam diam, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, jantungnya terasa... berdebar. Meski hanya sebentar.
Ia melirik meja belajar dan melihat tumpukan PR di atasnya. Baru saat itu ia sadar kalau tubuhnya tidak tertutup apa pun selain perban.
Ia ingin mengambil selimut dan menutupi gadis itu. Tapi begitu mencoba bangkit, rasa nyeri di perutnya membuat tubuhnya menunduk tanpa bisa dicegah.
Pria itu berusaha menahan tubuhnya agar tidak jatuh. Luka-lukanya masih terlalu parah untuk dikendalikan.
Dengan sisa tenaga, ia menahan diri dengan bertumpu pada meja. Kalau tidak, mungkin ia sudah jatuh ke arah gadis itu.
Namun meskipun berhasil menahan tubuhnya—jaraknya terlalu dekat. Tanpa sengaja, bibirnya mencium gadis yang masih tertidur pulas.
ditunggu up nya lagi...😊