NovelToon NovelToon
Satu Malam Dengan Kakaknya

Satu Malam Dengan Kakaknya

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Tukar Pasangan / Menikah dengan Kerabat Mantan
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Meldy ta

Dikhianati oleh pria yang ia cintai dan sahabat yang ia percaya, Adelia kabur ke Bali membawa luka yang tak bisa disembuhkan kata-kata.

Satu malam dalam pelukan pria asing bernama Reyhan memberi ketenangan ... dan sebuah keajaiban yang tak pernah ia duga: ia mengandung anak dari pria itu.

Namun segalanya berubah ketika ia tahu Reyhan bukan sekadar lelaki asing. Ia adalah kakak kandung dari Reno, mantan kekasih yang menghancurkan hidupnya.

Saat masa lalu kembali datang bersamaan dengan janji cinta yang baru, Adelia terjebak di antara dua hati—dan satu nyawa kecil yang tumbuh dalam rahimnya.

Bisakah cinta tumbuh dari luka? Atau seharusnya ia pergi … sebelum luka lama kembali merobeknya lebih dalam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meldy ta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Luka, Wine, Dan Pria Asing

"Kau tahu rasanya ditusuk dari belakang? Bukan oleh orang asing, tapi oleh orang yang paling kau percaya?"

Adelia menggenggam leher botol wine yang dingin, duduk menyendiri di tepi balkon kamar hotelnya di Bali. Malam menurunkan suhu, tapi wajahnya masih panas oleh amarah dan luka. Di balik balutan kimono tipis hotel, tubuhnya terlihat rapuh, tapi matanya menyimpan sisa amarah yang belum tumpah.

"Aku mempercayai mereka berdua..." bisiknya, menenggak lagi isi gelasnya. "Sahabatku dan kekasihku sendiri. Dan mereka malah menikah."

Tak ada yang menjawab. Hanya debur ombak yang menyambut setiap keluhnya.

Hari ini harusnya menjadi hari pertunangannya dengan Reno. Tapi kabar yang ia terima malah foto kemesraan Reno dengan Karin, sahabat terdekatnya sejak SMA. Dunia seperti menghantamnya tanpa ampun. Maka Adelia memesan penerbangan ke Bali tanpa rencana—hanya ingin pergi sejauh mungkin.

Dan kini ia di sini, dengan setengah botol wine tersisa dan hati yang lebih kosong dari kamar hotelnya.

Saat langkah kaki mendekat, Adelia tidak menoleh. Ia hanya sadar ada seseorang yang ikut berdiri di balkon itu. Seseorang dengan suara tenang dan napas berat.

"Seharusnya wine diminum dengan seseorang yang bisa mendengarkan, bukan dengan kenangan."

Suara laki-laki. Dalam dan tak asing. Tapi bukan suara Reno, dan itu justru membuatnya merasa lebih aman.

Adelia menoleh perlahan. Pria itu berdiri di ambang pintu balkon, tubuh tinggi menjulang dengan setelan kasual—kaus putih bersih dan celana linen abu-abu. Rambutnya sedikit berantakan seolah baru saja keluar dari kamar. Wajahnya teduh, dengan sorot mata tajam yang tak menghakimi.

"Maaf, aku tidak sedang mencari teman bicara," ucap Adelia pelan, mencoba tegas.

"Tapi wine-mu seolah mengundang siapa pun untuk duduk dan berbagi kesedihan."

Adelia tertawa kecil, sinis. "Lelaki tak dikenal bicara seolah mengenal rasa sakit."

"Karena aku memang mengenalnya."

Pria itu maju perlahan, duduk di kursi rotan di sampingnya tanpa diminta. Tangannya menyodorkan gelas kosong. Dengan ragu, Adelia menuangkan sedikit wine untuknya.

"Namaku Reyhan," ucapnya. "Dan kau?"

"Adelia."

Reyhan menyesap pelan minuman di tangannya. "Jadi, siapa yang menghancurkanmu?"

Adelia menatap laut. "Orang yang kupikir akan menua bersamaku. Tapi ternyata hanya singgah sebelum menikahi sahabatku."

"Klasik, tapi menyakitkan."

"Dan kamu?"

"Aku juga ditinggalkan. Tapi bukan karena orang ketiga. Karena aku terlalu ... datar, katanya. Tidak membuatnya berdebar."

Sunyi sejenak. Hanya suara malam yang menjadi latar.

"Lucu ya," ujar Adelia, lirih. "Kita tidak saling kenal. Tapi justru malam ini, kau terasa lebih jujur daripada semua orang yang pernah kukenal."

Reyhan menatapnya dalam. "Mungkin karena aku tidak punya apa-apa untuk dimenangkan."

Senyum Adelia pudar. Matanya mulai memerah. Dan tanpa sadar, ia bersandar pada Reyhan—pelan, seperti mencari tempat berlindung. Pria itu tidak menolak, hanya membiarkan kepalanya menyentuh bahunya.

Entah siapa yang lebih dulu memeluk. Entah siapa yang lebih dulu membisikkan, "Kamu tidak sendiri malam ini."

Dan malam itu, tubuh mereka menyatu dalam diam. Bukan karena nafsu, bukan karena cinta. Tapi karena luka yang sama.

Ciuman mereka dimulai lembut, seolah saling menghibur kesedihan yang mengendap di dada. Sentuhan Reyhan terasa tenang, dewasa, dan menghargai batas. Tapi Adelia justru menurunkan batas itu sendiri. Ia ingin melupakan. Ia ingin sejenak merasa dicintai, atau setidaknya dipeluk tanpa pengkhianatan.

Kemeja Reyhan terlepas perlahan, begitu juga kimono tipis milik Adelia. Di bawah kelambu kamar, mereka larut dalam pelukan dan bisikan yang tak perlu dijelaskan. Dalam keintiman malam itu, tak ada nama mantan, tak ada luka lama. Hanya mereka—dan sunyi yang sejenak terasa damai.

Mereka tertidur dengan tangan masih saling menggenggam.

Keesokan paginya, Adelia terbangun lebih dulu. Reyhan masih terlelap, wajahnya tampak lebih tenang tanpa beban malam.

Adelia menatap pria itu lama. Hatinya terasa aneh. Ia tak tahu siapa Reyhan sebenarnya, tapi pelukannya semalam terasa lebih nyata dari hubungan bertahun-tahunnya dengan Reno.

Ia bangkit, mengambil pakaiannya perlahan dan meninggalkan kamar tanpa meninggalkan pesan apa pun. Bukan karena menyesal, tapi karena takut. Takut pada kemungkinan bahwa Reyhan bisa melukainya juga.

Hari itu, ia menerima satu pesan di ponselnya. 'Undangan Pernikahan Reno & Karin – Sabtu, 14.00, Jakarta Convention Hall'

Adelia memandangi layar ponsel lama. Jantungnya berdegup tak menentu. Tapi kali ini, tak ada air mata. Tak ada amarah.

"Kalian berdua sangat menjijikan," bisiknya pelan dengan umpatan di pagi hari.

Ia mematikan ponsel, membuang undangan itu ke tempat sampah hotel, dan memesan penerbangan pulang. Ia tak akan datang ke pernikahan orang yang mengkhianatinya. Bukan karena masih sakit hati—tapi karena hatinya sedang belajar untuk sembuh.

Menyentuh ke sisi kiri ranjang, tak ada siapapun. Namun bau harum Adelia masih tertinggal di bantal. Reyhan terbangun dalam ingatan malam yang penuh kehangatan.

"Kamu ... wanita pertama yang sudah menyentuhku, Adelia. Kau tak akan bisa lepas," lirihnya pelan sebelum kembali tertidur pulas.

Tiga minggu kemudian.

Adelia menatap test pack yang tak memberinya ruang untuk menghindar. Dua garis merah. Jelas dan tegas. Sama tegasnya dengan detak jantungnya yang tak terkendali.

Tangannya gemetar. Napasnya pendek. Dunia seolah berputar.

"Tidak ... ini tidak mungkin..."

Tapi ia tahu itu bukan kesalahan. Ia ingat malam itu. Setiap sentuhan, setiap pelukan. Nama Reyhan terulang-ulang dalam pikirannya. Tepat Adelia hamil.

Sore itu, ia duduk di sebuah kafe kecil di Jakarta untuk bertemu dengan klien kerja. Mengenakan blouse sederhana dan rok selutut, ia tampak lebih tenang dari luar—padahal dalam perutnya, badai sedang tumbuh.

Saat itulah ia melihat seseorang masuk. Tinggi. Matang. Dengan aura yang sama seperti malam itu.

Reyhan. Jantungnya seketika berhenti berdetak. Reyhan juga menatapnya—dan tampak terkejut.

"Adelia?"

Tapi sebelum sempat ia menjawab, seseorang lain menyusul masuk dari belakang Reyhan.

"Del? Kamu di sini?" Suara itu menghantam seperti palu godam. Adelia membeku.

Reno tiba. Lelaki yang dulu ia cintai. Yang menghancurkannya.

"Kamu ... kalian ...?" gumamnya, suaranya serak.

Reyhan menatapnya dengan sorot bersalah. Reno memandang bergantian, bingung.

"Kalian saling kenal?" tanya Reno curiga.

Reyhan membuka mulut lebih dulu. "Dia ... wanita yang kutemui di Bali."

Adelia mundur satu langkah. "Reyhan ... kamu..."

"Kakaknya Reno," jawab Reyhan pelan, seperti membebaskan bom waktu.

Dunia Adelia runtuh seketika. Ia mengandung anak ... dari kakak kandung mantan kekasihnya.

"Tidak. Maaf ... Aku harus pergi." Adelia bergegas, namun kedua pria itu menatapnya dalam keheranan.

Perutnya masih rata, tapi Adelia merasa ada dunia lain yang mulai tumbuh di dalam sana—satu detik dari malam tak terduga itu. Setiap kali ia mencoba tidur, wajah Reyhan kembali muncul. Tatapan lembutnya. Pelukannya yang menenangkan. Kalimat yang ia bisikkan malam itu, "Kamu tidak sendiri."

Tapi kenyataannya, Adelia benar-benar sendiri sekarang. Ia bahkan belum tahu bagaimana cara memberi tahu Reyhan. Atau apakah Reyhan akan percaya bahwa itu anaknya.

Lebih dari segalanya, ia takut dunia akan mencibirnya. Mantan pacarnya menikahi sahabatnya, dan sekarang ... ia mengandung anak dari kakak lelaki itu.

"Gila," gumamnya lirih. Tapi air matanya tak jatuh.

Karena mungkin, jauh di dalam lubuk hatinya, ia tahu—malam itu bukan sebuah kesalahan. Itu adalah awal dari cerita yang belum selesai. Dan semuanya baru saja dimulai.

1
Adinda
lanjut thor
Adinda
sudah del lebih baik cerai saja
NurAzizah504
seromantis ini dibilang datar?! /Sob/
NurAzizah504
mantapppp
NurAzizah504
dan kamu termasuk salah satunya
NurAzizah504
kali aja reyhan memiliki firasat kalo adel hamil
NurAzizah504
hai, Thor. aku mampir nih. jgn lupa mampir di lapakku juga, ya. 'Istri Kontrak Sang Duda Kaya'. terima kasih ^^
NurAzizah504
hayo, Del. tanggungjawab tuh /Facepalm/
NurAzizah504
ya ampun /Sob/
NurAzizah504
wah, ada juga ya kasus begini. hubungan hambar lah istilahnya
NurAzizah504
ini bukan lagi ditusuk. tp ditikam berkali2
Adinda
cerai Saja del suami kamu gak perduli sama kamu,kamu keguguran saja dia tidak tau karena asyik dengan jalangnya
Adinda
cerai saja adelia untuk apa sama suamimu tukang selingkuh
Cindy
lanjut kak
Adinda
cerai aja del tinggalin reyhan buat apa bertahan kalau dia bersama dengan jalangnya terus
Adinda
pergi adelia tinggalin reyhan buat apa bertahan sama pria yang tidak bisa lepas dari masalalu
Cindy
lanjut kak
Adinda
lebih baik adel tinggalin reyhan dan cerai tak usah punya urusan sama keluarga itu lagi
Cindy
next
Cindy
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!