Papa ngapain disini?" tanya Axl heran.
Darren beranjak dari tempat tidur dan mendekat.
"Eh, tunggu dulu."
"Disitu aja...!"
Teman-teman Axl kompak menghalangi langkah Darren.
"Siapa tau dia hantu, bro." bisik Choki pada Axl dan yang lainnya.
"Mana ada hantu napak." ujar Darren sambil memperhatikan mereka semua.
"Siapa tau aja setannya mutasi genetik." celetuk Chico dengan gaya sotoy. Darren menghela nafas lalu kembali mendekat.
"Eeeeh, disitu aja. Sumpah jangan kesini." teriak Choki penuh ketakutan.
"Apaan sih, ini papa. Liat nggak kakinya napak gini. Mana ada setan mutasi genetik, dikata setan nya hasil percobaan ilmuwan apa."
Darren pun keluar dari kamar tersebut, ia pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Sementara Axl dan teman-temannya masih saling dorong, untuk juga keluar dari sana. Si kembar sendiri takut, kalau-kalau Darren berubah jadi hantu dan terbang menembus dinding.
"Lo duluan yang keluar, gue belakangan." ujar Chico.
"Penakut lo, di belakang lo tuh." ujar Axl menakuti.
"Woaaaaa."
Chico dan Choki malah berlari duluan. Beberapa saat kemudian, mereka semua terlihat di halaman belakang villa. Persis didekat kolam renang.
Tampak mereka sedang mengadakan barbeque disana. Setelah memastikan jika Darren yang mereka lihat memang benarlah Darren, bukan makhluk astral yang sedang menyerupai.
"Chic-Chok." Jodi memanggil si kembar.
"Apa zeyenk?" tanya Chico mewakili kembarannya, yang sedang cosplay jadi berang-berang.
"Udeh Mateng, Bambang. Buruan...!" ujar Jodi sewot, ketika melihat dua anak itu hanya berenang kesana kemari. Sementara ia dan yang lainnya sibuk membakar ayam, daging, dan juga seafood.
"Papa beli ini semua dimana tadi?" tanya Axl, seraya mengambil cumi bakar yang semula dibakar oleh Darren. Lalu menukar miliknya yang belum matang.
"Bilang aja kalau mau ngambil yang udah mateng, nggak usah basa-basi." ujar Darren sewot, sementara Axl hanya nyengir dan mulai makan.
"Hah, vanaaz."
"Pelan-pelan makannya, belum apa-apa udah kualat kan?" Kali ini Darren mentertawakan anaknya.
"Ad, itu di dalam situ masih banyak seafoodnya."
Darren menunjukkan sebuah wadah cukup besar yang belum dibuka.
"Iya, pa. Ini aja dulu, cukup koq ini." ujar Adrian kemudian.
"Ok, papa kesana ya."
"Iya, pa."
Darren mengangkat cumi besar yang kini ada dihadapannya ke atas piring, lalu membawanya ke pinggir kolam. Tempat dimana Axl kini sedang duduk sambil makan dan memperhatikan si kembar yang tengah berenang.
Entah apa yang ada dipikirkan mereka. Udara sedingin ini, tapi mereka tetap berenang. Axl saja masih menggunakan jaket saking dinginnya.
"Pa, mau saos samyang Korea nggak?"
Axl memberikan sebotol saos ala Korea instan yang ia temukan di dapur.
"Pedes nggak?" tanya Darren kemudian.
"Lumayan." jawab Axl.
Darren lalu mencoba saos tersebut dan,
"Eh, ini pedes banget loh. Jangan banyak-banyak, ntar maag kamu kambuh. Inget kan udah setahun belakangan ini punya maag. Jangan mentang-mentang udah berani makan pedes, terus kebablasan kamu."
"Nggak koq, pa. Orang dikit doang."
Darren melebarkan bibirnya sampai kuping, ketika melihat piring anak itu yang penuh dengan segala macam saos dan persambalan duniawi. Merasa sang ayah memperhatikan piringnya, Axl pun nyengir bajing.
"Hehehe." Ia lalu berpaling dan lanjut makan.
"Awas aja kalau maagnya kambuh, nggak bakal papa tolongin."
Axl memasang mode budek dan lanjut makan. Malah ia membakar beberapa seafood lagi dan makan dengan nasi. Si kembar pun telah selesai menjadi dugong dan ikut makan.
Malam itu berlangsung penuh sukacita. Mereka bermain gitar, bernyanyi, bahkan membakar kembang api. Melakukan live di sosial media dan menjawab berbagai pertanyaan netizen.
"Pa."
Axl berbicara pada ayahnya, ketika acara makan-makan telah selesai dan semua peralatan telah dibersihkan. Mereka kini duduk di balkon kamar, sementara yang lain berada di kamar masing-masing. Chico-Choki sudah tidur, Jodi menelepon gebetan serta Adrian yang masih mabar game online.
"Hm?" jawab Darren sambil masih membalas chat di handphonenya.
"Axl, jadi ambil kedokteran."
Kali ini Darren menoleh ke arah Axl dan mengabaikan handphonenya.
"Kamu serius?" tanya nya kemudian.
Axl mengangguk.
"Udah ngomong sama daddy?"
"Daddy sih nggak kepengen banget, dia maunya Axl ke fakultas teknik."
"Terus?"
"Tapi grandpa sama mama pengen Axl di kedokteran. Axl juga udah lama bilang ke daddy."
"Nah kamu sendiri nyaman nggak?. Papa sih terserah kamu nya aja. Kalau kamu sanggup menjalani, ya silahkan. Kalau nggak, ya jangan maksa."
"Hm, nggak tau pa. Masih bingung juga sih."
"Fakultas kedokteran itu berat loh, Ax. Papa tau, kalau dari segi akademis kamu pasti bisa menjalaninya. Kamu rajin belajar, pinter, berkompeten. Tapi dari segi waktu, bisa nggak?. Belajarnya harus bener-bener dan menyita banyak waktu. Kamu nggak akan punya banyak waktu lagi buat santai-santai, buat main dan segala macem."
"Iya sih, ntar Axl pikirin lagi deh."
Axl menyeruput kopinya dan mengambil sebatang rokok yang ada dihadapan ayahnya.
"Tuh, kalau mau jadi dokter rokoknya dikurangin. Itu dulu yang utama." ujar Darren dengan wajah sewot.
"Iya, sekali ini aja koq." Axl membela diri.
"Dari tadi ngomong sekali ini mulu, udah berapa batang kamu habis?"
Axl nyengir lalu membakar rokoknya.
"Abis ini tidur kamu, udah malem. Kalau punya maag itu nggak boleh tidur larut, loh."
"Iya, pa."
"Oh ya, ada titipan kado dari om Reno."
"Mana?"
"Papa tarok dikamar kamu."
"Dirumah daddy?"
"Iya, tadi kan papa kesana."
"Papa telat sih."
"Mana papa inget, orang papa sibuk."
"Iya deh, terserah papa aja. Papa doang yang paling sibuk sedunia."
"Iya sorry, lain kali papa catet di jidat."
Axl tertawa kecil lalu menyeruput kopinya lagi.
"Grandpa kasih kamu hadiah nggak?" Darren kembali bertanya.
"Ada dong." jawab Axl.
"Apa?"
"Mobil baru."
"Mana mobilnya?"
"Di garasi daddy lah, emang papa nggak liat tadi?"
"Nggak."
"Warnanya merah, keren tuh."
Axl menunjukkan foto mobil barunya kepada Darren. Sebuah mobil sport seri terbaru, berwarna merah menyala.
"Jangan kebut-kebutaan dijalan." ujar Darren.
"Iya, nggak koq."
"Awas aja."
"Hadiah dari papa mana?"
"Kan papa kasih kamu ATM yang isinya mau kamu apain aja terserah."
"Iya tapi kan namanya hadiah saat ulang tahun, itu beda rasanya."
"Mau mama baru sama adek baru?" tanya Darren.
"Ogah."
Darren tertawa melihat wajah Axl yang tiba-tiba sewot.
"Awas aja." ujar Axl kemudian.
"Kenapa?"
"Axl nggak mau punya adek."
"Lah Rio?"
"Kandung."
"Lucu kan papa kalau punya anak lagi, pasti cakep."
"Bodo."
Darren kembali terkekeh, Axl mematikan rokoknya lalu meminum air putih. Mereka lanjut berbincang untuk beberapa saat, hingga kemudian Axl memutuskan untuk tidur.
"Sikat gigi dulu." teriak Darren dari balkon
"Iya, pa."
Axl pergi ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mencuci muka, tak lama kemudian ia pun pergi tidur. Darren masih bermain handphone di balkon kamar, sambil menghabiskan rokok dan juga kopinya.
Setengah jam kemudian, rasa kantuk pun mulai menyerang, Darren pergi ke kamar mandi untuk membersihkan gigi dan mencuci muka. Tak lama kemudian ia pun tidur disisi anaknya yang sudah lelap.
Tiga jam berlalu begitu saja, Darren sudah tertidur lelap. Namun tak lama kemudian Axl terbangun dan merasakan nyeri hebat di ulu hatinya. Ia mencoba menahan rasa sakit itu dan beralih ke arah tas kecil miliknya. Ia mencari obat maag nya disana.
"Anj."
Axl mengumpat ketika menyadari jika dirinya tak membawa obat apapun. Ia lalu mencari di sekitar ruangan itu, pada laci-laci yang ia perkirakan menyimpan obat-obatan.
Namun tak satupun ia temukan, Axl kemudian beralih keluar sambil menahan rasa sakit yang kian mendera. Ia mencoba mencari kotak P3K, namun tak ada obat apapun disana kecuali obat luka.
Akhirnya ia beralih ke dapur untuk mengambil segelas air putih, rasa sakitnya kian menjadi-jadi. Keringat dingin mulai mengucur deras di sekujur tubuh remaja itu. Pada saat yang bersamaan, Darren mulai terbangun dan menyadari puteranya menghilang.
Tak lama kemudian, Axl masuk dengan berjalan perlahan sambil menahan rasa sakit. Lalu ia pun berbaring.
"Axl, kamu kenapa, nak?"
Darren memperhatikan Axl yang terus memegangi perutnya.
"Maag Axl, pa." ujarnya lirih.
Darren pun langsung beranjak bangun dari tidurnya.
"Papa bilang juga apa, kamu tuh kalau di bilangin suka nggak denger. Makan pedes, ngopi, ngerokok, kadang begadang. Udah tau ada maag, masih aja. Kamu bawa obat?"
Axl menggelengkan kepalanya.
"Ya udah, papa cari dulu. Kali aja disini ada."
Darren beranjak.
"Pa, Axl udah cari tadi. Nggak ada."
"Ok, kamu tunggu disini aja."
Darren meraih kunci mobilnya dan bergegas keluar, ia lalu mengetuk pintu kamar Adrian.
"Ad
"Tok, tok, tok, tok."
Adrian lalu membuka pintu.
"Iya, pa?" tanya Adrian kemudian.
"Kamu udah tidur tadi?"
"Belum pa, masih main HP koq."
"Ya udah, papa minta tolong jagain Axl sebentar ya. Papa mau cari apotek yang masih buka, mau beli obat."
"Siapa yang sakit, pa?" tanya Adian heran.
"Axl, maagnya kambuh."
"Oh ok, ok."
"Papa titip Axl."
"Iya pa."
Darren buru-buru ke halaman parkir, sementara kini Adrian bergegas menuju kamar Axl.
"Kenapa Ad?" tanya si kembar dan juga Jodi, yang tak sengaja terbangun karena mendengar suara perbincangan antara Darren dan juga Adrian tadi. Adrian yang baru saja ingin membuka pintu kamar Axl tersebut pun, menoleh pada mereka.
"Axl sakit."
"Hah, tadi baik-baik aja perasaan." ujar Jodi.
Mereka semua bergegas menuju ke kamar Axl, tampak anak itu tengah meringis kesakitan.
"Bro, lo kenapa?" tanya Adrian panik.
Namun meskipun Axl tak menjawab, mereka bisa mengerti. Karena mereka tau jika Axl memiliki masalah dengan lambungnya beberapa waktu belakangan ini.
"Lo sih, Ax. Makan pedes mulu. Mentang-mentang udah berani makan pedes jadi kebablasan, tambah tadi siang alkohol lagi." Chico mengocehi Axl.
"Mana rokok, kopi, alkohol, begadang lagi lo." Choki menimpali.
"Ssst, udah." Jodi memperingatkan dua temannya itu.
"Orang sakit, malah di ceramahin.' tambahnya lagi."
"Ya, maaf. Kita tu khawatir, Jo." Chico membela diri.
Sementara diluar sana, Darren terus menyusuri jalan demi jalan. Mencari apotek yang masih buka, namun sedari tadi ia tak menemukan satupun.
"Aduh, mana lagi ini yang buka."
Darren mulai panik, ia menelepon Adrian dan menanyakan keadaan Axl. Pria itu makin panik, ketika Adrian mengatakan jika Axl masih kesakitan.
Darren terus mencari kesana-kemari, hingga ia menemukan satu apotek yang masih buka. Ia buru-buru memarkir mobilnya dan mendatangi tempat itu.
Beruntung obat yang ia cari masih ada, Darren langsung membeli beberapa untuk persiapan. Usai membayar ia buru-buru kembali ke mobil, karena ia ingin cepat sampai dirumah.
Beberapa saat kemudian ia sudah tiba dirumah dan bergegas menuju ke kamar, saat itu disana masih ada Adrian dan yang lainnya. Sementara Axl sudah terlihat sangat lemah, karena menahan sakit yang cukup lama.
Darren langsung menghampiri, memberinya obat dan minum tanpa berbicara sepatah pun. Ia lalu membaringkan Axl dan menyelimutinya.
"Pa, tangan papa koq berdarah?"
Adrian memperhatikan tangan kanan Darren yang berdarah, seperti terkena sayatan. Axl yang baru saja hendak memejamkan matanya, kini melihat ke arah Darren dan memperhatikan lengan ayahnya itu.
"Papa kenapa?" tanya nya kemudian.
Ia khawatir tetapi masih merasakan sakit, hingga Darren pun harus sedikit memaksanya untuk kembali berbaring.
"Ini cuma luka kecil, tadi nggak tau papa kesenggol apa diluar. Udah kamu tidur."
Axl kembali memejamkan mata sambil berpesan.
"Jangan lupa obatin, pa."
Darren hanya mengelus kepala dan rambut anak itu tanpa menjawab. Tak lama kemudian si kembar mengambilkan antiseptik dan juga kapas untuk mengobati luka Darren.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Zamie Assyakur
knp tuh darren tangan ny....
2021-10-19
1
afi
yakin ini Axl Darren Andrew Mikha smua pada ndablek pada gedein egonya sndri2 tapi perjuangan derren salut bngt seorang laki2 bs ngalahin peran Mikha yg sbgai mama nya, biasanya tu mama yg sgla2nya buat anak ini malahan Mikha cm sprti orang luar say hello doang ke anak
2021-09-24
2
Bidadarinya Sajum Esbelfik
kadang sebel sm Darren.. tp suka sedih juga🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺kasian papa ny gk boleh nikah sm Axl 😐😐😐😐
2021-08-28
1