Cafe di seberang rumah sakit dipilih Renata untuk makan siang bersama Jea. Terpaksa sih, tapi ya sudah lah.
"Udah lama kenal kak Vino?" Renata memulai percakapan, berniat memecahkan rasa canggung.
Seumur-umur dia tidak pernah makan berdua dengan cowok, apalagi baru kenal dan sialnya level ketampanannya di atas rata-rata.
"Dia teman SMA gue."
"Wuih, lama juga ya. Tapi kok kak Vino ----"
"S2 dan gue masih belum kelar S1, gitu?"
Renata meringis, tebakan Jea tepat sekali. Wajar dong muncul pertanyaan itu, secara dia sudah semester 10, katanya magang dan skripsi sudah selesai. Aneh kan??
"Dulu gue pernah cuti kuliah setahun. Perusahaan bokap hampir bangkrut, dan gue disuruh handle." Sesi curhat mode on.
"Saat itu, sekalian saja garap skripsi. Kalau urusan magang, gak perlu lah, gue udah pegang perusahaan juga. Tingal bikin laporan."
"Lah kok bisa? emang boleh?"
"Anggap aja boleh, buktinya gue bisa. Gue baru ikut KKN karena beban SKS belum terpenuhi aja."
"O... aku kira kakak tuh MASAKOM."
"Apaan?"
"Mahasiswa satu koma."
******
Gelak tawa di cafe seberang berbanding terbalik dengan kamar VIP no 3. Suasana romantis berubah dengan kedatangan Bagas.
Mata bulat Sita seketika melotot tak percaya, mau apa dia datang? jenguk atau????
"Gak usah kaget gitu. Aku cuma jenguk kamu." Ucap Bagas ketus, sembari meletakkan parsel buah di meja.
"Mau ngobrol berdua?" tawar Vino.
"Harusnya situ yang sadar diri, gak usah menawari sesuatu yang jawabannya sudah pasti."
"Gak usah emosi bro. Sok sok an cemburu, tapi selingkuh."
Telak.
Bagas kincep. Ia memilih diam, tak menanggapi ocehan Vino, tangannya mengepal kesal melihat interaksi mantan pacar dan gebetan barunya. Sesi pamit saja cukup lama, sok romantis, jerit Bagas dalam hati.
Hufh....sakit hati gak sesakit ini ya Tuhan.
"Kita benar putus?" Bagas memulai obrolan setelah Vino pergi.
"Lo pikir?" tak ada nada lembut terlontar dari Sita. Dirinya cukup muak bertemu lagi dengan mantan tak tahu diri itu.
"Kamu tahu kan kalau aku tuh sayang banget sama kamu, aku dan Londo cuma teman doang."
"Kalau cuman temen, kenapa kontaknya dinamai Rudi? Ah sudahlah, lebih baik memang kita putus saja. Aku yakin kita gampang move on kok."
"Termasuk dengan cowok itu."
"Kenapa tidak!"
"Sudah berapa lama kamu kenal? saat kita masih pacaran?"
"Harus aku jawab?" ingin sekali Sita mengakhiri obrolan dengan Bagas, semakin berdebat semakin bikin emosi.
Memang Sita terkesan cepat move on, tapi dalam hatinya siapa yang tahu. Bagas yang sudah menemaninya kurang lebih 3 tahun, banyak kenangan yang tercipta diantara keduanya. Belum lagi kedekatan dengan kedua orang tua masing-masing, tentu kenangan yang sulit terlupakan.
Putus tetaplah putus, sudah menjadi keputusan akhir Sita. Berani mengkhianati berani juga ditinggalkan. Kadang seseorang perlu ditampar kenyataan terlebih dulu agar bisa melihat jidatnya kalau selingkuh itu dirinya sendiri yang rugi.
"Loh kok?" Renata sangat terkejut saat bertemu Bagas di depan kamar inap Sita. "Ngapain kamu?"
"Kita kenal?" tanya Bagas jutek, memasang wajah sinis dan berlalu begitu saja.
"Sinting." Gumam Renata sambil menatap kepergian Bagas.
"Siapa?"
"Biang kerok."
"Hm?" Jea tak paham
"Cowok itu yang bikin Kisut celaka."
"Kisut?"
"Eh maksudku, Sita." Jelas Renata yang dijawab 'O' oleh Jea. Dan keduanya berpisah kembali, menuju kamar sahabatnya masing-masing.
Ceklek
Tepat sesuai dugaan. Pertengkaran mereka pasti terjadi lagi. Ya wajar juga, hubungannya kandas karena perselingkuhan, pasti ada pihak yang tak rela.
"Sudahlah, Sut!" cicit Renata pelan. Ia mengusap surai hitam Sita. "Keputusan kamu sudah benar, gak usah galau lagi ya!"
"Aku bukan galau kok mbak, hanya saja sakit hati banget."
"Masa' kamar sudah VIP gini masih kerasa sakit, mana dokternya cakep uey.."
"Mbaakkkkkkk." Rengeknya manja.
"Emang sakit hati tuh gimana, Sut!"
"Mbak Renata masih piyik, gak akan mungkin sakit hati. Cowok aja gak punya."
"Ejek terus, tapi gue bangga kok."
Hening
"Mbak!"
"Hm."
"Temennya Kak Vino ganteng loh!"
"Kak Jea?"
"Oh namanya Jea. Jurusan apa?"
"Arsitek."
"Mantap." puji Sita sumringah. "Kok udah tahu banyak kayaknya, PDKTnya lancar berarti."
tonyoran di pipi chubby Sita cukup keras, sampai si empunya mengasuh. "Dia ketua KKN gue."
"Wah cilok dong." sesi plesetan kata dimulai.
"Cinlok kales." Ralat Renata gemas.
"Gimana?" tanya Sita dengan menaik turunkan alis tebalnya. Sengaja menggoda dan mengorek kelanjutan hubungan Jea dan Renata.
"Gimana apanya?"
"Ck...tuh kan dibilang piyik gak mau tapi gak peka banget, ya hubungan mbak sama kak Jea, lah!"
"Cuma senior-junior aja, Sut."
"Lagu lama mbak," kesal juga Sita pada salah satu kakak kosnya ini. Begitu lempeng, dan gak berniat mencari teman hidup. Usia juga sudah cukup banget untuk mengenal cinta sejati. Bukan memulai cinta monyet yang bisa menambah deretan jumlah mantan.
"Assalamualaikum." Sapa Elea sedikit tergesa.
"Waalaikumsalam." Jawab keduanya kompak.
"Kalian lagi apa?" tanya El sembari meletakkan martabak telor dan jus buah di meja.
"Wah El, enak nih. Gratis kan?"
"Yoi, mbak. Silahkan dimakan, ini tuh pajak jadian gue."
Uhuuk...uhuk...
martabak telor nyangkut di tenggorokan, sumpah gak enak banget rasanya sampai meneteskan air mata.
"Mbak Renata gak setuju ya, kalau gue jadian sama Ibam."
Gelengan kepala dan lambaian tangan diberikan Renata, bukan itu maksud tersedaknya Renata. Gadis itu hanya kaget saja, kedua adik kosnya cepet amat lak
"Kan gue udah dekat ama Ibam setahun yang lalu mbak, wajar kan."
Uhuk....batuk terakhir yang dirasa Renata. Menghela nafas sebentar, "Kalian cepet banget ya lakunya, heran gue."
"Ye...karena kita doyan laki-laki mbak."
"Astaghfirullah, Sut. Gue juga doyan kali."
"Perlu dibuktikan nih." Tantang Elea jahil.
"Tadi sih sudah ada signal, El!"
"Sama? jangan bilang ama Wira, gak percaya gue sama Wira."
Renata hanya mengulum senyum. Elea memang pernah diajak Renata menemui Wira. Biasalah seorang Wira kalau ketemu cewek bening langsung tebar pesona termasuk kepada Elea.
Perkenalannya cukup romantis, tapi bikin muak. Bilangnya cantik kepada Elea, tapi ngaku calon imam Renata saat perkenalan diri. Sableng.
*******
Setelah Maghrib, Renata pamit pulang. Elea malam ini mau menemani Sita seperti kemarin. Toh dia di kamar juga gak berani tidur sendiri kalau gak ada Sita.
"Eh Kak Vino, masuk kak. Sita lagi ke kamar mandi." Ujar Elea, ada Vino dan temannya, entah siapa Elea tidak mengenalnya dan tidak berharap berkenalan juga. Ia sibuk berbalas chat dengan pacar baru, si Ibam.
"Mbak Renata sudah pulang ya El."
"Udah, Kak. Tadi habis Maghrib." Jawab Elea sekilas ia menatap lawan bicaranya kemudian berbalas wa lagi.
"Kurang beruntung Anda." Candanya sembari menepuk pundak Jea.
"Apaan sih."
"Heleh, Lo ngantar gue ke sini mau ketemu Mbak Renata juga, kan. Ngaku Lo!"
"Cie... sepertinya efek makan siang tadi nih." Kini giliran Sita yang menggoda.
"Ada apa emang, Sut?"
"Temennya Kak Jea mau PDKT sama mbak Renata."
"Alhamdulillah wa syukurillah, mbak gue doyan bujang juga."
"Maksudnya?" Vino dan Jea spontan bertanya, pikiran negativ tentang Renata sempat terlintas. Jangan-jangan Renata belok???
Sita langsung melempar bantal sofa ke arah Elea, gemas juga mengumbar aib Renata.
"Bukan gitu kok Kak. Mbak Renata itu punya prinsip gak mau pacaran maunya langsung dibayar tunai."
"Dan lagi mbak Renata itu gak mau berduan dengan laki-laki yang bukan sodaranya. Kaget juga loh aku tuh tadi, kalian makan siang bareng."
"Hah??" giliran Elea yang kaget. "Yang bener makan siang sama kakak itu?"
Sita mengangguk. "Daebakkkk!!"
"Makan siang pertama lagi."
Benarkah????? batin Jea sembari tersenyum tipis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
susila wati
daebaaaaakkk🤭🤭
2022-01-29
2
💫Sun love 💫
ehem... jea seneng....jadi yang pertama .. 🤭🤭🤭
2021-11-16
2
Reiva Momi
cieeee...Jeaa...
2021-09-30
2