2. Diriku Yang Lemah

Arsen terkejut ketika ia memasuki halaman Rumahnya dan mendapati pintu rumah terbuka, suara teriakan serta makian terdengar jelas dari dalam sana. Arsen tanpa sadar melepas tas jaring yang membawa seluruh tangkapannya dan berlari masuk kedalam Rumah untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Sesampainya diambang pintu, Arsen melihat kedua orang tuanya berlutut pada seseorang berwajah garang bersuara berat, didalam sana ia juga melihat Adli yang menyunggingkan senyum tipis.

Arsen segera menghampiri orang tuanya dan meminta mereka tidak melakukan hal semacam itu.

"Oh, jadi kamu yang melempar batu ke anak saya!" tegas pria itu menarik kasar tangan Arsen.

Arsen meringis kesakitan. "Dia yang memulainya." ucapnya membela diri.

Aida, ibu Arsen yang melihat putranya diperlakukan kasar tidak terima, meski begitu ia masih bersikap patuh pada majikan suaminya itu karena hanya dia satu-satunya orang yang memperkerjakan suaminya dan keluarganya butuh uang untuk menyambung hidup.

Aida berjalan dengan lututnya menghampiri Arsen dan memohon agar pria itu melepas cengkeraman dari lengan putranya. Ia meminta maaf berkali-kali atas apa yang Arsen lakukan.

"Baiklah!" suara berat itu menggema. "Kali ini akan saya maafkan kalian. Tapi, jika kejadian semacam ini terulang lagi, saya tidak akan memberikan toleransi lagi!"

Pria itu melepas cengkeramannya dengan mendorong Arsen hingga jatuh, untung saja ibunya dengan cepat memeluknya. Ia menangis pilu meratapi nasib dirinya yang tidak bisa menjaga sang putra. Sejak tadi, pandangannya tertuju pada lutut Arsen dan ia mengetahui bahwa selama ini putranya acap kali mendapat perlakuan buruk dari Adli, anak itu menyakiti putranya baik secara fisik maupun verbal. Namun, ia tidak bisa sedikitpun membela Arsen karena ayah dari Adli adalah tuan tanah Rumah yang ia tempati dan suaminya pun bekerja pada pria itu.

"Arsen!" bentak Surya, sang ayah. Wajahnya merah padam tampak jelas amarahnya tengah membara.

Surya menarik Arsen dari pelukan ibunya. "Dasar anak nakal!" pukulan keras mendarat pada lengan anak itu.

Arsen terdiam, ini bukan pertama kalinya.

"Kenapa kamu kasar pada Adli?! Kamu ingin ayah dipecat dan kita semua kelaparan?!"

Arsen menangis. "Maaf, Ayah." ucapnya. "Aku hanya ingin membela diri."

"Membela diri?!" tanya sang ayah dengan tegas. "Memang orang seperti kita berhak untuk membela diri?!" Surya terus membentak Arsen untuk melampiaskan kekesalan dalam dirinya.

Arsen yang melihat kemurkaan ayahnya merasa begitu takut hingga ia gemetar. "Aku tidak ingin mereka menghina kita." ucapnya lirih.

"Lalu, kenapa jika mereka menghina kita?! Kamu tidak terima?!" tanyanya mendorong kepala Arsen dengan telunjuknya.

Air mata Arsen terus menetes, meski ia menahannya tetap saja air mata itu keluar dengan sendirinya. "Aku tidak mau harga diri ayah diinjak-injak." jawabnya parau.

"Harga diri?!" suara surya kembali menggema, kini lebih keras lagi. "Memangnya harga diri bisa membuatmu kenyang?! Bisa menyekolahkanmu?!"

"Cukup! Apa kamu tidak melihat Arsen ketakutan?!" Aida yang melihat putranya ketakutan mencoba menyadarkan suaminya. Namun, sang suami tidak menghiraukan dirinya.

"Tidak usah ikut campur!" tegasnya pada sang istri.

"Ayah harus memberimu pelajaran!" pria berusia 41 tahun itu mengambil sapu lidi yang berada tak jauh darinya dan dengan cepat ia memukul punggung Arsen tanpa ampun.

"Cukup, Mas!" teriak Aida tidak terima, ia menarik tangan suaminya agar tidak menyakiti Arsen. "Dia itu anak kandungmu!"

Surya menepis tangan Aida, amarah benar-benar sudah menguasai dirinya. "Anak bandel ini perlu diberi pelajaran!" tegasnya lalu kembali memukul punggung Arsen.

"Ayah... Sakit... Hentikan... Aku mohon... Sakit..." rengek Arsen yang sudah bersujud dilantai dengan kedua tangan melindungi bagian kepala. Punggungnya terasa panas dan sakit. Namun, hatinya jauh lebih sakit lagi.

"Anak bodoh! Kau hanya menyusahkan kami saja! Lihat Gibran! Dia pintar, karena dia rajin dan pekerja keras! Tidak seperti dirimu yang hanya bisa membuat onar!" ujarnya penuh kemarahan. "Apa tidak bisa mencontoh kakakmu sedikit saja agar uang jerih payahku yang kugunakan untuk menyekolahkanmu tidak sia-sia? Tidak ada yang bisa ayah harapkan dari anak seperti dirimu?!"

Setelah selesai memberi pelajaran pada putranya, Surya melempar sapu lidi itu kesembarang arah. "Bangun!" perintahnya pada Arsen yang masih meringkuk kesakitan.

Arsen diam saja, ia sudah tidak memiliki tenaga untuk bangkit.

"Bangun!" bentak Surya tidak sabar.

Aida mendekati putranya dan membantu Arsen yang menangis sesenggukan berdiri, ia mengusap lembut air mata putranya. "Tega sekali." ucapnya merapikan rambut Arsen yang acak-acakan, hatinya hancur. Tapi, ia tidak berdaya dihadapan suaminya.

Napas surya terengah-engah, ia menatap keduanya tanpa rasa iba sedikitpun. Menurutnya sikap tegas semacam ini adalah cara yang tepat untuk menangani Arsen.

"Apa tidak bisa sedikit saja bersikap lembut pada Arsen seperti sikapmu pada Gibran?" tanya Aida dengan air mata berlinang.

"Ini sebabnya anak ini semakin hari semakin menjadi-jadi karena kamu terlalu memanjakannya!" jawabnya dengan tegas.

"Memanjakannya?" protes Aida, ia tidak terima dengan perkataan sang suami. "Membela anakku sendiri dari tindakan kasarmu dan kamu menganggap aku memanjakannya? Justru kamu yang tidak adil pada Arsen, bisakah kamu memperlakukan kedua anak kita dengan sikap yang sama terlepas dari kekurangan serta kelebihan mereka?"

"Sama?" Surya mempertanyakan ucapan istrinya. "Kita tidak bisa mendidik si pembuat onar ini sama dengan cara kita mendidik Gibran yang penurut dan mudah diatur, keduanya jelas sangat berbeda."

"Tapi Arsen juga anakmu!" teriak Aida yang kesal dengan suaminya.

"Arsen, ikut ayah." ucapnya tidak menghiraukan Aida.

Arsen menggelengkan kepalanya, ia tahu bahwa hukuman selanjutnya tengah menanti dirinya. Didekat Rumah mereka yang hanya seluas 4×5m dengan cat tembok putih usang terdapat sebuah gudang kecil yang menyimpan berbagai barang yang sudah tidak terpakai, ruangan gelap nan lembab tanpa penerangan serta debu halus yang bertebaran, bernapas pun terasa sesak. Disanalah tempat favorit ayahnya untuk menghukum dirinya. Meski sudah berkali-kali melewati malam dalam ruangan itu, tetap saja Arsen masih merasa takut.

Surya masih kekeh dengan pendiriannya, sekali ia mendisiplinkan sang anak, ia harus bersikap keras dan tegas agar anaknya itu jera. Padahal, apa yang dilakukannya ini jelas sebuah kesalahan yang amat fatal.

Surya menarik tangan Arsen dan berjalan menuju gudang itu, tubuh kecil Arsen tidak mampu mengimbangi lajunya langkah sang ayah hingga ia sesekali terseret.

"Ayah, aku akan menjadi anak yang baik, aku janji." pintanya, ia tidak melawan ataupun meronta karena Arsen tahu bahwa kekuatannya tidak sepadan dengan kekuatan sang ayah. Ia pun memilih untuk pasrah.

Aida terus mengikuti suaminya,berharap pria yang telah 14 tahun ia dampingi itu berbaik hati dan melepaskan Arsen. Sayangnya, usahanya untuk menenangkan hati sang suami sia-sia. Aida harus melihat anaknya masuk dengan paksa kedalam gudang gelap itu.

Arsen sangat ketakutan, ia terus menggedor dan mencoba membuka pintu, Arsen berteriak memanggil ayahnya dengan suara yang parau.

Surya tidak mengucapkan sepatah katapun, ia menarik tangan Aida agar mengikutinya dan menjauh dari gudang tersebut.

"Ayah." teriak Arsen. "Ayah, aku mohon...aku akan menjadi anak yang baik seperti Gibran." pintanya. "Ayah....." suara melemah ketika ia tidak mendengar suara ayahnya dari luar sana.

Arsen berbalik dan duduk memeluk lutut, sejauh mata memandang ia tidak bisa melihat apapun, semuanya gelap. Arsen begitu sedih, ia menenggelamkan wajahnya pada lututnya.

Tak berapa lama kemudian, ia mendengar kedua orang tuanya bertengkar. Pertengkaran itu begitu sengit, bahkan Arsen mendengar tentang kehadirannya yang tidak diinginkan dan ayahnya berkata Gibran saja sudah cukup.

Hati Arsen kian terluka. Pasalnya, ini bukan pertama kali dirinya mendengar perkataan itu keluar dari mulut sang ayah.

Setelah melahirkan Gibran, hanya dalam waktu beberapa bulan Aida kembali mengandung, hal itu yang membuat Surya tidak siap dengan kehadiran Arsen.

Arsen menutup kedua telinganya dengan tangan. "Hentikan..." rintihnya. Ia tidak sanggup lagi mendengar pertengkaran itu.

Arsen menangis sejadi-jadinya, hatinya teramat sakit terlebih dia sendiri tidak meminta untuk dilahirkan.

Ayah, ibu, mungkin aku tidak sepintar dan sehebat Gibran. Tapi, bukan berarti aku tidak pernah berusaha. Aku telah berusaha semampuku. Maafkan diriku yang lemah ini, aku yang tidak bisa menjadi seseorang yang kalian inginkan.

Ibu, aku tidak ingin ibu terus menangis karena diriku. Aku sangat menyayangi ibu lebih dari siapapun, aku tidak ingin melihat ibu menjahit bajuku tengah malam atau menyimpan makanan secara diam-diam agar aku bisa makan. Sedangkan, ibu tidur dengan rasa lapar. Aku hanya ingin ibu lebih menjaga diri sendiri.

Ayah, aku ingin ayah tersenyum menyambutku pulang sama seperti yang ayah lakukan pada Gibran, aku ingin ayah memeluk atau pergi keluar bersamaku, aku tidak ingat kapan terakhir kali aku begitu dekat dengan ayah dan pergi bersama. Tidak apa bagiku, melihat ayah yang sangat menyayangi Gibran. Tapi, jujur saja terkadang diriku merasa iri. Aku menantikan hari dimana ayah akan menyayangiku dengan sepenuh hati.

Gibran, aku menyayangimu.

Aku takut... Sangat takut... Bagaimana kalau ada ular yang menggigit kakiku? Bagaimana jika ada tikus yang melompat kearahku? Gelap, disini sangat gelap. Aku takut... Sangat takut... Ayah..... Ibu.... Aku takut.

Arsen masih tenggelam dalam renungannya dengan mata berlinang, ia tidak sedikitpun menoleh atau melihat sekelilingnya.

Terpopuler

Comments

Bunda

Bunda

Arsen😭😭😭

2025-01-12

0

Miya Miya

Miya Miya

/Sob//Sob//Sob//Sob/

2023-12-01

0

Nurlaela

Nurlaela

sedih Oey,...

2023-04-09

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!