Pukul 20.00 malam, Devan yang sedang berada di ruang tamu bersama Andy sekretarisnya melihat tuannya mondar-mandir sambil melihat jam di tangannya tanpa henti. Sesekali Devan menelepon orang suruhannya untuk menanyakan keberadaan Gadis saat itu. Devan begitu khawatir, takut sesuatu terjadi pada adik angkatnya yang disayangnya itu.
"Kenapa jam segini Gadis belum pulang? Apa dia sudah lupa jalan pulang? Kalau dibiarkan begini terus anak itu lama-lama menjadi liar. Aku tidak ingin itu terjadi," ucap Devan yang begitu mengkhawatirkan Gadis.
"Tidak mungkin, Tuan. Non Gadis selalu menjaga sholat, saat ini dia pasti berada di masjid untuk beribadah. Non Gadis tidak pernah berkeliaran di jalanan. Tempat satu-satunya menjadi pelarian non Gadis yaitu di masjid, Tuan. Tolong jangan berpikiran buruk tentang non Gadis, Tuan," ucap Andy membela Gadis yang duduk di sofa menatap tuannya.
"Sepertinya kau lebih tahu tentang Gadis dari pada aku yang jelas-jelas selalu bersamanya sejak kecil," ucap Devan sedikit ada rasa iri pada Andy.
"Saya sering mendapat kabar dari anak buah saya, Tuan. Emm ... sebenarnya non Gadis tidak suka melihat Tuan Dev seperti sekarang, non Gadis menginginkan Tuan Dev seperti kakaknya yang dulu," ujar Andy ragu.
"Kau tahu apa, Andy? Jangan sok tahu lah!" Devan duduk di sofa dan menyilangkan kakinya ciri khas seorang tuan muda yang berkuasa.
"Saya bukannya sok tahu, Tuan. Karena itu lah keinginan non Gadis, dia yang berbicara sendiri padaku, Tuan."
"Cih ... aku tidak peduli. Yang aku lakukan saat ini adalah benar menurutku," ucap Devan lirih.
"Aku tahu apa yang kau rasakan, tuan. Mungkin saat ini kau merahasiakannya. Tapi aku tahu apa yang kau sembunyikan, tuan Dev. Kau tidak bisa membohongiku," batin Andy dalam hatinya.
Tak lama kemudian, Gadis pulang ke rumah dengan langkah perlahan. Dia tahu jika Devan dan Andy sedang berada di ruang tamu saat ini, tapi Gadis hanya cuek tak ingin menyapa mereka. Gadis hanya melanjutkan saja langkahnya menuju kamarnya di atas melewati tangga.
Devan pun menatap Gadis penuh tanya dan kesal, tapi Devan menahan kekesalan itu pada Gadis, bagaimanapun juga Gadis adalah adik angkat Devan yang tidak pantas dia kasari dan dia maki. Karena Devan juga sangat menyayangi Gadis.
"Gadis!" teriak Devan sedangkan Gadis tak mempedulikan panggilan itu.
"Gadis...!" teriak Devan kali ini dengan suara tinggi. Gadis menutup telingganya dengan kedua tangan.
Devan begitu murka, lalu Devan menyusul Gadis yang berjalan menuju kamarnya.
"Tuan, mau apa? Jangan kasar pada non Gadis!" Andy beranjak berdiri dari sofa tapi Devan tetap berjalan menyusul Gadis.
Devan menarik lengan Gadis kasar saat Gadis hendak memasuki kamarnya, lalu pandangan mata mereka bertemu. Ada kerinduan yang menyeruak dari dalam hati mereka berdua. Mereka merindukan saat-saat mereka bersama ketika masa kecil dulu yang bahagia.
"Kamu pura-pura tidak mendengar Kakak, kan?" tanya Devan kesal.
"Gadis lelah, Kak. Gadis ingin istirahat," ucap Gadis pelan.
"Kamu sekarang mulai membantah Kakak ya? Kakak sudah bilang, tinggalkan aksi sosialisasi kamu untuk memberi bunga pada orang-orang di jalan. Kamu itu seperti gembel tahu nggak!" bentak Devan dengan suara tingginya.
"Lepaskan Gadis, Kak!" Gadis berontak melepaskan tangan Devan darinya.
"Kakak nggak pantes menyentuh tangan Gadis, karena tangan Kakak itu kotor, penuh dengan wanita-wanita malam yang sering Kakak bayar untuk kepuasan Kakak," kata Gadis yang membuat mata Devan sedikit memerah menahan amarahnya.
"Jika kamu masih berkeliaran di jalan, akan Kakak hancurkan semua bunga-bunga di taman itu, lihat saja nanti," ancam Devan.
"Silahkan saja! Jika itu terjadi, Kakak tidak akan pernah melihat Gadis di rumah ini lagi," ancam Gadis membalas.
"Kamu mengancamku?"
"Kak Dev yang memulainya, kan? Jadi pilih yang mana? Bila Kakak menghancurkan semua bunga di taman maka Gadis akan pergi dari sini. Jika Kakak bersikap seperti biasanya maka Gadis akan tetap di sini, bagaimana?" tanya Gadis tersenyum penuh kemenangan.
"Ok. Tapi kakak nggak akan izinkan kamu keluar dari rumah ini mulai besok."
"Kakak nggak usah ngatur- ngatur hidup aku kalau diri Kakak saja masih liar seperti itu. Kakak pernah berpikir nggak sih, kenapa Gadis nggak betah di rumah ini sekarang? Itu semua karena Kakak yang membuat rumah ini menjadi sarang zina. Ini rumah peninggalan mama dan papa, kalau mereka masih hidup pasti mereka sangat sedih, Kak. Gadis benar-benar kehilangan sosok Kak Dev yang dulu dan sekarang sosok itu sudah mati," ucap Gadis lirih dengan mata berkaca-kaca.
Gadis beranjak meninggalkan Devan menuju kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan kasar. Sedangkan Devan hanya menatap langkah Gadis meninggalkannya berlalu.
"Mungkin Kakak begitu hina di mata kamu, tapi Kakak melakukan ini semua karena kamu, Gadis. Tolong ... maafkan Kakak," batin Devan begitu sedih.
*******
Di kediaman Elan, dia sedang duduk di sofa dengan menyandarkan kepalanya mendongak ke atas langit-langit di ruang tamu, dia disibukkan dengan bayang-bayang sosok Bunga, perempuan yang sangat dia rindukan. Sejak pertemuannya dengan Gadis di pinggir jalan lampu merah, Elan mulai mengingat wajah Bunga saat itu.
"Kenapa wajah mereka mirip sekali ya? Bunga, Kakak kangen sama kamu. Kakak menyesal tidak mencegah kamu waktu itu. Andai saja kamu tidak lari waktu itu, pasti kamu tidak akan tertabrak mobil. Arghhh...!" ucap Elan dengan dirinya sendiri sambil menghempaskan tangannya ke sofa dengan keras.
John yang mendengar erangan keras dari tuannya pun langsung ke tempat sumber suara dan John meninggalkan kopi yang dia buat di dapur sejak tadi.
"Ada apa, Tuan El?" tanya John sedikit panik.
Elan menghela nafasnya kemudian beralih memandang John yang bertanya padanya.
"Besok kita cari dia, John!" Seru Elan.
"Dia siapa Tuan?"
"Perempuan yang mirip Bunga! Kan saya sudah pernah bilang ke kamu, gimana sih," Elan berdecak kesal.
"Oh, i...iya Tuan," jawab John gugup.
"John, kamu itu harusnya peka dong saat saya sedang membicarakan dia, itu artinya saya berbicara tentang perempuan yang memberi saya bunga mawar waktu itu! Jangan pernah lupakan itu, mengerti?"
"Iya Tuan, saya hanya bingung karena Tuan tidak jelas memberikan perintah kepada saya."
"Kau ini, mau saya pecat ya?"
"Ja...jangan Tuan El, maafkan saya," John membulatkan matanya bertambah takut saat Elan mengancam akan memecatnya.
John terdiam dan menunduk dengan pandangannya ke lantai, Elan menatap John dengan perasaan iba dan selintas mengingat kopi pesanannya pada John.
"Woi, kenapa kamu diam di situ? Mana kopi pesanan saya?" tanya Elan menatap John tajam.
"Oh, iya ... sebentar saya ambilkan, Tuan," John berbalik melangkahkan kakinya menuju dapur mengambil kopi pesanan Elan.
Elan berdecak kesal kembali melihat asistennya itu.
"Huh ... saya ini asistennya di kantor. Padahal ada banyak pembantu di rumah ini tapi malah saya yang disuruh membuatkan dia kopi. Dasar, bos tidak berperasaan," batin John mengumpat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Dianita Indra
lanjut thor
2022-03-25
0
Melati🌼
suka sm gadis nih devan
2021-09-15
1
Momy Victory 🏆👑🌹
amit2 kalo Gadis jadian dengan Devan bekas wanita2 jalang....ih bisa penyakit kelamin menular amit2.
2021-06-21
0