"Aku akan pulang dimana istri dan anak anak ku tinggal!"
DEG.......
Tentu jantung Ina memompa dengan cepat.
"A....apa maksud tuan?"
Dengan lirih Ina berucap.
Namun suami nya sudah keluar rumah, langkah lelaki itu hendak mencapai handle pintu roda empatnya. Ina berlari mengejarnya sampai mendekat.
"Tuan"
Ina mencoba meraih lengan kekar itu yang hendak meraih gagang pintu mobilnya dengan lembut.
"Bukan kah saya istri sah anda?"
Lancang memang, tapi meski masih 18 tahun usia Ina namun dia mengerti arti pernikahan. Ina menantikan jawaban dari lalaki yang menikahinya, hingga tangan lelaki itu melepaskan diri dari cekalan Ina.
"Hahahaha lihat Bagas, dia lancang sekali bukan?"
Bagas sekretarisnya hanya menunduk saja tanpa ada niat menjawab, karena itu bukan kuasanya, ia hanya seorang asisten bagi tuannya.
Ina memundurkan langkahnya, dengan gemetar. Sementara Revan sudah mencekal sebelah tangannya.
"Jadilah istri status ku yang penurut"
Perkataan Revan begitu penuh penekanan dan mengiris hati Ina, sungguh ucapan Revan seperti mata pedang yang menghunus jantung Ina.
"Awwwww"
Lengan Ina dikibaskan Revan, meski tidak kencang namun perbandingan tenaga lelaki dan wanita itu berbeda jauh. Kembali Revan melangkah hendak mencapai pintu mobilnya.
"Tapi aku adalah istri sah mu tuan"
Dengan perlahan Ina bangkit dan segera berdiri.
"Benarkah? tapi sayangnya aku sudah memiliki istri dan dua buah cinta kami, dan kau! kau hanyalah istri status untuk ku tidak lebih, MENGERTI!"
"Lalu kenapa kau menikahi ku, bukan kah kita tidak saling mengenal mengapa kau mengikat ku"
Dengan suara lantang Ina berkata bak menerjang ombak dahsyat dihadapannya.
"Itu urusan mu dengan kedua orang tua ku, tidak ada sangkut pautnya dengan ku"
Sambil membuang muka Revan masuk ke mobilnya, membanting pintu mobil dengan kencangnya.
"Aku tidak pernah mencintai mu, apa lagi menginginkan mu"
Ina masih terdiam di tempatnya dengan air mata yang sudah jatuh membelah pipi mulusnya. Sementara mobil yang membawa Revan sudah pergi menghilang, Revan begitu di kuasai kemarahan akan ucapan wanita yang baru saja menyandang status istrinya.
'Istri hah, aku menikahi bocah pembangkang, sekarang dia seperti singa"
Revan larut akan lamunannya yang entah terbang kemana, sementara Bagas hanya geleng geleng kepala saja.
'Istri mu bisa menyita perhatian mu, jika kau tinggal serumah dengan istri yang seperti itu, maka dalam hitungan bulan kau pasti jatuh ke dalam pesona istri mu sendiri, tuan'
Bagas pun bosan dengan gerutuan Revan yang tidak jelas itu.
'Sampailah aku pada titik terbosan ku'
"Kita akan kemana tuan?"
Akhirnya karena bosan Bagas bertanya,
Bagas melirik spionnya, untuk mendapat jawaban dari tuannya yang duduk di belakang.
"Ke taman kuno"
Bagas memutar ban roda empat itu berdecit ke jalanan yang agak sepi, ya taman kuno adalah istilah yang digunakan Revan untuk menyebut taman yang sudah lama di buat, Revan begitu nyaman di kolam teratai ini.
"Maaf tuan sudah sore"
Bagas memperingatkan tuannya agar segera kembali ke huniannya. Tidak baik untuk kesehatan otak tuannya jika lama dibiarkan melantur emosi karena istri kecil yang sepertinya bandel dan susah dikendalikan.
"Antar aku ke hotel semalam Gas!"
Ucap tuannya.
Bagas dengan segera mengangguk dan melajukan kendaraan roda empat tuannya. Kini mereka sampai, Revan pergi ke kamarnya.Begitu pun Bagas, hanya berbeda lantai saja.
Revan menghela nafasnya mengendurkan dasi, membuang jasnya sembarang dan merebahkan raganya yang dalam mode full kacau.
Menerawang ke langit langit kamar seolah disana banyak sekali memori indah.
'Begini kah takdir, mempermainkan ku, mencabik ku bahkan meluluh lantakkan jiwa dan raga ku, ooohhh sungguh aku menyesal mengapa harus aku'
Sesal Revan dalam hati kecewa sudah pasti, semua karena kesalahannya. Dia terlalu buta akan cinta dan pada akhirnya Revan terlalap dengan seragam kerja yang masih melilit di tubuhnya.
Wanita yang baru dinikahi Revan kemaren dan di tinggal begitu saja hanya menundukkan kepalanya, masih berdiri mematung di teras rumah. Sementara langit telah berwarna jingga di ufuk barat.
Ting...tong.
Bel apartment Revan berbunyi, Revan segera membuka nya.
"Mahen kau disini?"
"Aku kebetulan lewat tadi melihat mu dengan Bagas kemari, maaf tidak hadir di pesta pernikahan mu"
Malik Mahendra Adam sepupu Revan.
"Kau ada pasien dihotel ini?"
Ucap Revan sambil membuka minuman kaleng untuk adik sepupu pertamanya dokter Malik.
"Tidak, aku baru sampai jm 3 pagi tadi"
"Ohh"
"Jangan cemberut kak, masa pengantin baru muka nya ditekuk gitu"
"Sudah lah jangan meledek ku!"
"Ha...ha...ha"
Dokter Malik bisa mengecek kakak sepupunya itu, mereka terus berbincang.
"Non"
Ina tersentak dan berbalik, tersenyum pada dua paruh baya yang di pekerjakan untuk membantunya.
"Saya Lasmi dan ini Lina"
Mereka memperkenalkan diri pada majikan yang akan mereka layani.
"Saya Wisnu, supir sekaligus tukang kebun disini"
Pak Wisnu juga ikut berkumpul dengan dua wanita tadi.
"Jadi disini hanya ada kalian bertiga"
Ina membuka perkenalan dengan orang yang dipercaya untuk mengurusnya.
"Sekarang kami bertiga non, dlu kami banyak"
Pak Wisnu sedang menjelaskan namun Lasmi segera menyikut perut krempeng Pak Wisnu.
"Maaf non, Wisnu memang suka nyrocos aja mulutnya gak ada remnya blong"
Pak Wisnu mendelik.
"Rem ku ini cakram Las"
Namun bik Lasmi hanya acuh, Ina tersenyum, menurutnya mereka itu lucu.
"Tidak apa lanjutkan saja ceritanya"
Ina ingin mendengar kisah lelaki yang baru mempersuntingnya.
"Jadi 5 tahun lalu, supir masih 5 orang non dan kawan kawan Lasmi masih 30 orang, tapi semenjak aden kecil masuk sekolah, sopir di tarik 4 kesana"
Cerita Pak Wisnu terhenti kala pintu gerbang terbuka, nampak lelaki paruh baya berjalan mendekat.
"Apa kabar nona saya di tugaskan pak Eric untuk kepala pelayan disini"
Seraya membungkukkan badannya di hadapan Ina.
Sedangkan Lina, Lasmi dan pak Wisnu saling pandang.
"Silahkan pak"
Ina mempersilahkan sambil tersenyum.
'Meesi kau sudah besar, aku akan menepati sumpah ku'
Orang itu hanya bisa berkata dalam hati, tanpa bisa di ungkapkan, hanya melalui sorot matanya, ia selalu merealisasikan kata hatinya.
"Panggil saja saya Indra nona"
Ucap chef itu, Ina kembali tersenyum dan mengangguk.
"Baiklah, aku memanggil mu paman Indra, bagaimana?"
Tawar Ina pada chef yang di kirim mertuanya.
"Baiklah saya setuju"
Chef itu segera menyetujuinya. Bik Lasmi dan Bu Lina segera menunjukan kamar yang lebih besar di dekat dapur yang sejajar dengan kamar mereka.
'Sepertinya aku mengenal chef tadi, dari siluetnya saja begitu familiar tapi dimana?'
Memutar otaknya beberapa saat, namun Ina tidak dapat menemukan bayangan orang itu dalam benaknya.
Ina memasuki kamar,membongkar koper kecilnya, merapikan barang barang pribadinya. Disana terdapat bingkai foto usang satu satunya miliknya ada 3 orang dia, ayah dan juga ibunya. Mengusap bingkai foto usang itu dengan jari lentiknya, dipandanginya wanita cantik yang tersenyum manis dengan wajah sempurna seperti dirinya. Keluarga yang penuh kehangatan juga kasih sayang, sebelum semuanya musnah karena tragedi memilukan itu.
'Ayah, ibu, Ina rindu, kenapa Ina berada disini sekarang? apa yang harus Ina lakukan? seburuk inikah hidup yang harus ku lampaui? apa kesalahan ku?"
Ratapan tak henti terlontar dari mulut cantik Ina, air mata begitu kuat mengalir deras membasahi pipi mulusnya, hingga ia lelah dan tertidur.
Sementara di balik tembok itu kedua tangan seseorang mengepal mendengar tangis memilukan keponakan terakhirnya.
'Paman akan membawa mu pergi dari sini, bersabarlah sebentar lagi'
Monolog orang itu dan menyelinap pergi di keremangan rumah itu.
Dalam buaian mimpi Ina kecil begitu bahagia, berlarian disebuah halaman sederhana, yang indah nan hijau dengan rumput tebal, yang bisa di jadikan untuk tubuh kecilnya berguling.
'Meesi....Meesi ayo masuk sudah mulai sore'
Samar samar suara perempuan cantik menyerukan namanya. Ina berlari mendekat dan........
Duuaarrrrrrrrr
Tabung gas meledak dari dalam rumah.
"Tidaaaaaaakkkkkkk"
Keringat mengucur deras dan Ina seketika terbangun dari tidur nyenyaknya. Bik Lasmi dan bu Lina sudah berlarian menuju lantai 2 rumah megah itu.
"Non........"
Ina kaget, dia clingukan menatap sekeliling. Kini dia sadar bahwasannya dia di tempat tinggal barunya.
"A...aku hanya mimpi buruk"
Bik Lasmi menyodorkan segelas air putih dan langsung di teguk Ina hingga tandas.
Dari pantulan gelas Ina melihat sepasang mata, ya mata itu, mata yang sangat dikenalnya.
"Anda memerlukan saya nona?"
Dengan menunduk sosok itu menghadap.
"Tidak paman, aku akan tidur kembali, maaf membuat kalian khawatir"
Senyum cemas ditampilkan Ina.
"Ah tidak nona, ini masih jam sebelas malam"
Mereka semua undur diri. Dan sosok itu melihat dalam kegelapan wajah yang dirindukannya.
'Kau begitu menderita'
Ya saat kejadian itu Ina kecil atau Meesi sempat di rawat, karena pingsan akan kerasnya suara ledakan, hingga sekarang kepalanya berdenyut nyeri di belakang.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Yulianti Bastaman
kog crta ya melow abs spt ya thor...
2023-04-16
0
🍾⃝ͩɴᷞᴏͧ:ɴᷠᴀͣᴍᴇ<ᏇᏋᎧᏇ>
semuga tu rumah penghuni baik2 aja ,,,
2022-11-26
0
lovely
terlalu lemahhh tokoh ceweknya mau aja di tindas lebih parahnya lagi mau di poligami
2022-11-23
0