Tami sekarang berada di dalam pesawat semenjak sepuluh menit lalu, Bundanya tidak menipu atau main-main dengan ucapannya tadi. Tami benar-benar terbang ke Paris, bukan—bukan untuk liburan atau mengunjungi temannya atau saudaranya, karena Tami tidak memiliki teman yang berada disini, kecuali di Jerman dan Australia dia baru ada teman yang menetap atau bekerja di negara tersebut. Tapi—sepertinya dia lupa siapa saja, karena mereka sudah hampir lima tahun tidak bertemu, namun masih ada beberapa yang saling bertukar chat melalui aplikasi yang digunakan oleh sejuta umat. Eh—tunggu dulu kok malah curhat.
Oke, kita balik lagi disini Tami di duduk disebuah tempat paling diimpikan oleh semua orang termasuk bukan dirinya, karena dia sudah sering menempati tempat ini bukan lain dan tidak bukan—first class dengan seorang yang membuat Bundanya membangunkan dirinya dari tidur indahnya. Orang itu bahkan tidak berbicara setelah memasuki pesawat, dia lebih serius menatap layar terang yang menyala di ponselnya.
“Bukannya lo gak ada jadwal hari ini? Dan jadwal untuk ke Paris itu tiga hari lagi? Kenapa berangkat sekarang? Lo gak ada kerjaan lain apa?” Tanya Tami setelah cukup lama mereka saling terdiam.
“Lebih cepat lebih baik.” Jawaban singkat yang membuat Tami menghela nafas dan memilih untuk memejamkan matanya yang masih terasa berat itu. Tami segaja memiringkan kepalanya untuk bersandar dibahu Vino—orang yang mengusik waktu tenangnya adalah Vino.
“Bisa singkirin kepala lo dari bahu gue?” Tanya Vino menatap Tami yang memejamkan matanya.
“Gue masih ngantuk,” balasnya membuat Vino menghembuskan nafas dan membiarkan Tami, dia memilih untuk kembali menatap layar ponselnya.
“Tami! Bangun sudah take off,” Vino mengguncangkan tubuh Tami yang masih terlelap dibahu kokohnya itu. Dia sudah merasa kebas di bahunya selama berjam-jam Tami tidur dengan kepala yang setia dibahunya.
“Hah—udah sampai? Gue di mana?” Tanya Tami yang masih setengah sadar menatap sekitarnya dan menatap Vino untuk menjelaskan semuanya.
“Di dalam pesawat dan kita ada di Paris untuk syuting film terbaru gue. Sekarang kita turun,” Vino menarik tangan Tami yang masih mengusap jidatnya, dia masih belum sadar sepenuhnya.
“Kita langsung ke rumah!” suruh Vino kepada supir yang menjemput mereka, sedangkan Tami kembali melanjutkan tidurnya dengan bahu Vino sebagai bantal dan tangannya melingkar di perut Vino seperti tubuh Vino adalah guling. Bahkan sang supir tertawa geli melihat sang majikan terdiam di perlakukan seperti itu oleh seorang wanita yang sempat memarahi sang majikan itu.
Vino memiliki satu unit rumah yang sangat luas di Paris, dia sering berlibur di sini saat hari-hari besar dan waktu liburan kuliah dulu. Sebenarnya Vino memiliki kenangan yang sangat manis di negara romantis ini, dia bertemu dengan orang yang sangat ia cintai sampai saat ini. Dia datang lebih awal untuk menikmati momen romatis dengan orang itu. Vino sudah menyiapkan segalanya dan dia akan membuat wanitanya itu kembali bahagia setelah sesuatu yang menimpanya dapat membuat wanita itu trauma.
“Tam—bangun!” Vino menggucangkan tubuh Tami yang masih menempel dibadannya itu, tapi Tami tidak terusik dan malah merapatkan tubuhnya membuat Vino menahan nafas.
“Kayaknya kelelahan, gendong aja deh,” gumam Vino menggendong tubuh mungil Tami dan membawanya ke kamar yang di tempati Tami, Vino dengan hati-hati menaruh tubuh Tami dan menarik selimut sampai dagu Tami. Dia menatap wajah damai Tami yang begitu cantik ketika tidur.
“Kalau lo gak berisik cantiknya nambah, malah tambah manis aja,” kekeh Vino menatap lekat wajah Tami, tangannya bergerak mengusap lembut pipi Tami. Gerakan yang tidak membuat Tami terganggu tidurnya, tatapan Vino yang awalnya menelusuri wajah cantik Tami seketika terhipnotis dengan bibir yang sedikit terbuka yang selalu mengoceh setiap saat itu.
Perlahan Vino mendekatkan wajahnya dan memejamkan matanya, wajahnya semakin dekat dan dekat, terus mendekat hingga satu senti lagi akan sampai dibibir Tami—sampai plak. Tangan mungil Tami menampar pipi kanan Vino, segera Vino menarik kepalanya dan menatap Tami yang masih terlelap itu.
“Gila, tidur aja tetap sadis,” ringis Vino mengusap pipinya yang terkena tamparan itu. Secepat kilat Vino mengecup bibir menggoda milik Tami dan berlari keluar dari kamar sebelum sang empu menamparnya lagi.
“Selamat,” desah lega Vino didepan pintu kamar Tami.
***
Tami sudah lelah mencari dan menelpon Vino yang hampir satu jam menghilang, dia bertanya kepada pekerja disini dimana keberadaan Vino. Mereka menjawab kalau Vino ada urusan dan akan pulang malam. Tami mendesah, dia bosan kalau menunggu Vino sampai malam. Dia bersiniatif untuk jalan-jalan keliling Paris yang sudah lama dia tidak kunjungi. Tami sudah rapi dan berpamitan dengan pekerja di rumah milik Vino ini dan memesan taksi untuk berkeliling. Saat dalam perjalanan dia mendapatkan pesan dari seseorang dan dia meminta supir taksi untuk mengubah jalurnya.
“Dasar!” kekeh Tami membaca sederetan pesan dari seseorang dan menahan senyum bahagianya.
Teman kuliahnya sedang berada di Paris dan mengajak Tami untuk makan malam bersama, tentu saja Tami menyetujuinya. Sudah lama mereka tidak menghabiskan waktu bersama, sekitar satu tahun lamanya. Tami sudah sampai di tempat yang di informasikan oleh temannya itu.
“Hai,”
pekik bahagia Tami sambil memeluk erat tubuh orang itu.
“Hai, lama tidak menghabiskan waktu bersama,” balas orang itu sambil menyambut hangat pelukan Tami yang sudah dia rindukan itu.
“Wah, kamu yang menyiapkan semua ini?” Tanya Tami memandang takjub tempat yang sangat indah ini.
“Tentunya, buat orang yang spesial dalam hidupku,” balasnya sambil menarik kursi untuk Tami duduk.
***
Tami tidak tinggal di rumah Vino selama dua hari. Dia menghabiskan waktu di hotel bersama dengan temannya itu. Dia sengaja menon-aktifkan ponselnya agar waktu pentingnya ini tidak di ganggu oleh siapa pun. Termasuk Vino, biarkan saja dia tahu rasa. Seenaknya saja meninggalkannya dan mematikan ponselnya, Tami juga bisa dan lebih bisa menikmati waktu tenangnya dengan temannya.
“Lo buat gue jantungan tahu gak? Dua hari ponsel gak aktif, lo mau gue di tebas sama ayah lo?” kesal Vino kepada Tami yang sedang asik menonton tayangan televisi di depannya daripada wajah masam Vino disampingnya itu.
“Kan sudah gue jelasin!” balas sewot Tami menatap jengah Vino.
“Terserah,” Vino merebut remot ditangan Tami dan mengubah channel secara random.
“Bodo amat!” kesal Tami memilih untuk menuju ke kamarnya daripada adu bacot dengan Vino yang labil itu.
Tami membaca novel yang dia bawa, dia menkmati adengan romansa yang diceritakan di dalam novel itu dengan alunan lagu romantis milik Davichi-This love yang menjadi salah satu soundtrack dari drama Korea terkenal. Dia tidak menyadari sepasang mata tajam menatapnya sejak tadi. Bahkan orang itu sudah berdiri disamping tempat tidur dengan Tami yang masih larut dengan kegiatannya.
Saat Tami ingin mengambil air di atas nakas dekat tempat tidurnya, dia terkejut mendapati Vino berdiri di sampingnya dan menatapnya tajam. Sejak kapan dia disini? Tanya Tami dan meredakan keterkejutannya sebelum mulutnya mulai mengeluarkan kata-kata untuk memarahi Vino, Tami mencoba untuk menahannya.
“Sejak kapan?” Tanya Tami dengan kakinya turun dari tempat tidur untuk mengambil gelas yang di taruh sedikit jauh, sehingga sulit untuk dijangkaunya.
“Lo marah? Maaf, maaf sudah buat lo khawatir. Seharusnya gue hubungi lo, tapi gue kelupaan gara-gara keasikan dan lupa,” sesal Tami saat Vino tak kunjung bersuara dan memilih duduk di tepi kasur.
“Lo kira maaf aja cukup?” Tanya Vino tiba-tiba membuat Tami bingung.
“Kok lo gitu sih, kan gue sudah mengaku salah dan meminta maaf, kenapa malah kurang? Jarang-jarang gue bilang maaf sama seseorang,” kesal Tami dan memilih menaiki tempat tidurnya, dia sudah mengantuk dan ingin istirahat, karena besok dia sudah mulai menjalani aktivitasnya sebagai manajer.
“Gue ngantuk, lo bisa keluar?” usir Tami kepada Vino, namun Vino tidak bergerak dari tempatnya. Tami yang kesal bangkit lagi dari tidurnya dan menarik lengan Vino untuk keluar dari kamar ini. Dia berusaha sekuat tenaga menarik Vino, namun hasilnya sia-sia. Vino tidak bergesser sedikit pun dan malah Vino menarik tubuh Tami hingga terlentang diatas kasur dan menindihnya. Tami terkejut dan meronta, namun gerakannya dikunci oleh Vino.
“Lo mau apa?” Tanya Tami sedikit takut melihat mata Vino yang semakin gelap dimata Tami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Oot
Vino nya jeless? 🤓🤓
2020-06-13
0