01

Sudah seminggu Tami bekerja menjadi seorang manajer dari artis rupawan kesayangan kaum hawa termasuk sang ibunda tercinta, seperti hari-hari sebelumnya Tami berada di rumah Vino, lebih tepatnya di dalam kamar Vino. Di lihatnya sesosok yang selalu di puja-puja memeluk guling dengan mulut yang terbuka lebar. Tami meringis melihat posisi tidur Vino dengan kaki berada dibantal dan kepala hampir menyentuh dilantai. Dia menggelengkan kepalanya, di sibak selimut yang menutupi tubuh Vino. Terlihat jelas enam pahatan sempurna diperut Vino, membuat Tami menelan ludahnya.

“Sial! Kenapa harus shirtless? Kan iman gue gak kuat-kuat amat, kalau khilaf ‘kan bahaya,” gumam Tami sambil menutup matanya dengan satu tangan yang ia renggangkan, agar dapat melihat kembali pemandangan indah di sela-sela jarinya. Sedangkan tangan yang satunya digunakan untuk menggoncangkan tubuh Vino.

“Gila, kayak kebo. Udah sepuluh menit gue bangunin, tapi gak bangun-bangun. Gimana gue banguninnya, di siram udah waktu itu, di kasih hewan yang ditakuti udah, teriak juga sering, nanti suara gue kan sebagus Isyana sarasvati dong kalau teriak terus, Ah—gue tahu,” Tami menaiki ranjang dan mengambil ancang-ancang, dia menghitung satu sampai tiga dan—bugh.

Berhasil, Vino terbangun dari tidurnya dengan ringisan keras saat dirinya terjatuh dari atas kasur oleh tendangan sayang di bokong seksinya oleh Tami yang sekarang tersenyum manis melihat rencananya berjalan dengan lancar.

“Lo mau buat wajah tampan gue benjol? Gak ada cara lain apa selain bokong gue?” tanya Vino yang sudah berdiri

dan berkacak pinggang di depan Tami yang masih menampilkan senyuman bahagianya.

“Hah—gue sudah bangunin lo dari tadi, tapi lo gak bangun-bangun. Ya udah gue pakai cara itu, buktinya lo bangunkan? . Lagian lo jatuh diatas karpet tebal, paling sedikit nyeri, gak usah lebay. Sekarang mandi dan gue tunggu di bawah! Bentar lagi jam sepuluh ada pemotretan parfum,” Tami mendorong tubuh Vino ke dalam kamar mandi sebelum dia membuka suara kembali.

***

Vino berjalan menuruni tangga dengan wajah di tekuk, karena sikap kurang ajar dari Tami membuatnya terjatuh, untung di kamarnya ada karpet tebal. Kalau tidak ada mungkin hidung mancungnya akan bergeser, karena mencium lantai. Dengan dengusan kesal dari mulutnya Vino berjalan kearah meja makan yang terdapat mamanya dan Tami sedang berbincang. Dasar licik, umpat Vino saat melihat Tami bersikap kalem dan sopan terhadap sang mama, beda sekali jika kepada dirinya, Tami akan bersikap kasar dan barbar.

“Hai, sayang,” sapa mama Vino saat Vino mencium pipi sang mama.

“Hai Vino tampan,” sapa Tami dengan seringai puas di wajahnya saat menatap wajah masamVino.

“Ma! Kenapa dia lagi yang bangunin aku? Mama tahu apa yang dia lakukan kepadaku? Dia menendangku sampai terjatuh dari atas kasur,” Vino mengadu kepada mamanya yang asik menaruh lauk dipiring Vino, sedangkan Tami dengan tenang memakan sarapannya.

“Mana mungkin anak sekalem Tami berbuat seperti itu, paling kamu hanya mimpi. Sudah jangan banyak bicara cepat habiskan sarapanmu! Tami sudah hampir selesai sarapannya,” potong mama Vino saat Vino hendak kembali bersuara.

***

Tami sedang menatap garang Vino yang sedang asik bermain game di ponselnya. Mereka sedang berdua di dalam ruang ganti Vino, Vino sengaja mengabaikan semua intruksi yang telah di paparkan oleh Tami. Dengan semaunya

Vino melakukan pemotretan tidak sesuai intruksi darinya dan  fotografer, alhasil pemotretran dilakukan akan dilakukan ulang setelah istirahat tiga puluh menit.  Hal itu menghambat jadwal selanjutnya, Tami harus pintar-pintar merangkai kata untuk merayu klien yang marah, karena Tami memberi kabar bahwa Vino akan terlambat menuju lokasi dan meminta agar pemotretannya di undur dua jam.

“Lo tuh kayak anak kecil tahu gak? Cara lo cupu! Gara-gara gue tendang lo dari atas kasur, lo balas dengan merusak semua jadwal yang sudah gue atur. Lo gak tahu gimana pusingnya gue sama jadwal seambrek lo ini,” pekik kesal Tami yang dengan tangan memukul bruntal Vino.

“Aww—lo mau bunuh gue? Tangan lo sadis banget, bisa gak sih jadi cewek tuh kalem dikit!” Vino berdiri tiba-tiba

membuat Tami yang terkejut hampir terjungkal kebelakang kalau saja lengan kokoh Vino tidak menahannya. Tami membulatkan kedua matanya dan seakan tersadar, dia mendorong tubuh Vino untuk menjauh. Namun, bukannya menjauh Vino semakin mengeratkan rengkuhannya dipinggang Tami dan menyeringai puas menatap wajah kaget Tami saat ia mendekatkan wajahnya.

“Lepasin gue!” marah Tami di depan wajah Vino.

“Enggak!” balas Vino tak kalah garang.

“Lepasin!” Tami meronta-ronta mencoba untuk terlepas dari dekapan Vino, namun yang terjadi Vino menumpukan dagunya di bahu Tami. Deru nafasnya membuat Tami sedikit meremang dan geli. Dia memejamkan matanya mencoba mengenyahkan pemikiran-pemikiran yang tidak baik itu, dia harus kuatkan imannya.

“Gue laper, mau makan rujak. Lo mau kan belikan gue rujak?” tanya Vino saat wajahnya kembali di angkat dan menatap polos Tami yang menganga tak percaya, jantungnya sudah mau copot atas perlakuan Vino. Dengan santai dan wajah tak berdosa Vino memintanya untuk membelikan rujak.

“Mau kan?” tanya Vino sekali lagi setelah pelukannya terlepas dan menatap Tami penuh harap.

“Ya udah tunggu sini!” Tami segera keluar dari ruangan itu dan bergegas mengambil mobil untuk membeli rujak langganannya.

“Mbok! Rujaknya satu cabe dua puluh,” ucap Tami kepada ibu-ibu penjual rujak.

“Siap neng,” balasnya sambil meracik pesanan Tami.

“Biar sekalian gue bisa libur,” gumam Tami dengan senyuman kebahagian dan tawa iblis di dalam hatinya mulai keluar.

Saat sampai di lokasi pemotretan, ternyata sudah selesai. Tami berjalan santai kearah Vino yang sudah melotot

kearahnya. Dia bahkan tidak merasa bersalah, dia menyapa setiap kru yang di lewatinya. Sengaja untuk memperpanjang waktunya, namun seakan tersadar akan jadwal selanjutnya. Tami segera berlari dan menarik Vino untuk memasuki mobil. Setelah di dalam mobil Tami memberikan rujak yang dipesan Vino, tapi Vino menolaknya karena dia sudah marah.

“Ish, lo gak hargai usaha gue sih. Gue udah capek-capek ngantri demi rujak yang lo mau,” gerutu Tami kesal sambil

mengerucutkan bibirnya.

“Mulutnya gak usah gitu! Jelek gitu tambah jelek, suruh siapa lo lama. Lo sengajakan buat gue kelaparan, mau buat gue mati kan lo?” tuduh Vino yang dibalas anggukan kecil oleh Tami.

“Lo—” ucapan Vino tertahan saat mereka tiba dilokasi.

“Lo—Tami kan?” tanya seseorang membuat Tami menghentikan langkahnya. Vino yang berjalan di belakang Tami pun tak dapat menghentikan langkahnya, membuat Tami terjatuh.

            “Aww—lo sengaja?!”

“Suruh siapa berhenti tiba-tiba,” Vino meneruskan langkahnya dan mengabaikan Tami yang mengenaskan terduduk

di lantai.

“Lo mau lihatin gue terus? Gak ada niat nolongin apa?” tanya Tami kepada orang yang bertanya tadi.

“Eh—iya-iya,” orang itu lekas membantu Tami untuk kembali berdiri.

“Bukannya lo kerja di perusahaan game? Kenapa lo ada di lokasi syuting? Lo sudah pindah profesi? Terus, kenapa lo bisa barengan sama Vino? Bahkan kayak saling kenal gitu. Lo ada hubungan apa sama artis tampan itu?” pertanyaan bombardir itu membuat Tami gemas dan menabok pipi orang itu.

“Satu-satu dong, baru ketemu sudah buat gue pengin nabok lo! Gemes tuh sama mulut lebar lo,” sahut Tami kembali melanjutkan langkahnya dan di ikuti orang itu.

“Shin, gue jawab jangan di potong. Awas kalau lo potong gue naboknya tiga kali lipat,” peringat Tami membuat orang yang bernama Shinta itu menggangguk patuh.

“Pertama gue sudah keluar dari perusahaan dan nganggur hampir satu tahun. Gue di sini, karena gue manajer dari Vino. Hubungan gue sama dia hanya sebatas manajer sama artisnya aja. Sudah jelaskan? Sekarang gue harus ngurusin si Vino dulu, nanti kita bicara lagi pas break. Oke!” lanjut Tami sebelum berlari kearah Vino yang memanggilnya sejak tadi.

“Apaan?” tanya Tami pada Vino yang menatapnya tajam.

“Gue mau jus jambu,” jawabnya santai membuat Tami menganga.“Gue manajer lo, bukan babu lo!”

“Oh? Mau jadi babu?” pertanyaan yang membuat tangan Tami gatal untuk mencekik leher Vino, andai saja di sini sepi. Tami pasti akan melakukan hal tersebut. “Terserah,” Tami berlalu begitu saja meninggalkan Vino, namun Vino mengejarnya.

“Gitu aja ngambek,” cibir Vino yang di abaikan Tami, “Nih!” Tami memberikan jus yang di minta oleh Vino. Tami

berbicara dengan sutradara, sedangkan Vino yang terabaikan kembali berjalan ke arah kursi yang tadi ia duduki. Setelah selesai urusannya dengan sutradara, Tami melangkah menuju tempat Vino berada. Namun, saat langkahnya hampir sampai saat melihat kejadian di depan matanya itu.

“VINO!”

Terpopuler

Comments

Haerunnisa Uladah

Haerunnisa Uladah

keren

2020-08-14

0

Haerunnisa Uladah

Haerunnisa Uladah

semangat

2020-08-14

0

noname

noname

bagus thor

2020-05-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!