Pagi ini langit terlihat mendung, karena hujan deras turun membasahi bumi. Reza yang mengenakan seragam putih abu-abu serta tas ransel berwarna hitam, melangkah menuruni anak tangga menuju ruang makan.
"Morning Ma, Pa." Reza manarik bangku untuk di duduki.
"Pagi Sayang," balas Evi senyum.
"Pagi," sahut Arsen datar.
Reza yang sudah menduduki diri di atas kursi, kini mulai menyatap sarapannya dengan lahap. Suara garpu dan sendok beradu dengan piring terdengar jelas di ruang makan.
"Reza, kamu ke sekolah naik mobil aja ya." Evi menatap putra sematang wayangnya itu.
Reza meraih segelas air mineral, lalu meneguknya hingga sisa separuh. "Reza jalan kaki aja, Ma."
"Di luar hujan, Sayang," ucap Evi lembut.
"Kan bisa pakai payung, Ma," kekeh Reza.
"Pakai mobil," celetuk Arsen datar. Membuat Evi yang duduk di sebelahnya tersenyum puas.
"Bagus, Pa," bisik evi pada Arsen.
Reza terpaksah mengangguk iya. Ia tidak bisa lagi membatah bila Arsen sudah ikut bersuara. Pasalnya Arsen merupakan Ayah yang dingin dan tidak suka bila keputusannya di bantah oleh siapapun, kecuali oleh Evi istri tercintanya.
〄〄〄〄
Kurang dari lima menit, Reza sudah selesai menyantap habis sarapannya. Reza bangkit dari duduknya lalu melangkah ke tempat dimana kunci mobil miliknya di gantung.
Saat Kunci mobil sudah berada di tangannya,
Reza berjalan kembali ke ruang makan untuk berpamitan kepada kedua orang tuanya.
"Ma ... Pa ... Reza berangkat duluan ya," ucap Reza, senyum.
"Pakai mobil kan sayang? Berangkatnya," tanya Evi memastikan.
"Iya Ma, ini kuncinya." Reza memperlihatkan kunci mobil yang sedang ia genggam, kepada kedua orang tuanya.
Seorang perempuan paruh baya, yang sedang mengakat piring kotor di meja pun melirik ke arah Reza. "Nak Reza, perlu Bibi bantu bukain pintu pagar?"
"Gak usah Bi, makasih," jawab Reza senyum.
"Reza pergi dulu. Bye" Reza langsung berjalan cepat menuju pintu utama. Sehingga membuat Arsen dan Evi menggeleng heran dengan kelakuan Reza.
"Mirip siapa sih?" tanya Evi terkekeh.
"Mirip Kamu." Arsen mengelus lembut puncak kepala evi.
〄〄〄〄
Rin. Gadis cantik yang mengenakan seragam putih biru serta rambut di kuncir dua itu, mulai membuka pintu pagar rumahnya. Saat pintu pagar terbuka, terlihat sebuah mobil terparkir di depan rumahnya.
Rin tahu pasti siapa pemilik mobil tersebut. Ia berdecak kesal seraya menatap sinis ke arah mobil berwarna hitam yang sedang di guyur hujan.
Kaca jendela mobil itu terbuka, menampilkan Alex Susanteo si pemilik mobil. "Rin naik!"
"Ngapain kesini?! Gue uda bilang kan kita break dulu, Lex!" tegas Rin.
Cowok berambut hitam pekat itu turun dari mobil lalu berlari kecil menerobos hujan, hingga membuat seragam sekolah yang sedang Ia kenakan kebasahan.
"Rin please ... ke sekolahnya bareng gue." Alex berdiri tepat di samping gadis cantik berambut panjang itu.
"Gue uda pesan ojek online." Rin mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Gue tahu lo lagi bohong, Rin," tutur Alex lembut.
"Terserah!" balas Rin, dongkol.
"Rin ...." Alex menatap dalam gadis di sebelahnya itu.
Rin, gadis yang di panggil namanya tidak menjawab. Dirinya sibuk menatap setiap tetesan hujan, yang turun ke permukaan tanah.
"Gue minta maaf ... gue tahu, ucapan maaf aja gak cukup buat bikin lo maafin gue,"-Alex menghelai napas pelan-" tapi gue mohon Rin, lo mau ya bareng gue ke sekolahnya ... inget Rin, hari ini hari terakhir lo ikut kegiatan MPLS, gue gak mau lo telat gara-gara nunggu hujan reda."
Rin mendengar jelas setiap kata-kata yang keluar dari mulut cowok beralis tebal itu. Dan tentu saja ucapan tersebut berhasil membuat hati Rin tergerak. "Yauda gue ikut!"
"Serius?" Kedua mata Alex berbinar menatap Rin.
"Hmm." Rin mengangguk pelan.
Sekejap senyuman manis terlihat jelas menghiasi wajah cowok bertubuh gagah itu. Dirinya yakin, sebentar lagi Rin akan memaafkannya.
"Ayo!" Alex langsung menggenggam erat tangan Rin. Mengajak gadis itu berlari kecil menerobos hujan menuju mobil.
〄〄〄〄
Reza terlihat fokus menyetir mobil di bawah derasnya hujan. Di dalam mobil, Reza tidak sendirian karena ia bersama Windy Anastasya, gadis cantik, berambut panjang yang selalu membuat hati Reza bergejolak.
Reza berjumpa dengan Windy di tengah perjalanan. Reza yang sedang asik menyetir, melihat Windy berjalan kaki seraya memegang payung. Reza menghentikan mobilnya, lalu menyuruh Windy masuk ke dalam mobil untuk berangkat sekolah bersama.
Windy tidak menolak, karena oa takut telat tiba di sekolah. Apalagi dirinya harus bertugas membantu Rendy si ketua Osis, mempersiapkan kebutuhan acara MPLS.
"Gue dengar-dengar, lo uda jadian sama Rendy?" Reza membuka suara, memecahkan suasana canggung di antara mereka berdua.
Windy mengangguk pelan. "Iya."
"Selamat ya, Win. Boleh kali PJnya nanti." Reza terkekeh untuk menutupi luka pada lubuk hatinya.
*Pj \= Pajak Jadian.
Padahal Reza sudah tahu bahwa Windy dan Rendy berpacaran, apalagi ialah yang menyaksikan Rendy menyatakan cinta kepada Windy sewaktu di taman sekolah. Tapi tetap aja hatinya semakin sakit, saat mendengar kebenaran itu keluar dari mulut Windy.
"Minta sama Rendy aja sana," balas Windy terkekeh.
"Pelit banget," cibir Reza.
"Bukan pelit. Masalahnya aku tuh uda dimintain PJ duluan sama Angela dan lainnya. Kalau traktir kamu lagi, bisa-bisa bangkrut aku," dumel Windy.
Reza memutar kedua bola matanya malas. "Yaudalah, cukup tau aja."
"Ngambek nih Rez, ceritanya?" Windy terkekeh sembari menatap Reza.
Reza menghentikan mobilnya. "Gak."
Windy menatap Reza curiga. "Bohong."
"Turun, Win," pinta Reza datar.
Windy membulatkan kedua matanya. "Tuh kan ngambek, sampai aku di suruh turun." Nada bicara windy sedikit meninggi.
"Windy Anastasya. Kita uda sampai di sekolah, yakin gak mau turun?" Reza menaik-turunkan alisnya, mencoba menggoda Windy.
Wajah Windy memerah karena malu. Ia segera melepaskan seat belt dan membuka pintu mobil, lalu dengan cepat turun dari mobil Reza.
"Makasih." Windy menutup kembali pintu mobil Reza, kemudian berlari kecil masuk ke dalam gedung sekolah.
"Untung sayang." Reza menjalankan kembali mobilnya menuju parkiran sekolah.
To be continued → → →
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments