Michelle akhirnya jatuh tidak sadarkan diri. Melihat hal itu tentu saja membuat Jimmya terkejut, ia dengan sigap menangkap tubuh Michelle sebelum jatuh ke lantai.
"Kenapa aku harus perduli dengan gadis ini? Bukankah aku ingin menghindari gadis-gadis bodoh seperti dia?!" gerutu Jimmy yang sudah membopong tubuh Michelle.
-
-
Entah sudah berapa lama Michelle tidak sadar, saat bangung tidak ada siapapun di ruang tempatnya berbaring. Bagian kepala yang terbentur sudah diobati, tapi kepalanya masih terasa berat. Dengan susah payah Michelle duduk mencoba mengumpulkan seluruh kesadarannya.
Pintu ruangan itu terbuka, Livia tampak menghambur masuk ketika melihat Michelle sudah dalam posisi duduk.
"Ya Tuhan, kenapa kamu jadi begini, hah? Siapa yang melakukannya?" tanya Livia yang terlihat begitu khawatir.
"Tidak apa, ini hanya luka kecil," jawab Michelle mencoba melegakan hati Livia. "Omong-omong, kamu tahu aku di sini dari siapa?" tanya Michelle.
Saat dia pingsan, yang tahu hanyalah Jimmy. Tidak mungkin 'kan pemuda itu dengan baik hati mau memberitahu Livia tentang keberadaannya.
"Juan yang kasih tahu," jawab Livia lirih.
Michelle mengangkat kedua alisnya menatap temannya yang terlihat malu-malu. "Juan?"
"Itu, temannya Jimmy. Dia melihatku gelisah karena kamu tidak kunjung masuk kelas, lalu dia melempar secarik kertas yang bertuliskan kalau kamu ada di sini, makanya aku tahu," jelasnya.
"Tunggu! Juan tahu kalau kamu di sini karena Jimmy, dan aku tadi lihat seragam pemuda itu ada noda darah, apa dia yang menganiayamu?" tanya Livia yang jadi geram.
"Bukan! Sebenarnya ada beberapa gadis gila tadi yang mendorongku, pemuda gunung es itu hanya menolongku," jawab Michelle memberi penjelasan.
"Oh, aku pikir dia," sahut Livia.
Setelah merasa lebih baik, mereka akhirnya pergi ke toko tempat bekerja. Sebenarnya mereka sudah terlambat, tapi mau bagaimana lagi, ini juga karena tragedi bullying.
"Kak, maaf kami terlambat!" Michelle dan Livia langsung menyapa kak Mery yang sedang sibuk merangkai beberapa bucket.
"tidak apa-apa, kalian bisa merangkai bunga? Ada beberapa pesanan yang belum selesai dan akan diambil sebentar lagi," kata Mery yang terlihat cemas.
"Michelle pandai, Kak! Dia pasti bisa," ucap Livia yang langsung mendorong ke arah Mery.
"Benarkah? Bagus kalau begitu, ayo mulai!"
Michelle mulai membantu merangkai, sedangkan Livia membersihkan bunga dari daun yang kering. Merangkai bunga bukanlah hal yang sulit bagi Michelle mengingat jika itu adalah keahliannya selain bermain piano.
Satu jam berlalu, Michelle akhirnya bisa menyelesaikan semua pesanan buckt bunga itu. Tepat pada waktunya, begitu buket sudah tertata rapi, pemesan pun datang dan terlihat puas dengan mahakarya Michelle.
"Ini sudah malam, kalian bisa pulang. Makasih ya untuk hari ini," kata Mery.
"Iya, Kak! Kami balik dulu, selamat malam!" Michelle dan Livia pamit bersamaan, mereka pun meninggalka toko.
Keduanya pulang dengan berjalan kaki dengan perasaan senang, terlebih Michelle yang bisa bekerja sekalian menyalurkan hobinya.
"Ini sangat menyenangkan," ucap Michelle seraya meregangkan kedua tangannya ke atas.
"Wah, nona muda sepertinya sekarang senang bekerja, ya!" goda Livia.
"Jangan panggil aku begitu, sekarang status kita sama. Kenapa tidak kakak dan adik saja," tawarnya.
Mendengar ucapan yang keluar dari mulut Michelle tentu saja membuat Livia terharu sampai kalau bisa ia ingin menciumi nona mudanya itu bertubi-tubi.
Baru saja merasakan hal yang membagiakan, tawa dan langkah mereka terhenti ketika melihat seseorang yang tidak ingin mereka lihat menghadang jalannya.
"Kalian mau kemana? Mau aku antar?" tanya Garry yang entah muncul dari mana bagai jaelangkung datang tidak diundang.
"Tidak perlu!" ketus Michelle.
Livia sedikit was-was, mengingat jika Garry suka memaksa.
Michelle hendak melewati pemuda itu, tapi secepat kilat langkahnya dihalangi oleh pemuda yang jelas soal tinggi dan besarnya melebihi Michelle.
"Minggir!" Michelle memberikan tatapan dingin pada Garry.
"Kenapa? Semua gadis ingin dekat denganku, tapi kenapa kamu yang aku dekati malah tidak mau melihatku?" tanya Garry yang jelas-jelas mulai merasa tidak senang dengan sikap Michelle yang cuek padanya.
"Sayangnya aku bukan salah satu dari para gadis itu, jadi minggir!"
"Tidak ada gadis yang bia menolakku, termasuk dirimu!" Tidak sabar, Garry menarik paksa tangan Michelle membuat gadis itu dan Liva terkesiap.
"Hei!" Livia yang tidak terima pun mencoba menghalau langkah Garry, tapi sayang dia kalah besar, satu dorongan membuatnya terjerambab dan jatuh ke trotoar.
"Liv!" teriak Michelle panik melihat Livia terjatuh dan terlihat kesakitan, tatapannya beralih pada Garry. "Jangan keterlaluan!" teriaknya.
"Ini akibat jika menolakku!" kekeh Garry yang masih mencoba menarik paksa Michelle.
Hampir dibawa masuk ke mobil, sebuah mobil lain berhenti ketika melihat adegan itu. Juan yang tengah melintas langsung keluar dari mobil begitu sudah merapat di bahu jalan. Mengepalkan tangannya, pemuda itu langsung melayangkan bogem mentah tepat di wajah Garry, membuatnya secara impulsif melepas tangan Michelle.
Michelle yang terbebas pun langsung berlari menghampiri Livia yang masih tersungkur di tanah.
"Jangan cuma berani dengan seorang gadis!" cibir Juan yang sudah pasang kuda-kuda siap menangkis jika Garry membalas pukulannya.
"Cih ... memangnya kamu siapa, hah! Tidak kenal tidak sah ikut campur!" teriaknya seraya melayangkan pukulan untuk membalas Juan.
Namun, Juan lebih cepat dari Garry, ia bisa menangkis serangan Garry dan kembali melayangkan satu pukulan di sisi wajah lawannya.
Tahu jika akan kalah dengan Juan, Garry memilih pergi meninggalkan mereka. Juan kemudian menghampiri Livia dan Michelle.
"Terima kasih," ucap Michelle.
"Sama-sama," balasnya.
"Liv, kamu bisa jala nggak?" tanya Michelle pada Livia yang masih meringis menahan sakit.
"Entah, sepertinya sedikit bengkak," jawab Livia yang ternyata terkilir.
Melihat Michelle dan Livia yang kebingungan, akhirnya Juan menawarkan diri untuk membantu.
"Biar aku antar, aku bawa mobil," kata Juan.
"Tempat kami sudah dekat, tidak perlu," tolak Michelle halus.
Livia mencoba bangun dibantu Michelle, tapi tampaknya bengkak kakinya agak parah, sampai dia hampir terjatuh lagi.
Merasa tidak memungkinkan, akhirnya tanpa permisi Juan meraup tubuh Livia dalam gendongannya membuat Michelle dan Livia sama-sama terkesiap.
"Ti-tidak perlu," kata Livia tergagap karena gugup.
"Lihat kakainu, berdiri saja susah apalagi jalan," ucap Juan.
Meski merasa tidak enak hati, tapi yang dikatakan Juan benar, akhirnya Livia pun mengiyakan bantuan pemuda itu.
"Maaf, merepotkan," lirih Livia.
"Tidak masalah," balas Juan dengan senyum manis di wajahnya.
Akhirnya Michelle memimpin jalan menuju apartemennya, ia sendiri juga canggung kenapa Juan begitu baik hati menolong mereka dan kini mau menggendong temannya itu. Tapi apapun itu tidak masalah, lagi pula mereka memang membutuhkan pertolongan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 223 Episodes
Comments
🍎Acihlicious 🍓
👍👍👍👍
2021-09-10
0
⟁ Jojo 🌱🐛
uhuyyy Livia dan Juan. suit suit , pengen dong di gendong KK Juan 😂😂😂😂
2020-12-04
1
PENO
Lagi
2020-11-29
0