Bab 3: Solob

Sebelum guru mata pelajaran Ekonomi datang, kami berlima langsung ngacir ke kantin yang letaknya cukup jauh. Kami harus turun tangga lalu jalan lurus melewati aula, kemudian belok kiri dan lurus terus melewati lab biologi dan kimia. Setelah melihat masjid belok ke kanan dan sampailah di kantin sekolah kami. Kantin yang pernah membuatku terkejut karena begitu luasnya. Setelah memilih duduk di kantin yang dekat dengan gedung kelas 12, Dita tiba-tiba saja berucap, "kok gue punya firasat nggak enak, yah?"

"Yaelah, Dit. Santuy, sekarang lo mau beli apa? Biar gue yang pesenin," ucap Anye yang kelewat santuynya.

"Gue nggak laper," kata Dita.

Yuli berdiri untuk merogoh uang disaku roknya, lalu memberikannya kepada Anye, "hilo thai tea pake boba nambah 2 ribu."

"Eh, gue juga sama kayak Yuli," celetuk Jihan, "tapi pake uang lo dulu."

"Palingan sampai lulus nggak dibayar," sindir Anye yang sebenarnya hanya candaan, "lo mau titip minum juga, Ti?"

Aku menggeleng. Sebenarnya aku memang tidak haus atau lapar. Tujuan ke kantin hanya ingin mengikuti mereka. Lagipula jika di kelas, aku akan bosan mendengar kisah yang tidak ada tamatnya. Ditambah aku lupa tidak membawa earphone. Sehingga tidak bisa menyumpal telingaku kala guru mata pelajaran Ekonomi menerangkan. Murid durhaka aku ini. Maafkan aku, Pak.

Tak lama, Anye kembali bergabung dengan kami yang sedang meng-ghibah tentang siswi lain di kelas kami. Namanya Ratih. Cewek yang sok cantik dan sangat sangat endel. Hampir satu kelas tidak menyukai sifatnya itu. Bahkan Dita yang lugu saja sependapat dengan kami. "Lo tahu nggak sih, kemarin malam waktu gue beli nasi goreng di depan kompleks naik sepeda motor verza milik kakak gue..."

"Wihhh, gila lo, Yul. Tomboy banget, sih," ucap Jihan yang sangat feminim. Maklum, gadis itu tidak bisa naik motor. Setiap hari selalu dijemput oleh supir pribadinya yang bernama Mang Agus. Btw, supir pribadi Jihan ganteng, loh. Anye saja sampe sering godain Mang Agus tiap pulang sekolah.

"Udah biasa, sejak kecil gue diajak Kakak gue main layang-layang di lapangan komplek."

"Ihhh, malah ganti topik," ucap Dita yang ternyata menunggu juga berita dari Yuli, "ayo lanjut, Yul."

"Jadi, waktu gue nunggu abangnya masakin pesanan gue. Gue lihat si Ratih masuk ke supermarket depan kompleks. Yang buat aneh, dia masuk gandengan sama cowok. Dari yang gue lihat sih, cowoknya kayak om-om gitu," lanjut Yuli dengan wajah yang sangat meyakinkan. Cewek itu memang paling the best soal ghibah.

Aku menjauhkan tubuhku dari lingkaran yang kita buat saat mendengarkan cerita Yuli. "Palingan bapaknya. Se-udzon lo."

"Gue sama bapak gue nggak pernah tuh gandengan," kata Yuli mencoba meyakinkan kami dengan beritanya.

"Bisa jadi. Secara lo tahu kan, kalau tuh cewek main tiktok suka pamer tubuh. Cabe banget," celetuk Anye yang percaya akan berita Yuli yang belum tentu benar.

Aku bangkit, lama-lama malas membahas Ratih. Takut jika anak itu cegukan di kelas. Mending aku memesan mie, karena perutku baru saja berbunyi. Aku berdiri di depan penjual mie untuk menunggu pesananku. Setelah pesananku jadi, niat untuk kembali ke teman-temanku hilang saat melihat Pak Wahab berjalan dari gedung kelas 12. Sudah kuduga, beliau akan menghampiri teman-temanku yang masih tidak tahu keberadaan Pak Wahab karena asyik meng-ghibah. Tiba-tiba saja tanganku ditarik untuk keluar dari kantin melewati sisi sebelah masjid. Dia belum melepaskan tanganku dan terus membawaku ke arah gedung kelas 11. Aku tidak tahu siapa dia, karena tidak bisa melihat wajahnya. Dua yang kutahu, dia cowok dan Kakak kelas.

~•~

"Kakak mau juga mienya?" tanyaku. Sedari tadi dia terus saja melihatiku yang asyik memakan mie. Karena itu aku menawarinya, mungkin dia lapar.

Dia tertawa. Yaampun wajahnya sangat lucu. Bahkan, tanpa baju pangerannya, dia sudah seperti pangeran. Wajahnya tetap saja memancarkan cahaya. "Nggak usah, dek. Lo habisin aja."

"Oh, yaudah," kataku melanjutkan memakan mie.

Singkat cerita, tadi dia membawaku ke belakang gedung kelas 11. Katanya aku jangan balik ke kelas, karena pasti masih ada guru. Dia bilang dia akan menemaniku sampai mieku habis. So sweet sekali nggak sih.

"Lo masih kelas 10, kok udah berani bolos pelajaran?" tanyanya. Aku tidak berani lagi untuk menatap wajahnya. Takut jika tiba-tiba aku kejang-kejang karena sangking tampannya dia. Nanti momennya bakal jelek jika seperti itu.

"Diajak temen, Kak."

"Jangan suka bolos pelajaran. Ntar, gak naik kelas, loh."

"Loh? Emang kalau sering bolos pelajaran bisa bikin nggak naik kelas?" tanyaku yang akhirnya mendongakkan kepala untuk menatapnya.

Dia mengangguk. Wajahku langsung berubah. Benarkah? Bagaimana kalau aku tidak naik kelas? Bisa-bisa aku dicoret dari kartu keluarga. Lalu aku tidur dibawah jembatan. Luntang-luntung tidak tahu harus kemana. Ihhh, nggak mau.

"Hahahahaha....wajah lo lucu banget sih, dek," ucapnya dengan gelak tawa membuatku makin bingung. Namun wajahnya saat tertawa itu lucu sekali. Jadi pingin cubit. Boleh nggak sih?

"Kok ketawa, Kak?"

"Gue bercanda kali. Lo lugu banget sih. Jadi pingin cubit, deh."

Apa katanya tadi? Pingin cubit aku? Makin gemes sama kakak satu ini. Andai aku berani berkata, "nih, kak. Cubit aja, nggak papa kok."

Andai.

~•~

"Beruntung yah, lo nggak ketahuan sama Pak Wahab. Lo tahu nggak sih, kita disuruh apa tadi?" ucap Anye dengan wajah kesalnya.

Setelah menghabiskan mieku, aku langsung balik ke kelas dan disidang oleh ke-4 temanku. Dengan wajah mereka yang merah, mungkin karena emosi. "Emang disuruh apa?"

"Lari puterin lapangan 10 kali. Capek tahu. Lapangan belakang juga. Itu luasnya berapa," jawab Jihan sama dengan wajah kesalnya.

"Lo tadi kemana sih? Nggak solid banget, deh," ucap Yuli yang duduk di sebelahku.

"Tadi gue beli mie, terus waktu mau balik gue lihat ada Pak Wahab dan tiba-tiba gue ditarik sama cowok."

"APA?" ucap mereka berempat bersamaan dengan wajah kagetnya. Aku jadi takut jika dipojokin seperti ini. Terpaksa aku menceritakan kejadian tadi bersama seorang pangeran yang aku harap akulah tuan putrinya.

"Ini beneran, Ti?" tanya Dita dan aku mengangguk.

"Kak Ryan narik lo?" tanya Yuli.

"Gue nggak tahu namanya. Pokoknya gue inget, dia itu yang meranin tokoh pangeran waktu drama penutupan mos."

"IYA, ITU KAK RYAN, TI!!" ucap mereka berempat bersamaan lagi. Jujur saja, aku memang tidak tahu siapa nama kakak itu. Tadi kami lupa belum berkenalan.

Karena ceritaku itu, sampai pulang sekolah mereka terus-terusan menggodaku. Kata mereka Kak Ryan itu terkenal di sekolah ini. Mereka bilang, dekatin Kak Ryan itu susah. Soalnya banyak sekali saingannya. Terus kata mereka, aku tuh beruntung bisa makan ditemenin sama Kak Ryan. Aku jadi pingin terbang. Kapan lagi bisa makan sambil ditemenin pangeran tampan dan lucu. Kisah SMA yang tidak akan pernah kulupakan.

~•~

Terpopuler

Comments

fauzahs

fauzahs

bisa beruntung gitu ya ketemu pangeran

2020-05-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!