Bab 1: MOS

Ratusan balon warna-warni lepas, bebas terbang ke langit. Itu menandakan jika Masa Orientasi Siswa resmi dibuka. Aku mengangkat kepalaku untuk melihat balon putih yang telah terbang sangat jauh. Tadi aku menuliskan sebuah kalimat dikertas yang kutali dibalon putuh itu; "Tuhan, Tia mau kali ini nggak ngerasa sendiri di dunia. Tia mau menikmati masa SMA dengan senang bersama kawan-kawan baru."

Seseorang merangkulku dari belakang, "lo tahu nggak tadi gue nulis apa?"

"Apa?" tanyaku balik yang memang aku tidak tahu dia menulis apa. Malas juga untuk menebaknya.

"Gue nulis biar kita sekelas," jawabnya yang ku aamiin-in.

Namanya Yuli, satu-satunya temen yang kupunya di gugus. Awal mula aku kenalan sama dia, karena kita yang baris paling belakang saat akan keliling Sekolah. Perkenalan yang sangat geli jika diingat. Tapi Yuli adalah teman yang yang asyik. Dia banyak bicara, bercerita lucu hingga membuatku tertawa. Tadi saja, dia menyuruhku untuk berpura-pura pingsan, lalu jika aku melakukannya, dia akan mengantarkanku ke uks dan tidur di sana berdua. Sayangnya, aku tidak mau cari masalah sama Kakak Osis. Jadi rencana itu hanyalah sebuah rencana.

Setelah menerbangkan balon, kakak Osis memperbolehkan kami untuk istirahat selama 30 menit. Aku dan Yuli segera berlari ke kantin, karena kami tidak mau antri nasi geprek. Nanti bisa kehabisan dan terpaksa beli mie seperti saat pra MOS 3 hari lalu.

"Eh, ini kok pedes, ketuker yah?" kata Yuli setelah memakan sesendok nasi gepreknya.

"Lo sih, udah kelihatan itu cabenya banyak," kataku yang kemudian menukarkan piring kami.

Disela-sela keheningan kami memakan nasi geprek Ibu kantin, tiba-tiba saja Yuli menginjak kakiku. Sontak aku menjerit, cukup membuat beberapa orang disekitar kami menoleh.

"Mulut lo berisik," ucap Yuli seperti berbisik.

"Salah siapa nginjek kaki gue, sakit tahu," ucapku yang masih kesal. Aku tidak bohong. Kakiku benar-benar sakit karena ulah Yuli.

"Gue cuma ngasih tahu, anak yang pake seragam putih biru itu ganteng," kata Yuli sambil mendekatkan wajahnya padaku dengan tangan yang menutupi bagian kanan wajahnya.

Aku menoleh ke sekitar. Di kantin banyak sekali cowok yang pakai seragam putih biru. Sebab ini adalah jam istirahat untuk para murid baru. Jadi, siapa yang dimaksud oleh Yuli?

"Yang pake seragam putih biru banyak, Yul. Kasih ciri-cirinya yang spesifik dong."

Dia terkekeh dan kembali mendekatkan wajahnya padaku, "yang pake kacamata, yang lagi duduk di bangku sebelah kiri lo."

Aku bergerak secara slowmotion, oh ternyata cowok itu yang dimaksud Yuli. Ganteng sih, putih, mancung, tapi kayaknya kutu buku.

"Bolehlah, bolehlah."

"Rumornya, dia punya kakak, kelas 11, sekolah di sini juga."

"Terus hubungannya apa?" tanyaku yang dijawab angkatan kedua pundak Yuli. "Cuma mau nginfoin."

~•~

Hari ini adalah penutupan kegiatan MOS. Setelah upacara penutupan oleh kepala sekolah. Para murid baru dan juga kakak kelas berbondong memasuki aula. Aku dan Yuli sengaja masuk paling belakang, karena aku tahu aula akan penuh sesak hingga membuat sulit bernapas. Ditambah aula sekolahku hanya menggunakan kipas yang hanya dipasang kala ada acara saja.

Namun hal itu tak mematahkan semangat mereka. Terlihat jika banyak yang antusias untuk melihat penutupan yang sejak hari pertama MOS sudah diumumkan. Rumornya, ada seseorang yang ditunggu-tunggu. Aku rasa orang itu sangat terkenal di Sekolah ini.

"Lo tahu nggak sih, Ti?" tanya Yuli sambil menggandeng tanganku. Kami berdua berjalan layaknya siput menuju aula.

"Nggak tahu gue."

"Gue dengar rumor dari gugus sebelah kalau pemain utamanya itu kakak cowok yang kapan hari gue tunjukin ke lo."

"Yang mana? Sejak 1 minggu gue kenal lo, udah berapa lusin cowok yang lo tunjukin ke gue?"

"Haduh. Yang gue tunjukin di kantin. Yang pake kacamata."

Aku hanya mengangguk. Sebenarnya aku sudah lupa cowok yang Yuli maksud. Bukannya ingatanku hanya untuk jangka pendek. Tapi masalahnya, cowok yang pernah Yuli tunjukan ke aku sangatlah banyak. Bahkan jariku dan Yuli tidak cukup untuk menghitungnya.

Memasuki aula, suasana pengap aku dapatkan. Tak hanya itu, suara ricuh para penonton yang tidak sabar menggema memenuhi ruangan. Aku menarik Yuli untuk duduk di aula bagian belakang sambil bersandar di tembok. Gadis itu protes karena aku yang malah memilih bagian paling belakang. Padahal di depan masih banyak tempat kosong.

"Tapi kalau di sini gue nggak bisa ngeliat pemain utamanya," ucap Yuli dengan wajah kesalanya. Tapi, gadis itu tetap saja mengikutiku duduk di lantai.

"Ntar juga bakal dipost di instagram osismpk."

"Lewat perantara dong. Gue maunya lihat langsung. Mau tahu betapa gantengnya calon kakak ipar gue."

"Masih satu Sekolah aja."

"Eh iya, yah," ucapnya dengan tawa polos yang terlihat geli dimataku.

Drama pun dimulai. Para tokoh menampilkan sebuah cerita tentang Pangeran yang selalu sendiri di istana yang megah. Tidak ada teman. Hanya beberapa dayang yang selalu membuntutinya. Karena bosan, Pangeran pun berniat untuk keluar dari istana pada malam hari. Misi keluar dari istana membawanya pergi memasuki sebuah hutan. Hingga ia bertemu dengan seorang gadis yang sedang mengumpulkan beberapa kayu dan ranting yang jatuh. Sebuah rasa pun tumbuh diantara mereka dan tamat.

"Pemeran utamanya keren banget nggak sih, Ti?" tanya Yuli saat kami keluar dari aula.

"Be aja. Dramanya gantung tahu. Masa ceritanya cuma sampai Pangeran sama gadis kayu itu kenalan. Nanggung banget. Udah gitu para tokohnya masih kelihatan kaku."

"Selera lo jelek. Emang lo bisa akting bagus?"

Aku tertawa sedikit kulebih-lebihkan. Akting? Masalahnya aku tidak suka drama. "Baguslah. Gue kan anak theater," jawabku tipu. Boro-boro ikut ekskul theater, niat untuk masuk salah satu ekskul di sekolah ini saja tidak ada.

"Wihhh. Gue tunggu lo jadi pemain utama di drama 17 agustus nanti."

~•~

Ternyata jalan sendirian di sekolah baru sedikit menakutkan. Banyak orang duduk di koridor menutupi jalan. Walau aku tahu mereka seangkatan denganku, tapi aku capek saja bilang permisi sepanjang koridor. Ditambah tatapan mereka yang membuatku berpikir 'apa ada yang salah denganku?'

Yuli memang menyusahkan. Kenapa dia harus datang bulan sekarang? Coba keluarnya nanti kalau anak itu sudah sampai rumah. Aku tidak perlu pergi ke kantin sendirian seperti ini hanya untuk membelikannya pembalut. Menyusahkan saja teman baruku itu.

Tiba-tiba saja seseorang menyenggolku dari belakang. Untung saja aku tidak sampai jatuh karena langsung berpegang pada pilar sekolah. Lalu beberapa orang yang sepertinya pemain drama tadi melewatiku sambil membawa properti. Hingga aku melihat sebuah kertas tebal yang sudah dijilid jatuh. Segera aku mengambil dan mengejar laki-laki berpakaian layaknya pangeran yang jalan dibarisan belakang.

"Permisi," ucapku menepuk pundaknya. Dia menoleh secara slowmotion. Hingga sebuah cahaya menerpa wajahku. Astaga cahaya apa ini? Apakah dia pangeran sesungguhnya hingga bercahaya seperti ini?

"Oh, terima kasih," ucapnya dengan suara serak yang terdengar seksi ditelingaku. Dia meraih kertas tebal berjilid yang kupegang. "Untung lo yang nemuin."

Aku tersenyum saat dia juga tersenyum padaku. Rasanya aku ingin meleleh sekarang juga. "Astaga, apa aku sedang bermimpi bertemu pangeran?"

~•~

Terpopuler

Comments

Mommy 2

Mommy 2

aku mampir cantik 🥰

2020-08-04

1

fauzahs

fauzahs

yang pake kacamata, putih, ganteng mirip gebetanku dulu

2020-04-16

1

DM

DM

ada yang typo kak kalimatnya

2020-04-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!