"Ayah, hari ini aku akan pergi ke sekolah sendiri. Tolong, Ayah jangan menjemputku juga, karena aku akan pulang terlambat," celetuk Aisyah ketika sarapan.
"MasyaAllah, anaknya rupanya susah gadis, ya?" goda Yusuf.
"Ayah, bagaimana ayah bisa membuat bubur segurih ini? Bisakah ayah mengajariku membuat bubur segurih ini?" Aisyah selalu menampik jika Yusuf mengatakan dirinya sudah tumbuh dewasa.
"Kamu ini. Nanti ayah akan ajarkan kamu banyak resep makanan, apakah kau ingin menjadi chef?"
Asiyah tertawa, ia mengatakan jika dirinya tidak akan menjadi chef, hanya saja suka makan dan suka memasak. Aisyah lebih suka belajar dan mencari ilmu sebanyak mungkin.
"Dua hari lagi aku Maharat Qiraah, ayah bisa datang kan ke sekolah?" tanya Aisyah.
"InsyaAllah ayah akan datang. Jangan makan gorengan dulu, ya. Nanti suara kamu nggak bisa jernih." Yusuf memperingati putrinya.
Meskipun Aisyah mengikuti Maharat Qiraah, ia masih suka makan sembarangan. Suaranya juga tidak pernah ia jaga.
Sejak kecil, Aisyah tumbuh dengan ilmu agama yang ketat. Menjadikannya dewasa sebelum waktunya, Aisyah sering sekali menyendiri, saat dirinya tahu bahwa ia memiliki saudari dan saudara kembar yang terpisah, Aisyah menjadi sering menyendiri.
Berteman dengan kitab dan buku-bukunya, bermain dengan kesepian dan juga tersenyum dengan takdir yang mengharuskan dirinya terpisah dengan saudara dan saudari kembarnya.
Di bus, ia duduk di pojokan dengan handset yang selalu menemaninya. Mendengarkan sholawat dan lantunan ayat suci adalah kesukaannya.
"Yusuf, kenapa kamu tidak mempertemukan Aisyah dengan Ibu dan saudari kembarnya. Mungkin, saudaranya memang hilang ketika bayi, tapi mereka berhak mengenal satu sama lain."
Ucapan dari Airy itu selalu terngiang dalam ingatan Aisyah. Bagaikan tidak, selama ini, ia tumbuh hanya bersama dengan keluarga yang lain tanpa saudara kandung.
"Ibuku masih hidup, alhamdulillah. Tapi, ke apa dia tidak pernah menanyakan tentangku?"
"Apakah dia tidak pernah merindukan aku?"
Aisyah selalu tersenyum di depan Yusuf saja. Ia sudah mampu menyembunyikan kesedihan dalam hatinya agar ayahnya tidak melihatnya.
~Ayah, Ibu … aku mungkin belum dewasa dan belum mengerti arti perpisahan kalian. Allah memang tidak menyukai perpecahan dalam istana kita, tapi Allah juga tidak melarangnya. Aku tidak tahu mengapa kalian berpisah, tapi … taukah kalian, jika aku juga selalu iri melihat anak yang memiliki orang tua lengkap dan masih bersama~ Aisyah.
Air mata tak sengaja jatuh di tangannya, lelaki kecil seusianya memberikan sapu tangan untuknya. Kemudian tersenyum dan melambaikan tangan. Rupanya, ia menuliskan surat, agar Aisyah bisa tersenyum apapun yang terjadi.
~Mami, ayah. Aku akan menyatukan kalian apapun yang terjadi. Aku sangat egois, aku tidak suka melihat anak lain bisa bersama dengan orang tuanya. Sedangkan aku? Bahkan aku akan membunuh kalian berdua jika kian tidak mau bersatu~ Gwen.
"Ayah angkat," panggil Gwen.
"…."
"Ada apa?"
"Bagaimana jika Ayahku … tidak menerimaku? Lalu, saudariku?" tanya Gwen penuh keraguan.
"Bukan hanya Ayahmu saja yang ragu. Pasti ibumu akan membunuh kita saat pulang nanti." jawab Willy.
Karena tak ingin langsung mengaku bahwa dirinya adalah putrinya, maka Gwen akan menyamar sebagai anak laki-laki malang tunawisma. Sesampainya di Jogja, Willy memotong rambut panjang Gwen menjadi pendek seperti laki-laki.
Tidak hanya itu, bahkan Willy juga menyarankan agar rambut Gwen berwarna hitam. Ada hal yang mengganjal di hatinya, bukan warna hitam, melainkan coklat tua agar terlihat alami.
"Baiklah, kalau begitu berikan aku kartu debitnya. Aku tetap harus butuh uang, bukan?" pinta Gwen.
"Jangan boros. Mari, aku akan membawamu ke tempat lain dulu sebelum ke rumah Ayahmu." ajak Willy.
Willy mengajak ke tempat bisnis Yusuf terlebih dahulu. Kemudian ke pesantren, ke sekolah Aisyah, barulah ke rumah Yusuf. Willy juga memberi foto Aisyah, karena tujuan utama yang harus didekati lebih dulu oleh Gwen adalah Aisyah.
"Ini foto saudarimu," Willy menunjukkan foto Aisyah. "Bagaimana, cantik, 'kan?"
"Lalu, apa rencana kita selanjutnya setelah aku bisa bertemu dengan saudariku?" tanya Gwen.
"Jangan sampai kamu bicara menggunakan bahasa Inggris maupun Mandarin. Usahakan tetap pakai bahasa Indonesia dan bahasa Jawa yang sudah kamu pelajari, oke? Setelah itu … buat Aisyah mengajakmu ke rumahnya, dan nikmati saja alurnya," usul Willy.
"Cerdas!"
"Baiklah, aku akan tunggu dia pulang dari sekolahnya. Kau bisa pulang sekarang, ayah angkat." usir Gwen.
Willy berharap rencana Gwen menyatukan Ibu dan Ayahnya akan berhasil. Willy sudah tak mau lagi menikmati pernikahan itu bersama dengan Rebecca. Sebab, ada wanita yang sudah mencuri hatinya saat itu.
Sekitar 15 menit, akhirnya kelas les Aisyah berakhir. Saatnya Gwen melancarkan aksinya mencari perhatian Aisyah, sehingga bisa pulang bersamanya.
"Kak, aku boleh minta tolong tidak?" Gwen meminta tolong kepada Aisyah sambil mengusap perutnya.
"Iya, ada apa? Kamu kenapa? Kenapa kamu memegangi perutmu? Apakah kamu lapar, sakit atau bagaimana?" tanya Aisyah panik.
"Astaga, dia lebih berenergik rupanya!" batin Gwen.
"Aku lapar, aku tidak punya rumah. Aku di usir oleh Ibuku karena dia menikah lagi. Ayah tiriku begitu kejam, bisakah kamu memberiku pekerjaan agar aku bisa makan hari ini?" Gwen terlihat menyedihkan.
"Ya Allahu Ya Rabbi, ayo … sebaiknya kamu makan dulu, aku akan membelikanmu makanan, ayo ikut bersamaku!" Aisyah begitu murah hati.
"Kau tidak ingin menggandengku?" tanya Gwen.
"Kita bukan mahram, lagipula kau anak laki-laki, kita tidak boleh bersentuhan!" jawab Aisyah tegas.
"Apa itu mahram? Haish, sebaiknya aku akan cari nanti di internet!" batin Gwen.
Mereka makan bersama di sisi jalan, menikmati Kupat tahu makanan favorit Aisyah. Awalnya Gwen hanya melihat makanan itu sendiri, dia tidak terbiasa dengan makanan seperti itu. Namun, demi misi pentingnya, dia makan dengan suka rela, agar tidak membuat Aisyah mencurigainya.
"Kamu baik sekali, terima kasih sudah memberiku makanan selezat ini," ucap Gwen.
"Tenang saja, jika kamu masih lapar … katakan saja, kita bisa jajan yang lainnya nanti," ujar Aisyah merapikan jilbabnya.
"Namamu siapa?" tanya Gwen.
"Namaku Aisyah, kalau kamu?" tanya Aisyah kembali.
"Sial, ayah angkat tidak memberiku nama laki-laki. Em, aku haru jawab apa?" Gwen bergumam dalam hati sembari menengok kekanan-kiri berharap ada nama yang bisa ia pakai.
"Namaku … Siswanto," jawab Gwen.
Mendengar namanya membuat Aisyah tertawa terbahak-bahak. Perut Aisyah bahkan sampai keram saat Gwen memanggil dirinya dengan nama Siswanto.
"Ada apa? Kau menertawai nama yang diberikan oleh orang tuaku?" kesal Gwen.
"Ups, maafkan aku, Wanto. Tapi, namamu itu … haha entah kenapa aku tertawa mendengarnya, maafkan aku, ya," ucap Aisyah menyatukan tangannya.
"Sebenarnya, aku tidak suka namaku sendiri, jadi aku mengikuti papan nama warung makan ini. Jika kamu bersedia, kamu boleh memberiku nama sesuai yang kamu mau." Gwen terlihat seperti anak lelaki sungguhan saat itu.
Aisyah mengucapkan beribu kata maaf kepada Gwen, karena Gwen meminta Aisyah memberikannya nama baru, maka Aisyah akan memanggil Gwen dengan nama Rifky.
Apa alasannya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 352 Episodes
Comments
Leli Noer Octavia
kakak yg membuat diriku tertawa adalah saat Gwen memperkenalkan diri dengan nama Siswanto 🤣🤣🤣🤭
2021-10-23
1
🍇🐊⃝⃟🍒EndahCђαη🍁❣️🕊️⃝ᥴͨᏼ🍂
aisyah dan rifki tkterpisahkan
2021-05-11
1
Ih.. Keppo!
Semangat
2021-05-11
4