Rania mengambil nafas sejenak sambil memijat pelipisnya, hingga pukul 20.00 pekerjaannya belum rampung sama sekali. Ia terpaksa mengambil jam lembur, dikarenakan semua laporan keuangan bulan ini harus selesai hari itu juga, tak peduli harus lembur hingga jam berapapun, yang jelas besok pagi semua laporan keuangan ini harus sudah ada di atas meja Pak Mirza.
Jarinya mulai menari lagi di atas tuts keyboard dengan lincahnya. Entah sudah berapa kali ia menguap, matanya sangat mengantuk tak bisa diajak kompromi.
"A cup of coffee?" Tawar seseorang tiba-tiba menghampiri Rania sambil membawa 2 cangkir kopi.
"Loh Pak Mirza? Belum pulang?" Tanya Rania kaget.
"Iya, masa saya tega ninggalin perempuan sendirian di ruangan ini. Yuk kopi dulu biar gak ngantuk!" Pinta Mirza sambil menyodorkan kopi ke hadapan Rania.
"Makasih ya pak." Ucap Rania mengambil alih cangkir kopi itu lalu menyeruputnya. Ia memandang sekeliling, benar saja karena terlalu fokus pada layar komputer dia tidak menyadari bahwa satu per satu temannya sudah pamit pulang dan hanya tersisa ia sendirian.
"Tumben banget ini Pak Mirza perhatian, padahal seharian tadi marah-marah. Aneh!" Gumam Rania dalam hati, lalu ia melanjutkan lagi pekerjaannya.
Pak Mirza masih duduk di kursi yang biasa Monica tempati sambil menyeruput kopi dan sesekali memperhatikan Rania.
"Masih banyak yang harus diselesaikan?" Tanya Mirza memecah kesunyian.
"Eh, sedikit lagi kok pak. Kalau bapak mau pulang, saya gak apa-apa kok!" Ucap Rania merasa tidak enak.
"Santai aja, saya tungguin sampai beres ya!" Mirza tetap bersikeras. Lalu ia menyandarkan punggungnya ke bantalan kursi.
"Oh iya Ran, tadi siang kan kita meeting sama client dari London, beliau menanyakan kamu ke saya. Apa kamu kenal dengan Tuan Harryson?" Tanya Mirza penasaran.
"Tuan Harryson? Saya tidak kenal pak? Memang beliau menanyakan apa?" Tanya Rania balik mengernyit bingung sambil melirik ke arah Mirza.
Rania berusaha mengingat-ingat lagi apakah ia mengenal orang yang disebutkan oleh Mirza tadi, namun ia sama sekali tidak pernah mengenalnya. Rania sungguh penasaran dia siapa dan kenapa menanyakan dirinya kepada Mirza.
"Apa kamu yakin tidak mengenalnya?" Tanya Mirza lagi memastikan.
"Saya yakin Pak, memangnya ada apa?" Rania balik bertanya kian penasaran.
"Oh engga, dia hanya bertanya apa saya mengenal kamu!" Jawab Mirza entah kenapa jawaban Rania tadi membuatnya lega, segaris senyum tersungging di wajahnya.
Rania hanya mengangguk-angguk sambil ber-oh ria. "Hah apa gue salah lihat dia senyum kaya gitu ke gue? Fix hari ini dia aneh!" Gumam Rania sambil mengalihkan pandangan lagi ke laptopnya, sedikit salah tingkah.
1 jam kemudian..
Rania mematikan komputernya lalu ia menguap seraya menggeliat untuk meregangkan seluruh otot di tubuhnya. Ia tak menyadari bahwa perbuatannya tadi tak luput dari pandangan Mirza yang terlihat excited.
"Yuk pulang!" Ajak Mirza bergegas bangkit dari kursi.
"Tapi pak, saya bisa naik ojek online kok!" Tolak Rania secara halus, merasa tidak enak jika harus merepotkan atasannya.
"Sudah malam Rania, Gak baik perempuan pulang sendirian jam segini!." Ucap Mirza bersikeras.
"Tapi pak.." Rania tetap merasa tidak enak.
"Gak ada penolakan Rania!" Ujar Mirza terdengar tegas, lalu ia masuk ke dalam ruangannya untuk mengambil tas kerja dan kunci mobilnya.
Rania hanya mengangguk pelan, merasa sungkan. Ia juga takut jika ada yang melihat mereka pulang bersama, takut tersebar gosip yang tidak sedap.
Rania keluar ruangan terlebih dahulu, ia berjalan pelan sambil menunggu Mirza. Tanpa ia sadari ada seseorang yang sedang menguntitnya. Saat orang itu hendak keluar dari tempat persembunyiannya untuk menyergap Rania, terdengar suara pintu terbuka dan Mirza lah yang keluar dari ruangan sambil kebingungan mencari Rania.
Dari sudut mata Mirza ia melihat sekelebat bayangan orang berlari dan menghilang di balik tembok yang menuju ke toilet. Ia menajamkan pandangan ke arah sana, namun tak terlihat seorang pun disitu.
"Ah, mungkin hanya perasaan saya saja." Gumam Mirza sambil mengedarkan pandangan mencari keberadaan Rania. Lalu ia menangkap sosok Rania yang tengah berdiri menunggunya di depan lift sambil memainkan handphone.
Mirza berjalan ke arah lift, lalu melongok ke arah yang ia rasa ada sekelebat bayangan yang menghilang disini, namun ia tak menemukan siapapun disitu.
"Saya cariin, kamu malah ada disini!" Tegur Mirza setelah tiba di tempat Rania menunggu. Lalu ia menekan tombol lift.
"Maaf pak, saya pegel duduk terus makanya saya bawa jalan." Jawab Rania sambil tersenyum memamerkan deretan giginya yang rapi.
"Tadi kamu melihat ada seseorang gak disini?" Tanya Mirza yang masih penasaran atas sekelebat bayangan tadi.
"Gak ada kok pak, entah karena saya terlalu fokus sama handphone jadi gak aware sama sekitar. Memang kenapa pak?" Tanya Rania balik sambil menyimpan handphone nya ke dalam tas.
"Saya ngerasa ada seseorang saja yang mengawasi, ah sudahlah mungkin hanya perasaan saya saja!" Ucap Mirza mencoba mengusir rasa khawatirnya.
Mereka masuk ke dalam lift yang sudah terbuka dan membawa mereka ke basement, tempat khusus parkir mobil, sedangkan parkir motor terletak di samping gedung.
Rania biasanya membawa Vespa tosca kesayangannya, namun tadi pagi kebetulan Vespa nya sedang mogok jalan jadi ia memilih berangkat menggunakan ojek online, sedangkan si Vespa dibawa ayahnya ke bengkel.
Mirza membukakan pintu mobilnya untuk Rania sambil tersenyum. Entah kenapa hari ini dia merasakan sesuatu perasaan yang spesial terhadap gadis ini, bentuk perasaan yang tak bisa dijelaskan.
"Makasih pak, jadi malu sampai dibukain pintu segala!" Ucap Rania segan, lalu ia masuk ke dalam mobil setelah Mirza memberinya isyarat untuk masuk.
Keheningan tercipta sepanjang jalan, baik Mirza ataupun Rania keduanya tidak ada yang berniat untuk membuka percakapan. Jalanan kota Bandung yang lengang di malam hari, membuat perjalanan terasa cepat. Mobil Mirza sudah memasuki komplek perumahan yang sepanjang perjalanan di arahkan oleh Rania.
"Rumah saya itu yang gerbangnya coklat tua pak." Ucap Rania sambil menunjuk rumah minimalis bercat putih kombinasi abu dengan gerbang kayu bercat coklat tua.
"Oh iya, saya pinggirkan dulu!"
Mirza mengamati rumah itu, meskipun hanya type 36 namun rumah Rania nampak elegan dan nyaman. Yang menarik perhatiannya adalah balkon di lantai 2 , penggunaan pagar diganti dengan fasad bergaris dari atas hingga ke bawah senada dengan warna gerbangnya.
"Terima kasih banyak ya Pak Mirza, mau mampir dulu?" Tawar Rania berbasa-basi, karena sesungguhnya Rania sangat lelah dan ingin segera berbaring di atas kasurnya yang empuk.
"Sudah malam Rania, kalau besok saya ingin berkunjung apa kamu keberatan? Besok saya ada perlu dengan teman saya yang rumahnya tidak jauh dari sini!" Pinta Mirza sedikit ragu, ia takut Rania menolaknya.
"Tentu boleh pak, ya udah kalau gitu saya turun duluan ya pak, maaf sudah merepotkan. Terima kasih sekali lagi." Pamit Rania lalu segera turun dari mobil Mirza.
"Iya sama-sama, saya berangkat lagi ya. Assalamu'alaikum." Pamit Mirza pula sambil membuka kaca mobil.
"Waalaikumsalam.. hati-hati di jalan pak!" Ucap Rania berdiri di depan gerbang hingga mobil Mirza menghilang dari pandangan.
Rania bergegas masuk ke dalam, tak lupa ia mengunci gerbangnya. Si Tosca sudah terparkir cantik di carport, tandanya besok ia sudah dapat menunggangi lagi si Tosca ke kantor.
"Assalamu'alaikum." Salam Rania sambil mengetuk pintu yang terkunci.
"Waalaikumsalam.. cieeee kak Rara dianterin siapa tuh?" Goda Riana adiknya, yang ternyata sedari tadi dia mengintip dari balik gorden karena penasaran dengan suara mobil yang berhenti di depan gerbangnya.
"Temen kerja dek, udah deh gak usah heboh!" Rania menjawab sambil mencubit pelan pipi adiknya.
"Temen apa temen?" Goda Riana lagi sambil mencolek-colek lengan kakaknya.
"Berisik tau! bunda sama ayah mana?" Tanya Rania sambil menaiki tangga, diikuti oleh Riana.
"Udah tidur kayanya.. Dari tadi nunggu kak Rara gak pulang-pulang sih!" Jawab Riana masih mengekor di belakang kakaknya.
"Kakak lembur dek, udah biasa kan setiap akhir bulan lembur kaya gini. Ya udah kakak capek, istirahat dulu ya, bye!" Pamit Rania segera masuk ke kamarnya dan mengunci pintu.
Rania menyambar handuk dan segera pergi ke kamar mandi kecil yang ada di dalam kamarnya. Air hangat membuat rileks tubuhnya yang penat dan letih, ototnya menjadi sedikit lebih kendur. Matanya kian memberat tak dapat diajak kompromi, perutnya yang lapar tak ia hiraukan. Rania terbuai ke alam mimpi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Lizaz
Aku mampir nih, thor!
Mampir, juga yuk ke novel aku. Mari, kita saling mendukung ❤️
2021-08-24
1