LIKE dulu sebelum membaca... 😜 jangan pelit Like ya sayong..
*****
Satu lembar kertas yang bertinta kan.
DI CARI
Wanita yang cekatan, pandai merawat lansia, dan juga tidak menyerah. Silahkan hubungi ke nomer ini +19000321
" Ini.. "
Mutia masih sedikit bingung. " Ini maksudnya apa sih? Kalau mencari perawat, kenapa nggak yang dari rumah sakit aja sih? " Ntah mengapa ia langsung mengeluarkan uneg-uneg nya.
" Sudah, jangan marah-marah. Mana tahu, emang rezeki kamu disini? "
Jika dipikir-pikir lagi, benar apa yang dikatakan ibundanya. Kalau dia tidak mencoba. bagaimana dia bisa tahu.
Kemampuan yang belum diasahnya. Walau ia sudah terbiasa mengurus sang ibundanya. Namun, berbeda lagi dengan jika yang bersangkutan pekerjaan. Dimana ketika kita harus merawat orang tua majikan kita, maka itu terasa berbeda. " Mut.. Mutia? " Panggil ulang sang ibunda.
" Eh.... Iya Bu. "
" Nah gitu dong.. Kamu harus berani mencoba, kalau kamu berdiam diri dirumah.. Kamu akan merasakan suntuk. "
" Eh.. Bu.. "
" Udah ya, ibu mau istirahat dulu. Ibu sudah merasa tenang sekarang. "
" Em.. Iya Bu, iya. Lebih baik ibu istirahat saja. "
" Kamu nggak apa kan, sendirian disini? "
" Ng..nggak Bu. "
Kepergian ibunya membuat Mutia menjadi gusar. Di satu sisi, ia sangat amat membutuhkan uang. Bagaimana pun, dia sekarang sudah menjadi kepala rumah tangga di rumahnya sendiri. " Gimana ya? Apa aku hubungi aja langsung nomer ini? Tapi.. Kalau nggak diterima lagi gimana? "
Sedikit keraguan datang menyelimuti hatinya.
" Aku ingin mencoba.. Semoga saja bisa keterima disana. "
Ia merogoh ponselnya. " Haih.. Nggak nyambung.. "
Panggilan kedua, ia ulangi sekali lagi.
" Nah nah tersambung... Alhamdulillah.. "
" Hallo.. Dengan kediaman Daulay, ada yang bisa saya bantu? "
Glek!
Gaya bicara pembantunya begini, apa aku bisa bergaya bicara seperti ini? - Batinnya.
" Hallo.. " Karena tak kunjung ada balasan dari pihak seberang, maka pembantu itu menyapanya kembali.
" Hal...hallo.. Say...saya.. "
Tuttt!! Tuttt!!
Panggilannya tiba-tiba terputus begitu saja.
" Haduh.. Kenapa pakai mati segala sih? Masa pembantu kurang di ajar sih!! Aku kan baru aja mau bicara, tapi sudah dia pot... "
Di sela ia me-rutuki pembantu yang ia anggap tidak sopan santun sama sekali karena memutus telpon secara sepihak
" Ben...bentar bentar.. Ini kan tanggal??? " Ia mencoba mengingat-ingat.
" Astagfirullah alladzhim... Benar-benar tidak sopan!! Aku yang lupa membeli pulsa, tapi aku pula yang mengoceh nggak nggak tentang pembantu itu.. Huh! Aku harus beli pulsa dulu... "
Ia membuka dompetnya. " Aish.. Tinggal selembar warna merah lagi.. Apa aku harus berkorban sedikit? Tapi.. Bagaimana makan ku hari-hari berikutnya? Mana uang pemecatan hari ini belum juga cair. " Memegang pelipis kepalanya.
" Ya Allah.. Hamba tahu, jika engkau maha pengasih dan maha pemurah, lagi maha dari segalanya.. Dan, engkau juga pasti tahu.. Jika seseorang hambanya tidak mampu.. Maka, engkau tidak melebihkan cobaan dari yang ia mampu. "
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
" Bi Marni!! "
Dengan sangat lantang. " Eh.. Tuan... Kenapa tuan? "
Sikap berbanding terbalik dengan Marni. " Saya harus ah... "
Arman tahu jika yang sedang dihadapannya adalah Mirna. " Tu...tuan sakit.. "
Gadis muda ya itu anak dari Bu Marni, yang biasanya setiap hari bersikap centil dan bergaya. " Mana tugas yang aku suruh, hah!!! "
Dengan begitu mudahnya, mencengkram pergelangan tangan Mirna. Ia sangat marah, pasalnya tugas yang ia berikan pada satu Minggu ini belum juga menuai hasil.
Marni berjalan sedikit cepat, ia sempat memikirkan hal yang macam-macam pada putrinya itu.
Ya Tuhan.. Apalagi yang di perbuat anakku itu. Tuan tidak pernah marah seperti ini, kalau itu tidak bersangkutan orang tuanya. - Batin Marni.
" Tuan.. Tuan.. Anak saya, salah apalagi tuan?? " Memegang bahu anaknya yang sudah terduduk dilantai.
" Bibi cari tahu saja pada anak bibi sendiri!! Saya sudah menyuruhnya satu Minggu yang lalu, tapi malah sampai sekarang belum dapat. "
Marni beralih kepada sang anak, dan mengubah hadap anaknya. " Katakan pada ibu! Apa yang di minta tuan! "
" Bu.. Mirna sudah melakukan sesuai permintaan mas Arman Bu.. Tapi, tapi.. memang belum ada yang menghubungi ke sini. Tapi, baru-baru saja ada nomer masuk... Namun, panggilan belum selesai sudah terputus begitu saja. " Dengan Idak tangis yang mendalam.
Arman yang mendengar penuturan Mirna membuat dirinya tidak bisa menahan lebih lagi. " Pokoknya! Saya tidak ingin mengetahui alasan kamu!! Sampai 3 hari tidak datang juga, maka... Kamu akan tahu akibatnya. " Arman pergi begitu saja meninggalkan Mirna dan Marni.
" Aduh nak.. Ibumu ini sudah tua. Masalah apalagi yang harus ibu selesaikan di usia ibu yang sudah menjelang ajal. Mirna Mirna... " Mengelus dada lalu meninggalkan Mirna untuk melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
" Maafin Mirna Bu. Tapi, Mirna sudah menjalankan sesuai tugas mas Arman Bu.
Tapi, memang belum ada yang menelpon. "
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jam setengah tuju malam, Mutia yang sehabis melaksanakan sholat magrib bergegas ke warung. Setelah ia berpikir secara matang.
" Lho.. Mut.. Kamu.. "
" Iya, Bu. Kenapa Bu? "
" Kamu mau pergi kemana? Hari sudah larut nak. "
" Anu Bu.. Ada hal yang harus Mutia beli. "
" Apa nggak bisa besok saja? "
" Nggak bisa Bu, segala urusan yang baik tidak boleh di tunda. Benar bukan Bu? "
**
" Assalamualaikum, pak.. Saya ingin membeli pulsa Tel berapa ya? Yang 25 ribu. "
" Yang 25 ribu, itu 28 ribu neng. "
" Nggak bisa kurang kah pak? Soalnya saya.. "
Belum sempat memberikan penjelasan. Pemilik warung tidak bisa menerimanya. Mungkin, warung itu anti riba. " Oh iya sudah pak.. "
Mutia menulis nomer ponselnya. " Ini pak, nomer saya sudah saya catat. "
" Iya mbak. Sebentar, masih saya proses kirim. "
Ting.
" Sudah masuk belum mbak? "
" Sudah pak, makasih.. Ini uangnya. "
Bapak itu membuka laci. " Iya, mbak. Sama-sama. Ini kembaliannya. "
**
Nomer itu terhubung kembali.
Mirna langsung buru-buru padahal ia sedang memakai kutek di kukunya. " Hallo.. Dengan kediaman Daulay disini. "
" Eh iya mbak, Hallo.. "
" Ada keperluan apa, mbak ya? "
" Emp.. Saya ingin menanyakan.. Selembaran yang tadi pagi ibu saya dapat. Apakah itu masih tersedia? "
Selembaran? Selembaran apa? - Batin Mirna.
" Mbak, mbak? "
Oh astagah.. Selembaran, apa mungkin? - Batinnya terus berpikir.
" Oh. Tentang selembaran itu? Iya mbak, itu memang benar dari rumah kediaman Daulay. "
" Apakah itu masih mbak? Soalnya saya ingin,- "
" Masih mbak, masih. Mbak datang aja ke kediaman Daulay, masalah alamatnya... Mbak tinggal datang saja ke jalan Pondok Indah nomer 15 mbak. "
" Oh, oke mbak. Kalau boleh tahu, saya sedang berbicara dengan siapa? "
" Nama saya Mirna mbak? Kalau boleh tahu juga, nama mbak siapa? "
" Nama saya Lista Mutia Sari mbak. Besok saya datang kesana mbak. Apa yang harus saya bawa mbak? "
" Tak perlu membawa apapun. Disini yang dibutuhkan adalah karyawan yang baik dan jujur pandai merawat majikan kami. Itu saja sudah cukup mbak. "
" Baik, mbak. Besok saya kesana. "
" Iya, mbak. Saya tunggu. "
Di tengah panggilan itu tertutup. " Siapa yang nelpon? " Interogasi dari sang ibunda.
" Astagah.. Ibu.. Mirna sampai kaget Bu. "
" Ibu tanya, telpon dari siapa? "
Tanpa basa-basi, Mirna langsung memeluk sang ibunda. " Ibu.. Akhirnya.. Akhirnya.. "
" Akhirnya kenapa? " Masih tidak mengerti.
" Itu Bu.. Yang di tanyain mas Arman, akhirnya nelpon juga. "
" Yang benar kamu, Mir? "
" Iya Bu. "
" Alhamdulillah.. Beban ibu sudah terlepas akhirnya.. " Mirna memeluk sang ibunda secara hangat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments