LIKE dulu sebelum membaca... 😜 jangan pelit Like ya sayong..
***
Dengan mengeluarkan pistol. " Om, aku nggak punya uang banyak om. Seharusnya om rampok yang punya mobil mobil besar dan juga rumah gedong. Apa om, nggak kasihan sama saya? "
" Nggak! Saya nggak kasihan sama sekali sama kamu. Emangnya kamu siapa? Udah deh jangan banyak bicara, serahin harta benda kamu sekarang juga. "
" Mamah, mpok Nina. Maafin Mutia, uang ini harus Mutia kasih sama preman ini. " Batin Mutia.
Ia sangat-sangat membutuhkan uang itu.
" Oh. Masih nggak mau nyerah juga ya? Atau, kamu mau.. Kulit mu yang mulus itu di kotori dengan pisau ini? " Mutia gemetaran. Meremas kain jarik yang melekat dipundaknya.
Semakin dekat dan dekat lagi, karena Bondan tak berhenti untuk melangkah. Walau langkahnya terbilang sedikit-dikit. Namun, maju terus dan menerus.
" Serahkan sekarang! "
" Nggak! Ayolah om, ibu ku lagi sakit. Apa om, nggak kasihan sama ibu ku? "
" Nggak! Ngapain aku harus kasihan. Emang kamu siapa saya? Anak, cucu, bahkan saudara aja bukan. " Bondan memang sangat susah untuk dibujuk jika menyangkut uang.
" Ya ampun.. Ini orang nggak mempan ya? Mutia harus apa lagi.. " Jenuh dan bingung harus bagaimana lagi hati Mutia terus bertanya.
" Cewek manis.. Ayo serahkan saja semua harta benda mu. Aku tak yakin kalau kau akan selamat jika melawan bos. "
Terus memepet.
" Huh.. Sepertinya aku harus merelakan uang ini. " Pasrah sudah Mutia.
" Ini ini, ini om.. Uangnya. " Mengulurkan gulungan uang hasil kerjanya hari ini yang sengaja ia simpan rapi di balik jarik yang diikat nya.
" Nah gitu dong.. "
**
Uang itu berhasil di ambil alih oleh Bondan.
" Coba kek, dari tadi seperti ini. "
Menghitung uangnya. Namun, Bondan tak percaya. " Jon, hitung uang ini kembali. " Menyerahkan pada Jon.
" Aduh bos.. Aku mana ngerti. Udah, mending bos aja yah.. Yang hitung. "
Mendapat tatapan harimau dari sang bos.
" Eh eh iya iya bos. Jangan marah-marah Mulu napa? Kasihan tu mata nanti bisa lompat katak. "
**
**
Berjalan dengan keadaan lesu. Pakaian yang penuh dengan lumpur dan sandal yang mulai hampir putus. Serta perasaan yang bingung harus di jelaskan. Setiba di rumah sang pemilik gorengan. Ya, dia hanya membantu menjualkannya secara berkeliling. Mau gimana lagi, bakatnya cuma itu. Bakat yang saat itu dia menemani sang ibunda bekerja sambil meneriakkan jajan yang di bawanya. "
" Assalamualaikum, Bu Jum. "
" Wa'alaikumsalam. Eh kamu dah pulang to cah geulis? "
" Iya Bu. Maafin, Mutia ya Bu. "
" Maaf untuk apa nak? Kamu kan nggak berbuat apa-apa? "
" Tapi, Bu. Hal ini sangat besar dan ya mungkin juga akan membuat ibu marah kepada saya. "
Sang pemilik gorengan yang di jual belikan Mutia bingung. Pasalnya, dia memang orang yang jarang bergaul dan tidak mengerti apa yang sedang Mutia maksudkan. " Ini Bu... "
" Lho.. Lho dimana toples jualan gorengan saya! Kok cuma kain jarik nya aja? "
Mengambil jarik itu, lalu melemparnya ke sudut. " Gorengannya ketinggalan, Bu. "
" Ketinggalan dimana? Ya ampun, Mutia Mutia... Kamu itu sudah saya bantu, kenapa malah nyusahin saya sih! Apa kamu nggak mikir? Berjualan itu perlu modal. Setidaknya walaupun sedikit, masih bisa berjalan. Terus, dimana uang hasil penjualannya? " Sedikit reda sambil me-ng-adah kan tangan.
" Itu Bu,- " Mutia bingung harus menjelaskan bagaimana.
' Uang itu udah di rampas para preman. Aku memang bodoh, aku nggak bisa melawan mereka. Padahal salah satu dari mereka banci. "
" Mutia!!! " Teriakan menggelegar.
Terdengar jelas pada seluruh sekeliling rumahnya. " Woy! Jinten. Jangan teriak-teriak! Anak gue lagi tidur! " Protes salah seorang warga sambil mengacungkan centong kayu yang tak tanggung-tanggung centong nasi untuk memasak 5 kilo beras.
Mutia dan sang bos menoleh. " Woy Sablah! Nama gue itu Juminten! Bukan bumbu masakan jinten! Dasar, nggak tahu tata krama. "
Sablah pun masuk dengan perasaan marah dan Bummmm.. Pintu itu ditutup sangat-sangat keras.
" Dasar! Janda nggak tahu di untung. "
Kembali lagi Juminten menatap Mutia.
" Katakan! Dimana uang hasil jualan? Jangan jadi pembohong, setelah saya mempercayai kamu untuk bekerja sama saya! "
Berdiri lalu menarik telinga Mutia.
" Ampun, Bu. Ampun... Kali ini, Mutia benar-benar nggak sengaja Bu. "
'Enggak sengaja? ' Batin Jum.
Ia menyengitkan keningnya.
" Apa maksudmu? Tidak sengaja? Tapi, kenapa uang itu nggak kembali juga. "
" Bukan, begitu.. Uang itu di rampok. Masih untung Mutia masih bisa menyelamatkan diri darinya. "
" Apa!!! Rampok! Kurang ajar itu rampok! Apa dia nggak tahu, kalau gue ini mantan penagih utang! Dimana, kamu ketemu mereka? "
" Itu.. Di tengah perjalanan, di tengah jalan yang masih rimbun pohon. "
" Oh astagah! Baiklah, nanti biar saya sendiri yang mengambil dari mereka. "
Mutia bingung harus bagaimana. " Ngapain kamu masih disini? Sana pulang, hari ini kami tidak mendapatkan upah. Hari ini pula kamu aku berhentikan. Modal saya belum kembali. "
Deg!
Mutia kaget bukan kepalang.
" Ibu, jangan pecat saya. " Memohon dan berlutut memegang kaki Juminten.
Mungkin karena reflek, dan ia merasa tak pantas diperlakukan seperti itu. Brruukkk... Dorongannya cukup seperti 2 orang anak kembar. Yang sedang bermusuhan. " Aakchh... " Mutia terjengkang, dan untung saja telapak tangannya menyangganya. Karena, akibat itulah Mutia menjerit.
" Maaf, Mutia. Saya benar-benar, tidak sengaja.. " Ujar Juminten sambil mengusap wajahnya dengan kasar lalu membantu Mutia bangkit.
" Akcch... Iya, Bu.. " Sambil mengipas ngi-pas tangannya.
" Bu.. Saya,- "
Mutia masih berharap kemungkinannya agar tidak di pecat dari pekerjaan ini.
" Maafkan saya Mutia. Saya sebenarnya tidak tega juga harus memecat mu. Saya itu, berjualan dengan modal yang tidak cukup banyak. Jika saja modal dan pembeli seimbang, dan juga saya itu sebentar gimana ya Mut.. " Meneteskan air mata..
Hati Mutia menjadi tidak tega. Jika ia harus terus memohon, maka akan percuma saja. Saat ini ia bingung?? Jika ia tidak bekerja, bagaimana dia dan juga sang ibunda bisa makan?
" Bu.. Maafin Mutia Bu. Mutia bingung, Mutia harus bekerja dimana lagi? Sebab, tidak ada yang mau menerima gadis kampung seperti Mutia ini bekerja. "
" Tenang Mutia. Ibu, ada teman.. Jika kamu mau bekerja yang keras dan tekun,- "
" Saya mau Bu.. Apa yang harus saya kerjakan?? Saya ingin... "
" Baiklah.. Besok, kamu bisa kembali kesini lagi. "
" Baik, Bu. Kalau begitu saya pulang dulu. "
Satu dua langkah Mutia. " Mutia.. Tunggu. " Ujar Juminten.
" Iya Bu. "
" Besok, berpakaian seperti layaknya orang kantoran. Mana tahu kamu diterima sebagai pelayan atau kasir kan? "
" Eh.. Iya Bu. Tapi, saya hanya mempunyai 3 kemeja saja Bu. "
" Nggak apa... Yang penting buat proses lamaran kerja kamu aja dulu.. " Semangat memburu dari Juminten.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Laras
top
2022-04-07
0
Sulistiawati
bagus
2022-03-17
0
Niluh Srimadashiners_04baekkie
ini namanya sehabis musibah pasti ada pertolongan.
semangat thor
2021-12-31
0