Happy Reading...
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Dua minggu sudah berlalu, dan selama itu pula Erik masih saja mengabaikanku. Duniaku benar benar sepi tanpa dirinya, tapi tidak benar benar sepi juga. Itu terjadi karena hadirnya ponakan dari Ibu Kost. Rendi Deswa Pradana.
Anak bau kencur yang setiap hari terus saja mengintili ku, dan mengira bahwa aku seumuran dengannya. Itu wajar saja, karena di usianya yang baru mau 14 tahun, tingginya sudah melebihiku, selain itu juga Rendi terlihat manly dengan kulit sawo matangnya dan otot yang sudah berisi. Posturnya lebih persis seperti anak SMA, daripada anak SMP. Satu lagi, kejahilannya juga sikapnya yang humble membuatnya cepat sekali beradaptasi dengan kami semua, terutama dengan ku.
Sudah seminggu ini pula, aku tidak melihat Bang Daffa, padahal surat surat yang aku ketik dengan meminjam komputer sekolahan sudah aku masukan lewat kolong pintu kamarnya, dan semua itu aku lakukan gara gara Erik yang tidak mau membantuku menulisnya. Dan sekarang malah marah kepadaku, cuma soal aku yang menulis surat kaleng kepada Bang Daffa.
"Lagi mikirin gua yah." Tetiba Rendi sudah duduk di sampingku, dengan es krim di tangannya. "Nih, biar adem." Di sodorkannya secup es krim rasa coklat kepadaku.
"Males gua." Jawabku sembari menepis cup es krim di depanku.
"Ini enak." Ucap Rendi dengan sudah menyuapkan es krim ke mulutku yang tengah sedikit terbuka karena bengong.
"Apa apaan sih loe." Ucapku dengan mengusap bibirku yang belepotan karena ulah Rendi.
"Enak kan." Ucap Rendi seenaknya saja sembari menyuapkan sendok bekas ku ke mulutnya.
"Jorok." Desisku, dan sudah melupakan keberadan Rendi, karena aku yang tengah sibuk memikirkan nasib surat cintaku yang telah menumpuk di balik pintu yang tertutup rapat seminggu ini. Ini sebenarnya karena sangking tertutupnya Bang Daffa atau karena akunya saja yang kurang tau perkembangan pergosipan di kostan, sehingga aku tidak tau kemana perginya Abang Ganteng ku kali ini.
"Jika boleh ku umpamakan, dirimu bagaikan Kijang emas, yang sedang berlarian di semak belukar yang behgitu sulitnya aku taklukan." Karena sangking asiknya melamun, tanpa sadar buku berisi pernyataan cinta yang ku buat untuk Bang Daffa sudah berada di tangan Rendi, dan Rendi sengaja membacanya dengan keras.
"Dasar bocah, siniin bukunya." Kataku dengan cepat hendak merebut buku di tangan Rendi, karena aku tidak ingin seorangpun tau jika aku cukup mellow soal urusan hati. Namun, dasar bocah jahil, Rendi malah langsung berdiri dan mengacungkan tinggi tinggi tangannya hingga aku kesulitan untuk menjangkaunya.
"Ternyata Mawar romantis juga yah, lain sama penampilannya." Kata Rendi sambil tertawa ngakak.
"Sumpah bakal tak cincang jempol kaki loe bocah." Teriak ku sambil mengejar Rendi yang langsung berlari begitu menyelesaikan ucapannya. "Jangan sampai loe kena yah." Cecarku masih dengan mengejar Rendi yang larinya cukup kencang.
"Coba saja kalau bisa." Timpal Rendi. Dan kejar kejaran ini terus saja terjadi hingga aku di buat ngos ngosan tentunya. Jelas saja Rendi larinya kencang, secara Rendi adalah Kapten tim Sepak Bola di sekolahannya, selain itu juga kaki Rendi cukup panjang di banding dengan kakiku.
"Segitu doang." Ejek Rendi, begitu melihatku yang berhenti dengan memegangi lututku. "Aku tidak tahu apa apa lagi, hanya yang aku tahu aku mencintaimu, sangat mencintaimu." Lagi lagi, kata yang keluar dari bibir tebal Rendi membuatku geram setengah mati, dan tanpa aba aba aku langsung menggeram kesal lantas dengan gerakan cepat sudah menyerang rendi yang tengah berfokus dengan buku di tangannya.
Rendi jatuh terjengkang dengan aku berada di atas tubuhnya, sementara buku yang tadi di pegangnya meluncur jatuh tidak jauh dari tubuh kami berdua, tepat di bawah sepasang kaki beralaskan sepatu olah raga. Berlahan ku angkat kepalaku untuk memandang pemilik kaki tersebut. Dan deg, deg, deg, tabuhan genderang di dadaku segera membahana begitu mataku tertarik pada netra tajam milik Bang Daffa.
Degupan indah di hatiku berubah menjadi kepanikan, tatkala Bang Daffa mulai berjongkok dan tangannya terulur untuk meraih buku yang berada tepat di samping kakinya. Tanpa perduli dengan Rendi yang berada di bawahku, aku bergegas merangkak meraih buku rahasiaku, dan aku berhasil meraihnya tepat tangan Bang Daffa menyentuhnya.
"Terima kasih, Bang." Kataku dengan mengangkat kepalaku dan ahh, pemandangan apa ini ya Allah. Wajah bersih Bang Daffa yang berhias senyum berada tepat di atas wajahku. Please ya Allah, buatlah ini seperti kisah di Film romantis. Tapi, sayangnya setan keburu datang di tengah tengah kami, yakni Rendi yang tiba tiba sudah meraih tanganku untuk berdiri.
Bang Daffa hanya menggelng pelan menyaksikan tingkah konyol ku, lantas berlalu pergi begitu saja tanpa mengucap sepatah kata kepadaku. Dan mata nakalku justru tidak bisa membiarkan sosok gondrong sangar juga manis yang berlalu pergi meninggalkan kami berdua.
"Air liur netes tuh." Ucap randi sambil meremas daguku, pura pura meraih sesuatu di sana. "Gila, segenggam liur loe." Lanjutnya, tak ku pedulikan ucapannya dan justru aku langsung berbalik arah meninggalkan Rendi yang terbengong melihat sikapku yang berubah drastis karena kehadiran Bang Daffa.
Aku tidak menghiraukan teriakan Rendi, yang terus memanggilku dan terus saja melangkah menyusul langkah lebar Bang Daffa, yang aku yakin saat ini sudah sampai di kamarnya. Dan benar saja saat aku sampai di ujung tangga, dapat ku lihat dengan jelas raut bingung Bang Daffa melihat beberapa lembar amplop warna warni yang sudah berada di tangannya.
Aku pura pura tidak tau menahu dan berlagak cuek hendak masuk di kamar ku. Namun, langkahku terhenti segera, saat ku dengar tawa Bang Daffa yang menggelegar. Ku tatap lurus Bang Daffa yang tengah membaca satu persatu ungkapan hatiku dengan tawa yang tidak pernah putus dari bibirnya.
Apa yang lucu dengan tulisan itu. Pikirku. Sembari mengangkat kedua bahuku akupun terus asik bertanya tanya di dalam hati dengan raksi Bang Daffa, dan itu jauh dari prediksi Erik. Kata Erik Bang Daffa, mungkin akan marah mengingat Bang Daffa bukan orang yang sering bercanda. Tapi jika di lihat, sepertinya Bang Daffa cukup bahagia dengan kehadiran surat suratku.
"War sini." Panggil Bang Daffa membuyarkan spekulasiku seorang diri.
Akupun berjalan ke arah kamar Bang Daffa, yang memang bersebrangan dengan kamar ku. "Iya Bang."
"Ini buat kamu." Ucap Bang Daffa masih dengan senyum di bibirnya, dan sumpah ini keren banget.
"Ehh, kok buat Mawar." Kataku dengan tergagap, tergagap antara gugub begitu dekat dengan Bang Daffa hingga aku bisa mencium aroma khas seorang laki laki yang baru saja dari panasan, juga karena takut ketahuan jika sesungguhnya surat surat yang berada di tanganku ini datangnya dariku.
"Baca saja, ini menggelikan sekali. Dan ini hanya pekerjaan seorang pecundang yang ingin mengerjai saja." Ucap Bang Daffa.
Aku menautkan kedua alisku tidak faham dengan maksud Bang Daffa mengerjai saja. Padahal waktu buat tulisan di kertas ini, aku memeras seluruh otak ku agar dapat mencurahkan perasaan mendalamku pada tulisan yang ku buat.
Bang Daffa meraih satu amplop yang di penuhi gambar Bunga Mawar merah lantas membukanya dengan cepat. "Aku tidak butuh dunia ini, cukup kamu yang menjadi dunia ku. Bukan kah kalimat ini bodoh sekali." Lanjut Bang Daffa. Dan seketika tatapanku tertuju pada Bang Daffa yang tengah tertawa lebar.
"Kamu simpan saja semua kertas tidak masuk akal ini, dan jangan pernah percaya dengan rayuan bodoh seperti ini, jika suatu saat kamu bertemu dengan orang yang suka tebar omongan gombal busuk." Ucap Bang Daffa.
Aku masih tidak bisa berkata kata, dan pandanganku terus tertuju pada kertas kertas yang berada di tanganku. Dan terus saja setiap kata yang di ucapkan oleh Bang Daffa seperti sebuah belati yang mengores hatiku secara pelan pelan.
"Memang Bang Daffa tidak percaya sama seseorang yang mencintai dengan seluruh segenap hatinya." Ucapku lirih tanpa berani melihat ke arah Bang Daffa.
"Percaya saja, tapi ini terlalu drama, War."
"Memang Bang Daffa punya rasa seperti itu.?" Tanyaku lagi lebih berani, dan kali ini pandangan Bang Daffa jatuh kepadaku dengan intens, hingga membuat jantungku bertalu talu serasa ingin loncat keluar dari tempatnya.
Bang Daffa membenarkan rambutnya yang maju ke depan dengan satu tangannya, sementara tangan yang satunya di selipkan di saku celananya. "Rasa cinta itu tidak perlu dengan kata kata bodoh seperti itu, bagi laki laki perlakuan itu jauh lebih baik. Apa lagi laki laki seusiaku." Kata Bang Daffa dengan serius.
"Kamu mana tau soal kayak gini, belum pantas susiamu untuk ke tahap soal hati. Belajar saja yang rajin." Ucap Bang Daffa lagi kali ini dengan menaruh satu tangannya di atas kepalaku. Ini persis seperti yang di lakukan Bang Nusa terhadapku.
Senyum Bang Daffa tampak terukir tulus saat menasehatiku, dan seketika membangkitkan semangatku untuk lebih semangat lagi untuk belajar dan mengejar cita citaku, guna membuktikan bahwa aku juga bisa meski aku berbeda.
"Jangan terlalu banyak pacaran. Itu tadi pac." Ucap Bang Daffa lagi, namun segera aku potong.
"Pacaran enggaklah Bang, aku belum pernah pacaran." Bang Daffa memandangku dengan kedua alis yang menaut, bertanda tidak percaya dengan ucapanku.
"Erik, bukannya baru kemarin baru putus dari Erik. Dan itu tadi yang di depan.."
"Kiakkk. Erik.? Mana ada sama Erik pacaran." Bang Daffa makin menatapku tidak percaya sembari menggelengkan kepalanya.
"Jangan jangan Bang Daffa yang pacaran mulu." Ucapku.
Bang Daffa memandangku dengan tatapan jenaka, lantas senyum lebar langsung tersunging di bibirnya. "Do'akan saja dia yang terbaik untuk ku, yang jelas aku tidak akan pacaran lama lama serta mengobral janji dan omongan manis."
Seketika senyum menghilang dari bibirku, mendengar ucapan Bang Daffa. Ucapan Bang Daffa mengisyaratkan bahwa sudah ada seseorang yang telah singgah di hatinya dan mengisi ruangan sempit itu dengan cinta. Itu bisa aku lihat dari sorot mata yang berbinar serta senyum samar misterius yang terukir di bibirnya. Apa ini artinya cintaku hanya berahir sampai disini saja. Apa aku harus berhenti mencintainya.
Lalu apa yang di maksud dengan Erik, jangan sampai Bang Daffa tau soal surat ini datang ku.?
.
.
.
.
Bersambung...
Bang Daffa karakter pean jangan kayak Mr.W tho ya.
Like Koment dan Votenya selalu di tunggu....
Love Love Love...
💖💖💖💖💖💖
By: Ariz kopi
@maydina862
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
IKa LesTari
huft..
2022-04-13
0
Nunik
Hampir hampir kayak Afiqah.
2022-01-27
0
Nunik
kerasa bakal nangis nangis nih.
2022-01-27
0