saat ini aku sedang berada dikamar. "kemana sania?"
"kenapa mama dan papa ga mau ngasih tau aku?"
"aku yakin mama pasti tau sesuatu,"
Monologku sebelum memutuskan menutup gorden dan bersiap siap tidur. Tentu tak lupa dengan serangkaian skincare yang sudah kugunakan tadi.
...----------------...
Rasa penasaranku pada sania tidak dapat dibendung lagi. Satu tahun yang lalu tiba tiba sania mengataka jika dia hamil membuat mama dan papa bagai tersambar petir. Untung saja mama dan papa tidak ada riwayat penyakit jantung. Aku yang masih muda saja hampir jantungan mendengarnya.
Sejak kecil kami sudah dibatasi. Kami tidak boleh pacaran. Sania yang nekat memilih pacaran diam diam mungkin. Aku sendiri kurang tau. Bahkan tidak tau. Kami sebelumnya sama sekali tidak akrab. Demi tuhan aku tidak tau jika dia memiliki kekasih dan tiba tiba saja sudah hamil 2 bulan.
aku sudah tidak bisa menahan rasa penasaranku saat sania menghilang. Tepat satu minggu setelah dia mengatakan kebenaran tentangnya. Kuharap dia baik baik saja. mama dan papa memintaku untuk tidak membahasnya. Dan aku tidak berani bahkan hanya untuk sekedar menyebut nama sania dirumah.
"iya, aku akan segera kesana," ucap mama diujung tangga sambil memegang telfon rumah.
"mama mau kemana ?" gumamku. "telfon malam hari? Ga biasanya," tambahku.
aku menuruni tangga dengan hati hati dan mengendap endap. Mama berjalan keruang tamu dan aku mengikutinya dari belakang hingga aku tepat berada diujung tangga. Aku berdiri dibalik tembok tapi aku bisa mengintip ruang tamu dari sini.
"kania sudah tidur?" tanya papa. Papa menutup laptopnya dan merubah atensinya untuk menatap mama sepenuhnya.
Mama mengangguk dengan wajah lesu. "kenapa dengan mu?" tanya papa. Papa mengerutkan keningnya bingung.
"sania..sania diaaa," mama berbisik sangat pelan hingga aku hampir tidak dapat mendengarnya.
Papa melotot pada mama. "kenapa membicarakan ini? Jangan disini. Bagaimana kalau kania dengar?"
kenapa memang jika aku mendengar? Apa mama dan papa tau dimana sania? Jangan bilang jika sania tidak kabur melainkan disembunyikan? Aku membekap mulutku seakan takut jika nafasku akan ketahuan. Aku menarik nafas panjang dan mengeluarkan dari mulut dengan sangat hati hati.
"rumah kasih sayang. Tempat kita meninggalkan sania tadi mereka menelfon dan—" mama belum sempat menyelesaikan perkataannya saat papa menarik mama keruang kerjanya. Apa papa tau aku mengintip ? Mustahil rasanya.
aku berjalan cepat keatas dan segera membuka laptop. Mencari kira kira dimana lokasi rumah kasih sayang ? Oh god, rumah kasih sayang adalah sebuah panti? Kenapa sania dikirim kesana
Aku benar benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran mama dan papa.
Minggu depan aku tidak ada agenda mungkin aku bisa mengunjungi panti tersebut.
Aku bersiap tidur sebelum sebuah pesan masuk keponselku. "halo kania. aku hanya ingin memperingatimu. Jauhi rey dia tidak sebaik itu,"
sialan ! Siapa yang mengirim pesan seperti ini. Kemarin vano sekarang orang tidak dikenal. pemberi peringatan gimana kalau kita panggil danger.
Aku menutup ponselku dan merasa bodo amat.
...----------------...
Pagi hari yang sangat cerah dan membahagiakan sebelum akhirnya aku bertemu dengan karina.
"woah lihat siapa yang kita temui pagi ini," ucap karina.
"kenapa sih sebenernya hah ? Cari masalah mulu sama gw!" sewotku.
Karina tertawa. Lalu tersenyum sedih. "lo tuh adik dari sania jadi gw masih hormatin lo ya. Jauhin rey karena dia cocoknya sama gw," peringat karina.
Oh astaga. Ulat satu ini menyebalkan. Aku jadi semakin ingin menggodanya kan? Jika bukan adik mawar sudah ku tendang dia jauh jauh hari.
kebetulan aku melihat rey yang baru saja mau memasuki kelas segera aku berlari kearahanya dan memeluk lengannya. "pagi reyy," sapaku dengan penuh semangat walaupun kontras dengan hatiku yang ingin muntah. Kulihat ekspresi karina yang melotot dengan wajah tidak senang.
Rey tampak terkejut sebelum menormalkan ekspresinnya. "owh pagi, tumben," rey mengerutkan kening sambil memasang senyum geli.
Aku mendengkus pelan sebelum akhirnya memasang senyum manis terbaikku. "kok tumben bukannya biasanya gini ya ?" balasku.
Rey tampak berpikir sebentar. "ga pernah kok," rey menjawab diikuti dengan kepalanya yang menggeleng keras. Kulihat si nenek lampir karina itu tengah tertawa. Dia pasti mengejekku. Aku semakin kesal saja
Kulepaskan rangkulanku pada tangan rey dan.pergi menjauhinnya. Tapi baru beberapa langkah hingga tanganku ditarik dan rey merangkul bahuku akrab. Aku menoleh padanya heran dengan kening berkerut.
rey tersenyum jenaka. "tapi biasanya aku yang nyapa kamu duluan, sambil kaya gini," setelah menyelesaikan ucapannya rey tiba tiba mencium keningku membuatku terperanjat. Aku bahkan belum mencerna ucapannya.
Karina menghentak hentakkan kakinya kesal lalu masuk kekelas dengan cepat. "aku tau kamu mau manasin karina kan," ucap rey dengan santai. Tak tau saja dia jika jantungku sudah jedag jedug. Aku senam jantung dan dia dengan tampang cool merangkulku masuk kekelas.
"lepas rey !" bentakku. Seakan aku baru mendapatkan kembali kesadaranku. Untung karina sudah tidak ada dikelas. Mungkin kekantin atau kemanapun itu aku sudah tidak peduli. Kini aku hanya menatap satu satunya orang yang ada didepanku.
"kenapa sih? Sensi banget sama aku. Kalau kita deket kan ga ada salahnya ?" rey menatapku dalam itu justru membuatku salah tingkah. Sialan.
Jangan jatuh cinta jangan jatuh cinta.
Aku mengucap mantra itu berkali kali saat kami bertatap tatapan seperti ini. Astaga aku bahkan kehilangan kosa kata. Ingat kania ingatt dia bahkan baru dua bulan ini kamu kenal. Jangan jatuh cinta. Mana ada jatuh cinta pada pandangan pertama.kau tidk pernah percaya ini sebelumnya kan. Astaga.
"kalau mau pacaran jangan dikelas deh yang jomblo kan iri," sindir messi.
"minggir deh, udah depan pintu. Ngalangin jalan. Tatap tapan lagi. Masih pagi ini jangan bikin nganan deh kalian," kesal eliza.
"tau tuh kalau pacaran mending pacaran aja deh. Trus kasih kita kita pajak jadian. Jangan ga jelas gini gantung," tambah veronica.
"jangan mau digantung na," kompor messi.
"ga ada yang mau gantung kania. Kania yang nolak gw," belas rey.
"kenapa ga diterima aja reynya na,?" tanya eliza. Aku hanya menghela napas mendengar mereka.
"cukup ya cukup. Ga ada konferensi pers disini. Jadi jangan nanya nanya deh," ketusku. Aku berjalan cepat kekursiku dan membanting tas kemeja.
naya yang sedang ngaca berteriak marah padaku karena kaca yang dipegangnya jatuh kelantai karena terkejut. Tak kuabaikan teriakan itu aku memilih menyumpal telinga dengan headset.
hingga guru tiba aku baru melepasnya. Tapi sejak tadi sebenarnya aku merasa jika vano terus menatap kearahku. Saat aku menatapnya, dia masih tidak mau mengalihkan pandangan. Ala dia sedang mengajkku adu pandangan ? Kita lihat siapa yang lebih lama bertahan. Aku tersenyum miring.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments