Pagi itu, Ilyas telah berada di rumah keluarga Adel. Ia mengobrol dengan Papah Duta. Mamah Laras membuatkannya minuman. "Ilyas, teh, kopi, atau susu?" tanya Mamah Laras.
"Teh saja tante, malah merepotkan" jawab Ilyas. Adel turun tergesa-gesa dari tangga, saat akan menginjak tangga paling bawah, kakinya tersandung sendiri oleh kakinya yang lain. Membuatnya jatuh terjerembab.
"Adduuuuhhhhh" Ilyas hendak menolongnya, tapi dicegah oleh Papah Duta. "Tiap hari dia begitu Yas, biarkan saja"
Ilyas mengangguk. Adel malu setengah mati. Ia berusaha berdiri dan mendongakkan kepalanya. "Awas hati-hati, lihat jalannya" pesab Ilyas. Adel tak menjawabnya. Ia menyusul Mamahnya ke dapur.
"Nih, kasihkan Ilyas" Adel menggeleng. "Mamah saja, Adel habis jatuh tadi mah"
"Ck, kebiasaan kamu itu kapan hilangnya sih Del? Heran mamah sama kamu. Bisa..... tiap hari jatuh begitu" Adel hanya menyengir. "Ya sudah, siapkan sarapan" imbuh Mamah Laras. Adel mengangguk.
Ia segera menata meja makan dan mempersiapkan semuanya. "Mah.... Udah siap...." teriak Adel dari dapur. Mamah Laras dan Papah Duta sampai geleng kepala.
"Jangan ilfeel ya Yas, dia memang begitu" Ilyas hanya tersenyum dan mengangguk. "Ayo sarapan dulu"
Mereka menuju meja makan. Adel menunggu mereka. Semuanya duduk di kursi masing-masing. "Del, isi piring abangmu" suruh Mamah Laras.
"Wajib ya Mah?" tanya Adel. Mamah Laras mengangguk. Adel mengisi piring Ilyas dengan nasi. "Cukup dek, sama tempe saja"
"Lhoh, ada ayam Yas" kata Papah Duta. Ilyas menyengir. "Ilyas gak suka ayam Om"
Semuanya mengangguk. Adel duduk bersebelahan dengan Ilyas. Mereka mulai makan. "Berarti nanti kalau kamu jadi istrinya Ilyas gak usah beli ayam Del"
"Masih lama" jawab Adel singkat. Ilyas tersenyum mendengarnya. "Berarti ada kesempatan dong ya membuat kamu jadi persit abang, meskipun masih lama" goda Ilyas.
"Jangan kepedean dulu.... Abang itu masih dalam tahap seleksi" jawab Adel mengimbangi godaan Ilyas. "Memang ada kandidat lain?"
"Gak ada" jawab Papah Duta. "Ih, Papah.... bilang ada kek, biar dia pedenya gak sundul langit!" bantah Adel.
Semuanya tertawa. Mereka selesai makan dan Adel pamit untuk segera mengantarkan lele. Ilyas menyalami dan pamitan dengan orang tua Adel.
Mereka menuju empang untung mengambil ikan lele pesanan orang itu. "Dek"
"Hmm?"
"Kamu emang gak capek apa kesana kemari sendirian?" Adel tersenyum. Ia ingat perkataan Papahnya.
"Kata Papah, kalau mau jadi pengusaha sukses, itu artinya kita harus benar-benar terjun dalam bisnis yang kita kelola. Ada kok bang, tenaga tukang ngantarkan pesanan kesana kemari. Tapi, Adel juga bukan cuma bos, Adel juga karyawannya Papah, jadi harus mau kesana kemari. Capek gak terlalu Adel rasa, karena Adel senang dunia ini"
Ilyas mengangguk-anggukkan kepalanya. "Benar kata kamu, kalau kita ikhlas, seberat apapun pekerjaan kita, pasti kitanya senang. Gak ada beban"
Mereka telah sampai di empang. Roni menggoda Adel. "Uuuuu..... bu bos sama pak tentara ada apa hayooooo???"
Adel tersenyum malu. "Ambilkan pakan yang buat bayi lele" Perintah Ilyas dengan wajah datar. Membuat Roni takut dan segera mengambilkan pesanan Ilyas.
Adel tertawa dan geleng kepala. "Dingin banget sih bang! Tuh si Roni sampai takut, lebih hangat kenapa?"
"Abang bisanya hangat cuma sama kamu" goda Ilyas lagi. Adel memutar bola matanya malas dan pergi meninggalkan Ilyas. Mengambil box ikan lele. Ilyas tersenyum melihat Adel. "Bu bos lele yang mampu menggetarkan hati" katanya.
Roni menggeplak bahunya. Membuat Ilyas kaget. "Hish! Apa??" tanya Ilyas judas. "Hati siapa yang digetarkan oleh bu Adel pak?"
Ilyas gelagapan. "In... ini.... mana pakannya?" tanya Ilyas mengalihkan pembicaraan. Roni memberikannya. "Bukain bagasi mobil. Bantuin bosmu kono"
Ilyas mengambil box yang dibawa Adel. "Ron, berapa box?"
"1 aja bu" Adel mengangguk. Ia segera masuk kembali ke dalam mobil. Mereka melaju menuju Wonosari. Adel bermain game di ponselnya membuat Ilyas merasa diabaikan.
Ia merebut ponsel Adel. "Abang...." rengek Adel. "Kamu tuh lagi sama Abang, bisa kan gak usah pegang hape? Sayang gak sih sama Abang?"
Adel memanyunkan bibirnya. "Sayang gak? Sayang gak? Sayang gak?"
"Sayang lah masa enggak!" jawab Adel. Membuat wajahnya merona merah. Ilyas berhasil menggodanya. "Hahahah, makasih jawaban jujurnya...."
"Hish!" Adel memukul lengan Ilyas. "Bang"
"Hmm?"
"Abang juga satgas gitu?" tanya Adel penasaran. Ilyas mengangguk. "Iya, kenapa?"
"Lama bang?"
"Tergantung, dapatnya dimana. Kalau di dalam negeri biasanya 1 tahunan lah, kalau luar negeri bisa sampai 2 tahun" Adel mengangguk tanda paham.
"Kenapa? Kamu takut abang tinggal Satgas?"
Adel tersenyum. "Tanggung jawab pekerjaan mana bisa dilawan? Apalagi tugas negara, karena sejatinya kalian itu milik negara"
Mereka telah sampai di Wonosari. Adel memberikan pesanan lelenya. "Makasih bu Adel, sampai repot mengantarkan kesini sendiri. Padahal pesennya cuma 300 ekor"
"Gak papa pak, buat acara apa sih?" tanya Adel.
"Mitoni" Adel ber-oh ria. Ia menghitung jumlah uang yang ia terima. Mengembalikannya 150 ribu kepada pembeli. "Lho, kok dibalikin?"
"Gak papa, anggap saja itu sumbangan saya. Semoga ibu dan calon bayinya diberikan perlindungan oleh Allah dan sehat selamat sampai nanti melahirkan" Ilyas tersenyum melihatnya.
Benar-benar tulus hatinya. Bukan pura-pura. Pantas lah diriku sangat penasaran terhadapmu. Batin Ilyas.
Mereka kembali ke Magelang. "Setelah ini kemana?" tanya Ilyas. "Ke kantor, meriksa laporan keuangan keluar masuknya keuntungannya, empang dan meubel"
"Oke tuan putri, tentara penjaga hati akan mengantarkan dan menemani aktivitas tuan putri sampai selesai" kata Ilyas. Adel tertawa mendengarnya.
"Bang"
"Hmm?"
"Hape" Ilyas menggeleng. "Fokus sama Abang, jarang-jarang lho Abang punya waktu luang"
Adel menghela nafasnya. "Dek, abang haus, ambilin minum dong" Adel mengambil minum di kursi belakang. Membukakannya untuk Ilyas.
"Makasih sayang" deg. Jantung Adel kembali berdesir hebat mendengar panggilan itu. Ilyas hanya diam.
Mereka telah sampai di Magelang. Adel segera menuju ruangannya. Ilyas merebahkan diri di sofa. Membiarkan Adel bekerja berkutat dengan dokumen dan angka-angka. Hingga tak sadar, dirinya tertidur.
Hampir 2 jam akhirnya Adel selesai memeriksa laporan itu. Ia menggeliat. Tersenyum melihat Ilyas yang tidur pulas. Ia mendekatinya, berniat mengambil ponselnya kembali.
Ia mengendap seperti maling takut ketahuan. Mengambil ponselnya di saku baju Ilyas. Grep. Tiba-tiba saja tangan Ilyas menarik tangan Adel dan membuat Adel jatuh pada dada bidang itu. Ilyas membuka matanya. Mata mereka saling bertemu, bibir mereka hanya berjarak beberapa senti. Membuat deru nafas mereka saling bersahutan.
Adel tersadar dan segera bangkit. Ilyas duduk di sampingnya. "Kayaknya besok aku harus cek ke dokter deh"
"Kenapa?"
"Jantung aku rasanya aneh" tutur Adel. Ilyas tersenyum mendengarnya. Ia merangkul Adel. "Sekarang apa rasanya aneh?" Adel mengangguk. Ilyas mengambil gambar mereka berdua melalui ponsel Adel.
"Itu tandanya kamu sedang jatuh cinta sama Abang" kata Ilyas sambil menatap Adel. Hati Adel kembali berdesir. Ia memalingkan wajahnya cepat. Ilyas mengirim gambar itu dan menjadikannya background ponselnya dan ponsel milik Adel.
"Mari sama-sama belajar mencintai Dek" kata Ilyas berbisik di telinga Adel dan keluar dari ruangan Adel. Meninggalkan Adel yang mematung.
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Tri Yani
baperrrrrr pokoe sama Ilyas n adel
2021-12-27
0
Ida Lailamajenun
astaga Thor tingkat dan level ke baperanmu melebihi kapasitas jantungku bacanya 😂😂😂dug dug dug deeer..untung gk meledak Thor jantung aye.🤣🤣
2021-12-22
0
Jumadin Adin
bahasamu mmg uwuuu
2021-10-12
1