Setelah kepergian tantenya, Aish segera masuk kedalam rumah. Kemudian, ia segera mengunci pintunya kembali. Aish meletakkan bingkisan dari tantenya diatas meja. Kemudian, dengan pelan ia melangkah kakinya menuju kamarnya, lalu merebahkan tubuhnya sejenak untuk beristirahat. Selain capek berjalan, Aish pun merasa capek hati karena dua insan. Siapa lagi kalau bukan Yahya dan Anna yang tengah menghadang jalannya.
Didalam rumah yang cukup untuk berteduh, hanya hanya diisi dua ruang kamar, ruang tamu, dan juga dapur sekaligus kamar mandi. Rumah yang benar benar terasa sempit, namun tetap merasa nyaman untuk ditempati. Aish alih alih menatap langit langit kamarnya, segera ia bangun dari posisinya.
Aish berdiri dan menuju ke meja belajarnya, ditatap nya sebuah foto kecil yang terbingkai dengan hasil karyanya.
Aish salah satu siswi yang memiliki keterampilan yang cukup memukau untuk di pandang. Meski rumah yang terbilang sempit dan kecil, disekelilingnya penuh karya karya seninya. Dari merajut tas, membuat bingkai dari berbagai macam dari bahan bekas maupun bahan yang lumayan harganya. Namun, semua itu tidak dijalani dengan rutin. Selain peminat yang masih sepi, dan juga tidak tertarik dengan harganya.
Aish hanya bisa menerima pesanan, jika ada seseorang yang memesannya. Apabila tidak ada yang menesan, Aish tidak berani untuk membuat kerajinan. Terkecuali ada barang bekas yang bisa ia manfaatkan, Aish segera merubahnya menjadi kerajinan tangan. Kemudian ia titipkan di toko langganannya, dan hasilnya untuk ditabung dan untuk dijadikan uang saku.
Aish masih menatap lekat foto mendiang ibunya, tidak terasa bulir air matanya tengah membasahi kedua pipinya. Segera ia mengusapnya, ia tidak ingin terlihat lemah dan tidak bersemangat.
"Ma, Aish janji. Setelah Aish lulus sekolah nanti, Aish akan mengejar cita cita Aish untuk menjadi sukses seperti impian Papa dan Mama. Meski Aish tidak pernah mengenal Mama dari kecil, Papa selalu memperkenalkan sosok Mama yang begitu hebat. Aish janji, Aish tidak akan pernah mengecewakan Papa dan Mama. Aish akan membuat Papa bangga dan bahagia, Aish tidak akan pernah menyerah." Ucapnya lirih, kemudian ia memeluk foto mendiang ibunya begitu erat disertai tetesan air matanya yang kembali membasahi kedua pipinya.
Tol tok tok.
"Aish, Aishwa. Papa sudah pulang, Nak ... ayo keluar. Hari ini Papa pulang lebih awal, dan Papa membawa makanan kesukaan kamu." Seru sang ayah memanggilnya, Aish yang mendengarnya pun segera ia membuka pintu kamarnya.
"Papa ... Papa sudah pulang? biasanya Papa pulangnya sorean. Papa tidak di pecat, 'kan?" tanya Aish penasaran.
"Tidak, Nak. Papa ada kabar bahagia untuk kamu, Aish."
"Kabar bahagia? kabar apa itu, Pa?" tanya Aish yang semakin penasaran.
"Papa mendapatkan pekerjaan baru, dan kamu tidak lagi harus menjadi buruh cuci baju. Dan, kamu bisa belajar dengan fokus." Jawab sang ayah dengan senyum yang mengembang.
"Pekerjaan baru? maksud Papa, apa? Aish benar benar tidak mengerti." Tanya Aish yang masih belum mengerti.
"Papa sekarang menjadi supir, pak Andika. Rumah yang diseberang sana, orang yang juga kaya raya didesa ini. Bahkan, meski kaya raya dan memiliki perusahaan. Pak Andika tidak suka tinggal di Kota." Jawab sang ayah menjelaskan.
"Oooh, ayahnya Langga." Ucap Aish menebak.
"Kamu kenal?" tanya sang ayah, kini giliran ayahnya yang penasaran.
"Kenal, Pa. Langga teman SMP Aish, dan kata Yahya sekarang sekolahnya di Kota." Jawab Aish mengingat ingat.
"Iya benar, putranya namanya Langga. Tuan Andika menjadi kaya karena menikah dengan janda yang tidak memiliki anak, dan hanya memiliki harta yang berlimpah." Ucap sang ayah menceritakan.
"Tidak baik membicarakan keluarga orang lain, Pa. Lebih baik kita benahi keluarga kita sendiri agar dijauhkan dari hal hal yang buruk." Jawab Aish sambil membuka bungkusan yang dibawa pulang oleh ayahnya.
Dengan senyum yang merekah, lagi lagi Aish seperti tidak percaya dengan makanan yang ia terima dari ayahnya.
"Papa ... ini serius? wah ... sepertinya ini makanan yang sangat mahal. Papa dapat makanan seenak dan semahal ini, dari mana?" ucap Aish dan bertanya. Aish sendiri seperti tidak percaya jika yang ada dihadapannya benar benar sangat menggoda selera makannya.
"Makanan yang Papa bawa, semua dari tuan Andika dan istrinya." Jawab sang ayah sambil menikmati makannya.
"Papa benar benar sangat beruntung mendapatkan majikan yang sangat baik." Ujar Aish menebak, sedangkan sang ayah hanya tersenyum mendengarkannya.
Setelah cukup lama menikmati makan malamnya, kini sang ayah dan juga sang anak sama sama merasa kenyang setelah menikmatinya.
Aish pun segera membereskan meja makannya, kemudian segera ia mencuci piring dan yang lainnya.
Setelah dirasa sudah cukup bersih bersihnya, Aish kembali duduk di ruang tamu bersama ayah sambil menonton televisi. Ruang tamu yang lumayan cukup sempit, namun bisa dijadikan untuk menonton televisi, duduk santai, dan sekaligus untuk dijadikan ruang makan.
"Aish, bagaimana hari pertama kamu masuk ke sekolah kamu?" tanya sang ayah membuka suara.
"Biasa saja, Pa. Tidak ada yang berkesan, dikarenakan masih saling memperkenalkan diri. Dan materi yang Aish dapatkan, sebuah nasehat yang sangat bijak. Nasehat untuk menyongsong masa depan yang penuh gemilang." Jawab Aish mengingat saat sang guru tengah memberinya sebuah nasehat yang cukup menggetarkan semangat untuk terus belajar.
"Syukurlah, meski belum dimulainya untuk belajar. Kamu pulang masih bisa membawa ilmu dari seorang guru, dan ilmu yang dapat jangan kamu sia siakan. Diingat terus apa yang kamu dapatkan hari ini, jangan kamu sepelekan walau hanya beberapa kalimat sekalipun." Ucap sang ayah salalu mengingatkan putrinya, Aish pun tersenyum mendengarnya.
"Pa," panggil Aish dengan sedikit ragu.
"Iya, kenapa?" tanyanya penasaran.
"Aish boleh mengaji, tidak? Aish ingin ikut mengaji di pondok pak Yai." Jawab Aish meminta izin dengan tatapan sedikit takut.
"Boleh, tapi ada syaratnya." Ucap sang ayah seakan meminta imbalan.
"Syarat? maksud Papa?" tanya Aish yang masih penasaran.
"Syaratnya, jauhi Yahya. Walaupun kamu mengenalnya, dan sekaligus teman kamu. Papa tidak mengizinkan kamu untuk dekat dengannya, kita harus bisa jaga nama baik keluarga kecil kita. Papa tidak ingin banyak fitnah untuk kita, cukup kita menjaganya dengan baik. Yahya adalah anak dari pak Ustad dan cucu dari pak Yai, sangat jauh jika kamu dekat dengannya." Jawab sang ayah dan menjelaskannya.
Aish yang mendengarnya pun hanya bisa mengangguk, dirinya pun sadar dan tidak layak berteman dengan seorang anak dari keluarga yang sangat terpandang dan terkenal.
"Papa hanya tidak ingin, jika kamu akan menjadi bahan omongan orang orang yang tidak bertanggung jawab atas penyebaran nama baik kamu di embel embeli fitnah yang begitu kejam." Ujar sang ayah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
Sukhana Lestari
walaupun keluarga sederhana tapi tidak menghalalkan segala cara.. justru inilah keluarga yg berakhlak & berilmu.. salam
2021-11-23
1
siti homsatun
yahya suka sm Aish😘😘
2021-06-03
3
Diana Marwah
lanjut Thour,,
2021-05-15
2