"Kamu masak apa Sayang, pagi-pagi sibuk di dapur? " Lidya merangkul pinggang Qinan yang baru saja menyelesaikan sesi masaknya.
“Aromanya wangi sekali.” Puji Lidya dengan mata berbinar.
"Tada.... Dimsum ala chef Qinanti Amalia." Qinan akhirnya berlaga ala chef terkenal lengkap dengan apron hitam yang melilit di tubuhnya.
“Kamu masak dimsum?”
Qinan mengaguk cepat sambil menyodorkan satu piring dimsum.
"Mama coba ya Qi?"
Qinan mengambil sumpit dan menyerahkan pada tangan Lidya. Tanpa ragu Lidya langsung memasukkan satu buah dimsum utuh ke mulutnya.
"Gimana rasanya Ma?" Wajah Qinan terlihat penasaran, tentu ia berharap dimsum buatannya cocok di lidah Lidya.
"Huaa.. Enak sekali."
Lidya kembali mengambil satu lagi dimsum dengan sumpit yang ada di tangannya dan kembali memasukkan ke mulutnya.
"Satu lagi ya Qi?"
Qinan mengangguk-angguk kegirangan.
Kembali Lidya memakan satu lagi. Sampai tidak terasa ia sudah sangat kenyang karena memakan lima buah dimsum tanpa jeda.
“Aaaah... Bisa-bisa program diet Mama gagal nih. Tapi nggak pa-pa sekali lagi ya Qi?”
Qinan tersenyum cerah melihat Lidya begitu bahagia saat memakan dimsum buatannya.
"Bi... Bi... Jangan dikeluarkan semuanya ya. Setengahnya dimasukkan dalam kotak makan. Aku mau bawa arisan nanti siang.” Seru Lidya pada asisten rumah tangganya yang bernama Asih.
“Hemmm… Oh iya… Jangan bilang anak-anak ya dimsumnya aku sembungikan.” Sambungnya sembari mengedipkan satu matanya pada Qinan.
“Baik Nyonya” Bi Asih langsung memindahkan setengah dimsum dalam empat buah kotak makan berukuran besar.
"Haha. Mama ada-ada saja. Mama boleh Qinan minta waktunya sebentar? Qinan ingin ngobrol sebentar saja dengan Mama." tanya Qinan tampak ragu-ragu.
"Sure... Yuk kita ke meja makan." Ajak Lidya menarik tangan Qinan.
"Kamu mau mau ngobrol apa sama Mama, Sayang?" tanya Lidya tampak santai, sedangkan Qinan tampak gugup sambil meremas apron yang masih ia gunakan.
"Qi.. Qinan... Hmmm…”
Sorot mata Qinan tampak ragu. Sedangkan Lidya penasaran menunggu kalimat selanjutnya yang akan Qinan ucapkan.
“Qinan mau mengembalikan uang yang dipinjam Kak Rakka dulu pada Mama. Tapi baru ada 80 juta. Sisanya boleh Qinan bayar setelah baby Anggit lahir?” Ucap Qinan terjeda, ia mencoba membaca sorot mata Lidya.
“Qinan harus jaga-jaga kalau biaya lahiran Anggit melebihi budget atau ada kebutuhan baby Anggit yang masih belum lengkap." Qinan melihat ekspresi mata Lidya, ia benar-benar takut kalau Lidya kecewa karena Qinan belum bisa lunasi sebelum jatub tempo.
Tepat satu tahun yang lalu, saat Rakka membangun usaha online shopnya, ia meminjam uang pada Lidya sebanyak 100 juta untuk modal awal. Rakka berjanji mengembalikan uang tersebut setelah satu tahun. Sesuai janji itu, Qinan hari ini ingin melunasinya.
Namun ia masih khawatir untuk menyerahkan semuanya pada Lidya karena kondisi Anggit yang masih sering dropp selama kehamilan. Tentu saja itu membutuhkan biaya darurat untuk pengobatan Anggit.
Lidya terkejut mendengar pertanyaan Qinan. Bukannya menjawab, Lidya malah menangis tersedu-sedu.
"Qinan... Ka.. Kamu... Kenapa bisa berfikir seperti itu? Mama sudah anggap lunas hutang Rakka. Soal lahiran Anggit kamu tidak perlu memikirkannya. Kamu fokus saja kuliah. Bahkan kalau perlu kuliah kamu, mama yang akan membayarnya." Lidya memeluk Qinan.
"Maaf membuat mama sedih. Tapi ini amanah dari Kak Rakka. Kak Rakka berpesan ingin hutang dan tanggung jawabnya sebagai suami dan ayah tetap dibayarkan walaupun ia sudah tidak ada disini. Mohon diterima ya Ma." Qinan meletakkan amplop yang berisi bukti transfer ke rekening Lidya.
Lidya hanya mengangguk pasrah. Bagaimana pun Qinan hanya menjalankan amanah Rakka Tapi Lidya tahu betul Qinan masih merintis usaha pasti masih membutuhkan modal. Belum lagi Anggit sering kali keluar masuk rumah sakit dan semua biaya selalu Qinan yang membayarkannya. Qinan berkilah bahwa semua sudah disediakan oleh kakaknya Rakka. Padah Qinanlah yang memutar otak untuk bisa membayar semua itu sendiri.
"Oh iya satu lagi Ma. Qinan hari ini harus mengunjungi konveksi tas di Bandung. Qinan boleh titip Anggit pada Bi Asih?" Qinan tampak ragu-ragu untuk meminta izin pada Lidya.
"Iya. Nanti biar Ricqi atau Ditto yang menemani Anggit. Kamu hati-hati ya Qi." ujar Lidya memeluk Qinan masih dengan mata yang tak berhenti menangis.
“Siap komandan.”
Qinan memberikan gerakan hormat layaknya prajurit pada komandan. Sontak Lidya terkekeh.
“Kalau gitu Qinan berangkat dulu ya Ma.” Sambung Qinan.
“Eeeh... sekarang?” tanya Lidya sambil menautkan alisnya.
“Iya Ma. Devan sudah di luar menunggu.” Qinan melepas apron yang ia gunakan dan meletakkannya di dapur dan langsung mencium punggung tangan Lidya untuk berpamitan.
“Qi... jaga diri. Kalau menginap harus di kamar yang berbeda dengan Devan. Bila perlu nanti Mama suruh salah satu dari bocah-bocah itu menjempmu.” Lidya menunjuk Ricqi dan Ditto yang datang bersamaan dengan pakaian jas yang sangat rapi menuju meja makan untuk sarapan.
Aah sudah pasti bibit unggul seperti mereka terlihat tampan sekali dengan menggunakan jas. Qinan mengangguk lalu pergi meninggalkan Lidya.
Ricqi dan Ditto yang tiba-tiba ditunjuk oleh Mamanya saat tadi mengobrol dengan Qinan tanpak bingung. Meskipun Ditto bingung, tapi dalam hatinya ia sangat senang karena Lidya sudah sedekat itu dengan Qinan. Hal berbeda tentu dirasakan oleh Ricqi, ia sangat benci adegan pelukan Qinan dan Lidya. Bagi Ricqi, keberadaan dan tingkah laku Qinan seperti penjilat dan berarti akan membuat keluarganya lebih susah untuk terlepas dari Qinan.
Setelah kepergian Qinan, semua anggota keluara Handoko sudah berkumpul di meja makan. Semua tampak khitmat menyantap sarapan. Hampir semua lahap menyantap dimsum buatan Qinan.
“Dimsumnya enak. Tapi sayang...” ujar Han memecah keheningan. Kalimat Han terpotong ketika melihat ke arah piring saji.
“Sayang apa, Pap?” tanya Lidya penasaran.
“Kenapa sedikit sekali memasaknya. Papa belum kenyang.” Wajah Han terlihat kecewa karena merasa baru memakan beberapa buah saja, dimsum yang tersedia di piring saji sudah habis.
“Sarapan tidak boleh banyak-banyak, Pap. Nanti di kantor memgantuk.” Ujar Lidya.
“Iya... sedikit sekali.” Kali ini Ricqi dan Ditto protes bergantian.
“Ih… Kalian masih muda. Nanti buncit seperti Papa.” Ucap Lidya melihat Ditto dan Ricqi bergantian.
“Sabar ya Nak. Dimsumnya habis. Nanti kita cari dimsum ya.” Sindir Anggit yang curiga kalau sang mama menyembunyikan sebagian dimsumnya.
“Astaga cucu Oma...”
Lidya bangkit mengelus perut Anggit. Pertahanannya runtuh.
“Bi... Keluarkan yang di kotak makan. Aku tidak jadi membawanya untuk arisan. Cucuku mengamuk dalam perut Anggit.” Akhirnya niatnya untuk pamer dimsum enak pada teman-teman arisan harus dikubur dalam-dalam.
“Baik Nyonya.” Bi Asih akhirnya mengeluarkan empat dimsum dari empat toples besar. Langsung saja semua diserbu oleh keluarga kecil itu.
“Tuh kan Mama. Dugaan Papa benar. Pasti ada yang diseludupkan.” Han tertawa melihat istrinya ketahuan ingin menyeludupkan menu sarapan untuk arisan.
...☘️☘️☘️[Bersambung]☘️☘️☘️...
Jalan lupa dukungannya ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
queen
wehhh penyeludupan dimsum wkwkw
2023-04-10
0
Kenzi Kenzi
hahahaha...penyelundup an bukan narkoba aja, dimsum jg bisa😉😎
....
2021-12-29
0
Shaqila Dwi
jangan selalu menghina Qinan lu ricqi bucin Bru tahu lu
2021-11-21
0