Pagi hari Nada sudah bangun dan memasak. Wangi masakannya tercium oleh Ghara yang masih tidur. Ghara bangun dan menuju dapur.
"Kenapa subuh nggak bangunkan saya?" tegur Ghara sambil masuk ke dalam kamar mandi.
"Maaf Bang.." jawab Nada. Ia belum berani membangunkan suaminya dan Ghara tau hal itu.
"Lain kali bangunkan saya" pinta Ghara.
"Iya Bang"
...
Ghara merasa cocok dengan masakan Nada, selama menikah tidak pernah perutnya di manjakan seperti ini. Ia paham tidak baik membandingkan istri sendiri tapi pada kenyataannya Nada lebih bisa menempuh diri sebagai seorang istri daripada Bianca.
dddrrtt.. ddrrrtttt...
"Kenapa nggak hubungi aku. Mas dimana?"
"Sama Nada di luar..!!" jawab Ghara sedikit malas.
"Ooh.. karena berduaan dengan Nada sampai melupakanku?? Cepat pulang kalau sudah tidak butuh Nada" ucapnya dengan sengit.
"Mas belum sentuh Nada sama sekali"
"Lalu untuk apa mas berlama-lama disana? Apa mas ingin jatuh cinta sama dia?" bentak Bianca.
"Cukup Bianca.. Apa kamu pikir mudah menyentuh wanita yang tidak mas cintai?? Mas bukan hewan yang hanya mengurusi hawa nafsu. Ini soal perasaan, garis keturunan" ucap Ghara menegur Bianca.
"Terserah mas lah, tapi aku benar-benar marah kalau mas sampai jatuh cinta sama gadis kampung itu"
"Jaga bicaramu dek. Sepertinya mas harus awasi pergaulanmu. Semakin hari kelakuan kamu semakin menjadi." Ghara sungguh kesal dengan sikap dan ucapan Bianca.
"Kita sudah sepakat untuk tidak mengurusi masalah pribadi masing-masing Mas"
"Itu berarti segala hal yang terjadi antara Mas dan Nada.. itu adalah urusan Mas. Kamu tidak berhak ikut campur" ucap Ghara tegas sambil mematikan panggilan teleponnya.
Ghara mengusap dadanya yang sungguh sakit. Semakin lama Bianca semakin keterlaluan. Ia kembali kehilangan selera makan seperti malam itu. Ghara menyandarkan kepalanya pada tangan yang bertumpu pada meja. Ingin menangis kencang tapi ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Nada.
"Mau Nada suapin lagi Bang?" tanya Nada pelan.
Ghara mengangguk pasrah. Tanpa sendok, Nada menyuapi Ghara dengan tangannya sendiri. Rendang, sambal goreng kentang dan gulai nangka.
"Banyak sabar ya Bang. Bukan hal mudah menjadi imam rumah tangga"
"Apa yang membuatmu bertahan dengan keluarga mereka? Kamu tau sikap dan tutur katanya terkadang sangat berlebihan"
"Karena semasa hidup, papanya mbak Bianca baik sekali dengan keluarga Nada. Mereka banyak menyokong kehidupan Nada yang bisa di bilang kelas ekonomi miskin" jawab Nada.
"Saya dulu sering mendengar kamu mengaji. Bianca tidak bisa mengaji. Apa kamu tidak mengajaknya?" tanya Ghara.
Nada hanya tersenyum. Ia tidak bisa menjawab.
"Manusia boleh bodoh akal, tapi jangan sampai bodoh iman. Saat kita mati tidak akan ditanya berapa nilaimu, apa pangkatmu.. tapi bagaimana dengan imanmu" itu saja yang bisa ia katakan pada Ghara.
Ghara terkesima dengan gadis sederhana di hadapannya.
"Sudah selesai Bang. Mau tambah lagi?" tanya Nada.
"Nggak.."
Nada segera membereskan sisa makanannya. Tiba-tiba banyak pertanyaan yang mengusik batinnya.
"Dek, kamu belum pernah menikah. Jika Saya menyentuhmu.. Apa kamu ikhlas?" tanya Ghara.
Nada menghentikan aktivitas nya sejenak.
"Mau bagaimanapun.. Nada sudah Abang nikahi. Tidak ada alasan untuk Nada menolak jika Abang menginginkannya terlebih Abang ingin seorang anak.
"Tapi kamu adalah istri siri, tidak ada kekuatan hukum untuk kamu bahkan posisimu lemah karena di mata militer, Bianca istri sah saya" ucap Ghara.
"Nada ikhlas Bang. Abang boleh tidak menganggap kehadiran Nada. Sudi menganggap Nada teman saja sudah lebih dari cukup" Nada sungguh pasrah dengan keadaannya karena ia memang tidak memiliki siapapun di dunia ini.
***
Sudah enam hari Ghara dan Nada selalu bersama.
"Assalamualaikum.." sapa Ghara saat pulang ke rumah.
"Wa'alaikumsalam Bang. Sudah pulang kerja?" tanya Nada lalu meraih punggung tangan Ghara.
Nada mengambil barang-barang Ghara lalu menggantungnya di dinding. Kian hari rumah kecil milik Ghara itu terasa lebih hidup meskipun dengan sentuhan sederhana. Rumahnya tertata rapi sekali.
"Minum dulu Bang..!!" Nada mengangsurkan segelas air putih untuk suaminya.
Nada begitu sibuk dengan hal ini dan itu. Saat ini rumah itu terasa sangat nyaman bagi Ghara.
Kamu datang dengan cara tidak terduga dek. Kamu bersikap layaknya seorang istri padahal kamu tau kamu adalah korban dari keegoisan kami. Aku sama sekali belum menjadi suami yang sempurna untukmu. Pantaskah aku menyakiti hati wanita sepertimu?
"Besok hari Jum'at, Bianca pulang. Abang nggak bisa kesini. Kamu nggak apa-apa khan disini? Kalau ada apa-apa.. kamu bisa hubungi Abang" ucap Ghara sedikit melunak dalam tata bahasanya meskipun masih meninggalkan sikap kaku.
"Nggak apa-apa Bang. Pulanglah.. Istri Abang menunggu..!!" jawab Nada dengan tegar.
"Sebisa mungkin Abang sempatkan pulang kesini. Kamu juga istri Abang"
Nada hanya tersenyum kecil seolah menahan beban pikiran.
"Hanya status untuk mengamankan pertemanan kita Bang. Sebab semua ada tujuannya. Kita bukan pasangan suami istri yang sesungguhnya.. Jika tugas Nada selesai. Kita akan segera berpisah" perkataannya tak setegar hatinya.
Disini Ghara tak bisa menjawab lagi. Entah kenapa ada hati yang teriris perih.
"Eehh Bang. Ngomong-ngomong pangkat Abang pindah ya? Bukankah seharusnya ada di lengan, berwarna merah??" tanya Nada sambil mencari warna merah disana.
"Jangan pikirkan pangkat. Itu semua tidak penting. Yang penting kamu tau apa pangkat saya" ucap Ghara.
"Nada tau Bang. Lettu R. H. Kanighara"
"Jika suatu saat kamu terdesak.. Katakan kamu istri Lettu Ghara Batalyon DDD"
"Tapi Bang, itu akan membuat masalah pada diri Abang" kata Nada.
"Abang yang akan tanggung.. Kenyataannya kamu memang istri Abang"
***
"Apa sih kamu mas..!! Kenapa masih minta jatah?"
"Ini kewajiban mu dek" Jawab Ghara.
"Terus buat apa Mas ketemu sama Nada kalau Mas belum melakukannya?? Mas ingin mencoba rasanya berpacaran dengan wanita lain?? Ingat Mas, dia kampungan, nggak tau barang berkelas. Ketemu, lakukan, hamil dan selesai.. anaknya kita ambil" kata Bianca.
"Mas nggak tau jalan pikirmu. Kamu wanita, bisa-bisanya kamu menyakiti hati wanita lain. Andaikan Nada melahirkan anaknya mas, Nada tetap ibunya meskipun seluruh dunia mengingkarinya" Ghara benar marah dengan sikap Bianca.
Tak lama ada telepon dari seseorang dan Bianca mengangkatnya menjauh dari Ghara. Ghara melihat Bianca tertawa-tawa, kadang berbicara mesra. Pikiran Ghara berusaha berpositif tapi hati mengarah beda.
-_-_-_-
Ghara memperhatikan wajah cantik Bianca yang masih sedikit tertutup polesan make up. Wanita yang lahir setahun sebelum dirinya. Saat ini yang terbayang dalam benaknya adalah wajah Nada yang lembut penuh kasih meskipun tanpa riasan wajah. Cantik itu terpancar sempurna.
Ghara melihat ponsel Bianca tergeletak begitu saja di sampingnya. Begitu ia tekan tombolnya ternyata layar itu terkunci. Ghara pun mengarahkan jari Bianca untuk membukanya.
klik..
"Astagfirullah Bian..!!! Kamu...!!!" Ghara mengeratkan gerahamnya, tangannya mengepal kuat.
"Ya Allah, kenapa jadi begini" Ghara membuang nafasnya yang terasa berat. Ia mengurut dadanya yang terasa sakit sekali.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Siti Chotimah
ada yg gk beres sm Bianca...Ghara bknlah tentara kacangan. Anak dari Arben mah bkn ecek"...keturunan klg Rival klg berpangkat,klga berpengaruh hy saja merendah utk meninggi. Bianca akan menyesal. udah Ghara sm nada aja lbh menghargai n mwnghormati Ghara.
2022-04-13
1
Bunda06
bagus ceritanya 💪💪💪💪Thor👍👍
2021-08-16
1
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
sabar nada,,,status BLH kalah yg penting dlm agama kamu sah istrinya ghara
2021-07-15
1