Keesokan harinya sesuai permintaanku, Maya mengantarku pergi kerumah El. Dan sesampainya disana Maya seolah takjub dengan bangunan yang di kelilingi pagar besi yang tinggi seolah memberi kesan mewah.
"Chik, loe kerja disini?" tanya Maya yang masih tak percaya.
"Iya, emang wajah gue kelihatan bohong apa?"
"Ya enggak sih. Tapi nanti pulang kerja loe harus cerita sama gue awal mula loe bisa ketemu om itu."
"Iya iya May, yaudah loe buruan berangkat udah jam setengah tujuh loh!"
"Iya, gue duluan ya Chik," pamit Maya.
"Iya, eh inget pesen gue kemarin malem kan? Kalau tante gue nyariin gue bilang aja loe gak ketemu gue ya."
"Sip, itu mah gampang. Gue kan jago ngibulin orang. Kalau cuma ngibulin tante loe mah kecil."
"Gaya loe may, udah sana buruan. Gue mau masuk kedalam."
"Oke Chik, selamat bekerja ya. Cayoo!" ucap Maya yang setelah itu pergi meninggalkanku.
Perlahan aku mulai masuk kerumah besar itu. Karna kemarin aku sudah kesana, security pun tidak mempersulit aku untuk masuk ke dalam rumah om galak itu.
"Pagi pak," sapaku pada Pak Edo kepala security di rumah El.
"Pagi neng, loh kok neng gak berangkat ke sekolah?"
"Enggak pak, besok aja. Hari ini kan hari pertama Chika masuk kerja. Jadi Chika ijin sehari di sekolah," jawabku yang membuat Pak Edo merasa heran.
"Oh nama neng Chika ya?"
"Iya pak, kalau gitu Chika masuk kedalam ya pak. Bu Ida ada kan didalam?"
"Ada neng, Bi Ida baru aja kok pulang dari pasar. Mari neng saya antar masuk kedalam," ajak Pak Edo.
"Makasih ya pak."
"Sama sama neng Chika."
Sambil berjalan masuk, aku dan Pak Edo sedikit mengobrol. Bahkan Pak Edo juga menanyakan alasanku bekerja di rumah itu.
Namun ditengah jalan, Bi Ida melihat kehadiranku. Ia pun melambaikan tangannya padaku.
"Non Chika," panggil Bi Ida.
"Hai bi," jawabku yang langsung menghampiri Bi Ida.
"Kok udah dateng non, memang non gak ke sekolah," tanya Bi Ida.
"Enggak bi, tapi Chika udah ijin kok."
Setelah ada Bi Ida, Pak Edo pun meninggalkan aku dam Bi Ida diruang tamu.
"Bi, hari ini pekerjaan Chika apa?" tanyaku pada bibi.
"Oh, semua sih udah selesai non. Kan pembantu disini banyak,jadi pekerjaan rumah itu harus selesai sebelum Mas El bangun. Kalau gak itu sama aja bangunin Singa dari tidurnya," bisik Bi Ida.
"Oh gitu ya bi. Chika berarti telat dong. Kalau gitu apa yang belum selesai dikerjain bi, biar Chika aja yang ngerjain."
"Apa ya non? Kayaknya gak ada deh."
"Bi, jangan panggil Chika non lagi ya. Kita kan sama sama kerja disini. Panggil aja aku Chika."
" Iya non, eh maaf iya Chika."
"Nah gitu dong bi, kan lebih enak di denger."
"Hahahaha, kamu itu lucu dan periang ya Chika. Bibi jadi kangen sama anak bibi di kampung."
"Memang anak bibi udah besar ya?"
"Ya belum Chika, anak bibi masih kelas 3 SMP hanya saja dia juga periang seperti kamu," jawab Bi Ida dengan tatapan sayu.
Melihat kesedihan di wajah Bi Ida, aku pun mendekat menyebelahi bibi.
"Udah bibi jangan sedih ya. Anggep aja aku kayak anak bibi. Lagipula aku kan udah gak punya orang tua, kalau bibi nganggep aku anak, aku malah seneng banget bi," ucapku sambil memeluk pundak Bi Ida.
"Jadi kamu sudah gak punya orangtua ya nak?" tanya bibi sembari mengelus rambut panjangku.
"Enggak Bi, mama dan papa baru meninggal satu tahun lalu karna kecelakaan pesawat. Sekarang aku tinggal sama om dan tanteku. Hanya, tanteku itu gak pernah sayang sama aku bi. Makanya kemarin aku lari ke rumah temenku untuk tinggal disana. Ya untung saja temenku itu baik bi. Jadi dia dan orangtuanya gak keberatan menampung aku dirumahnya."
"Kamu yang sabar ya nak. Sudah daripada kamu sedih dan bibi juga ikutan sedih, mendingan kamu bangunkan Mas El ya. Ini kan udah jam 7, dan Mas El berangkat kerja jam 8. Kamu gak keberatan kan Chika buat bangunin Mas El?"
"Enggak kok bi, memang kamar om galak itu dimana?" tanyaku sembari menoleh ke kamar dan ke kiri.
"Chika tadi kamu panggil Mas El apa? Jangan panggil gitu lagi ya nak, bisa bisa kamu nanti dipecat."
"Iya Bi, Chika juga dimarahin kemarin sama tuh om om. Masak Chika disuruh panggil dia tuan. Idih jijay banget kan bi. Ini kan udah jaman milenial, masak iya minta di panggil tuan. Kayak masih hidup di jaman kerajaan aja."
"Husst, jangan bilang gitu lagi. Kalau di denger Mas El nanti urusannya jadi panjang. Udah sana Chika buruan bangunin Mas El nya, kalau sampai terlambat kita semua bakal dipotong gaji."
"HAH? SERIUS BI?" tanyaku seolah tak percaya pada ucapan bibi.
"Iya Chika, makanya jangan buat masalah sama Mas El ya, kalau kamu masih butuh pekerjaan disini."
"Iya bi, makasih ya buat kisi kisinya. Chika bangunin singanya dulu ya bi."
"Iya Chika," jawab Bi Ida sambil menggelengkan kepalanya.
Setelah diberitahu bibi letak kamar El, aku pun mencoba mengetuk pintu kamarnya.
Tok...Tok...Tok..
"Om bangun, udah siang," ucapku sambil terus mengetuk pintu.
"Eh kok om sih, bisa kena amukan si om. Tuan Chika, inget loe panggil dia tuan," batinku sembari mengetok kepalaku.
"Tuan El, ini sudah siang. Tuan harus bekerja,nanti tuan terlambat lho."
Sepuluh menit aku berdiri di sana, tak ada sahutan dari tuan yang dingin dan galak itu. Aku kemudian menengok jam yang melingkar di tanganku. Hingga aku terkejut karna sekarang sudah pukul setengah delapan.
"Aduh tu si om susah banget sih si banguninnya, kayak kebo. Di gedor gedor juga gak jawab. Atau jangan jangan dia mati kali ya, gara gara kebanyakan marah. Apa mending gue langsung masuk aja ya, daripada semua karyawan nanti di potong gajinya,kan kasihan," aku bergumam sejenak.
Aku kemudian membuka pintu kamarnya pelan, sambil melihat seisi kamar yang seluas lapangan sepak bola itu.
"Tuan El," teriakku karna tak menemukan ranjang si om.
"Gila ini kamar gede banget ya. Kamarku dirumah aja gak ada apa apanya sama kamar si om," ujarku sambil mengamati isi kamar Tuan El.
Namun tanpa aku sadari, aku malah lupa mencari ranjang Tuan El. Dan tiba tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang.
"Kamu ngapain di kamar saya?" ucap El yang sudah berdiri di belakang Chika.
Sambil memejamkan mataku, aku pun membalikkan badanku dengan tangan yang mulai berkeringat dan pikiranku yang sudah merajalela tentang kemarahan Tuan El.
"Maaf om eh salah tuan, saya cuma mau membangunkan tuan. Dari tadi saya sudah coba ketuk pintu, tapi tuan tidak menjawab," ucapku sambil menunduk dengan mata tertutup.
"Ya sudah, cepat keluar. Saya kan sudah bangun, tadi saya sedang mandi jadi saya gak dengar ada yang ketuk pintu."
Dan ketika aku membuka mata, spontan aku berteriak saat melihat Tuan El hanya memakai handuk yang melingkar di pinggangnya. Sedangkan tubuhnya yang atletis begitu tampak.
"AAAAAAAA....," teriakku hingga seluruh otot dileherku terlihat.
Mulutku langsung di tutup oleh tangan kekar Tuan El.
"Heeii, bisa diam gak. Nanti kalau ada yang dengar dikira saya sedang memperkosa kamu. Kalau ksmu diam, saya akan melepaskan tangan saya. Jadi kamu bisa diam gak!!" teriak Tuan El.
Aku hanya mengangguk untuk menuruti keinginannya. Dan aku menutup mataku dengan kedua tanganku ketika tangan Tuan El sudah tidak lagi membekap mulutku.
"Maaf tuan, maafkan saya. Hanya saja kenapa tuan cuma pakai handuk keluar dari kamar mandi."
Mendengar ucapanku, tuan yang galak itu malah tertawa lepas.
"Hahahaha, jadi cuma gara gara saya pakai handuk kamu seterkejut itu? Memangnya kamu gak pernah lihat badan sebagus ini?" ucap Tuan El sembari meraih tanganku dan di taruh ke dadanya yang seperti kue lapis itu.
Jantungku begitu berdetak kencang. Keringat di dahiku mulai mengalir deras. Dan pikiranku mulai menjalar kemana mana. Bayangan aku akan di perkosa Tuan El pun terlintas dalam benakku. Aku pun semakin tak berani membuka mataku, mulutku pun seakan seketika membisu.
"Tu.. Tu...tuan saya mo..mo..mohon," ucapku terbata.
Belum selesai aku bicara, nampak jelas hembusan nafas Tuan El meniup telingaku dan membuat seluruh bulu kudukku berdiri.
Fiiiiuuhh...
Suara tiupan angin dari mulut Tuan El.
"Cepat pergi atau aku akan benar benar melakukannya," bisik Tuan El yang membuat aku sekejap membuka mataku.
"Iya tuan, iya saya pergi sekarang," jawabku sambil berlari keluar dari kamar itu.
Dengan nafas yang tersengal-sengal, aku memegangi dadaku yang seakan mau copot.
"Huufft, gila rasanya habis uji nyali di dalam kamar si om. Mending gue lihat hantu aja daripada lihat dia. Hii,,, besok kalau bibi nyuruh gue bangunin dia lagi, gue ogah titik," ujarku dengan diriku sendiri.
Di dalam kamarnya El masih teringat dengan wajah Chika yang begitu ketakutan.
"Hahahaha, lumayan juga aku mempekerjakan dia disini. Aku seperti punya mainan hidup. Siapa juga yang selera melihat gadis seperti dia, kok bisa dia berpikiran aku akan memperkosanya. Dasar gadis naif," gumam El sambil tertawa kecil mengingat kejadian tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Putri Dona
lanjut thor seru
2021-06-26
1
Bu Agus Wiseno
lanjut donk..
050521
2021-05-07
1
Nurasiah Asiah
lanjut
2021-05-05
0