flashback on
6 tahun yang lalu kehidupan seorang Abraham sangat lah harmonis dan bahagia, punya istri yang cantik dan sangat mencintainya begitu pula sebaliknya Bram sangat mencintai istrinya.
Kebahagiaan mereka bertambah setelah 1 tahun pernikahan mereka, kehadiran gadis kecil yang sangat lucu, Abraham sangat menyayangi anaknya itu.
Hari-harinya di lalui dengan sangat bahagia hingga di tahun ke 4 pernikahannya, istrinya mengandung anak keduanya...
"Mas aku hamil lagi," ucap sang istri, membangunkan Bram dari tidurnya.
Dengan perlahan Bram membuka matanya dan menatap istrinya penuh tanya tidak percaya apa yang baru saja di dengarnya, dengan senyum Inanti menganggu dan meraih tangan suaminya menuntunnya ke perutnya yang masih rata. Bram langsung memeluk istrinya,
"Kamu hamil?" tanya Bram terkejut bahagia.
Inanti kembali mengangguk.
"Makasih sayang, ini kabar yang paling menggembirakan. Tasya juga pasti senang mengetahui ia akan punya adik. Kalian adalah kebahagiaan terbesar dalam hidupku, Sayang," ucap Bram bahagia.
Hari terus berlalu, kebahagiaan Bram bertambah saat mengetahui kalau bayi yang dikandung istrinya adalah bayi kembar.
Saat itu bisnis Bram sangat berkembang pesat, banyak cabang yang mulai ia bangun hingga membuat waktunya terbagi antara istri dan perusahaan.
Saat usia kehamilan Inanti 6 bulan, Inanti meminta Bram mengantarkannya untuk cek kandungannya, Namun, karena bertepatan dengan rapat penting yang harus di hadirinya Bram tidak dapat menemaninya. Inanti adalah istri yang pengertiaan, ia pun pergi ke klinik tanpa di temani suami tercintanya.
"Mas kamu masih sibuk ga?" tanya Inanti menelfon Bram.
"Engga ko, Sayang, ini rapatnya baru aja kelar,"
"Aku lagi di jalan, Mas. Aku dari klinik Mba Anin bentar lagi sampai di kantor. Kita makan siang bareng, bisa?" tanya Inanti.
"Bisa dong, tapi kita makannya di kantin kantor aja ya, Sayang? Soalnya masih ada rapat," ucap Bram berjalan keluar dari ruang rapat.
"Ya udah nggak apa-apa, bentar lagi aku sampai, " ucap Inanti yang bisa melihat gedung perkantoran suaminya.
"Aku kebawah jemput kalian," ucap Bram.
Itulah percakapan suami istri sebelum mereka bertemu di kantor sang suami.
"Papa ... papa ...." suara gadis kecil memanggil sang papa sambil tersenyum melambaikan tangannya, Bram menyambut lambaian tangan anaknya dengan senyum saat melihat mobil mereka sudah di depan kantornya, Ia berjalan menghampiri mobil tersebut. Namun, tiba-tiba senyum itu menghilang saat Bram melihat sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi menuju ke arah mobil yang di tumpangi istri dan anaknya,,
"Tasyaaaa" teriakan Bram, Namun teriakan Bram tak bisa menghentikan lajunya truk yang semakin mendekat dan bruuk.... Tabrakan pun tak bisa di hindari lagi, Bram melihat dengan jelas mobil istrinya terguling guling hingga keluar pembatas jalan.
Tubuhnya membeku, seakan tak bernyawa lagi.
"Inanti, Tasya," teriak Bram berlari menyebrangi jalan menghampiri mobil tersebut tak menghiraukan mobil yang bisa saja menabraknya.
wiuuu wiuuuu wiuuuu
Bunyi sirine memecah jalan raya, Bram memeluk tasya di pangkuannya dan menggenggam tangan istrinya..
"Papa di sini sayang, kalian akan baik baik saja." Bram tidak peduli lagi dengan anggapan petugas medis yang ada di ambulans, dia terus menangis sejadi-jadinya, bayangan akan kehilangan orang-orang yang ia sayangi membuat hatinya terasa sangat sakit, hatinya seakan tersayat menimbulkan rasa perih yang menyesakkan dadanya.
Seberapa berkuasanya seorang Abraham Wijaya tidak mampu berbuat apa-apa hanya bisa terduduk lemas di depan ruang operasi.
Semua keluarga Wijaya berkumpul menemani Bram yang terduduk di depan pintu ruang operasi, menyembunyikan wajahnya di kedua lututnya dengan punggung yang bergetar, layaknya seorang anak kecil yang sedang menangis.
Arandita memeluk adiknya mencoba menguatkan.
Pintu ruang operasi terbuka semua mata tertuju pada dokter yang membuka maskernya yang tak lain adalah kakak ipar Bram.
"Mas..." hanya satu kata itu yang mampu ia keluarkan dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir dari matanya.
"Maaf kan Mas dek, kami semua sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi semua kehendak Allah SWT, kamu harus kuat ya" ucap sang kakak ipar menggenggam tangan Bram.
"Tasya," tanyanya dengan suara nyaris tak terdengar.
Dokter hanya menggelengkan kepalanya dan mengusap punggungnya
"Kamu yang sabar ya dek, semua kehendak Allah SWT." ucap pak Surya.
Semua menangis terutama ibu dari Bram beliau sampai pingsan mendengar kabar duka itu.
Bram hanya bisa terduduk lemah antara percaya dan tidak dengan apa yang di dengarnya, bahkan ia tertawa di sela-sela tangisnya.
"Ini pasti mimpi," gumamnya..
Anindita yang melihat tingkah adiknya memeluk dan mengelus punggung,,
"Istighfar, Dek, Mba yakin kamu pasti bisa melewati ini semua, Sabar ya, Sayang," ucap Anin terus menguatkan adiknya.
Bram seakan tak merespon sekitarnya ia terkulai lemah di pelukan kedua kakaknya.
Kedua jazad mereka di bawa pulang ke rumah duka dan Bram selalu duduk terdiam di dekat jazad orang-orang tercintanya, tak ada lagi air mata yang keluar dari matanya.Tak satu katapun yang keluar dari mulutnya hingga proses pemakaman selasai.
Saat semua pelayat sudah pulang Bram tetap tak bergeming dari duduknya, ia terpaku melihat dua batu nisan yang ada di depannya.Tak ada yang tau apa yang di pikirannya.
"Kalian pulang saja dulu, siapkan tahlilan,.biar kami temani Bram disini" kata pak Surya kepada semua keluarga yang masih menunggu Bram.
Meraka pun pulang Karena hari sudah mulai gelap. Surya dan Yoga menemani Bram yang masih terus duduk di dekat pusara anak dan istrinya.
Meraka mengerti apa yang di rasakan adik ipar mereka dan tetep setia menemaninya.
Berjam-jam sudah Bram duduk terpaku tanpa satu kata pun, matanya terus menatap lurus batu nisan di balik kacamata hitam yang di kenakannya.
"Bram, ini sudah malam sebaiknya kita pulang," ucap Surya memecah keheningan di antara mereka.
Tanpa kata Bram langsung berdiri dan berjalan menuju mobilnya, Yoga dengan sigap mengambil alih kemudi, ia takkan membiarkan Bram mengendarai mobil dengan keadaannya sekarang.
Sesampainya di rumah ia langsung masuk ke kamar dan menutup pintu kamarnya.
Sejak saat itu sosok Abraham Wijaya menjadi sangat kaku, ia hanya fokus pada pekerjaannya. Kekantor untuk bekerja dan pulang langsung masuk ke kamarnya dan mengunci pintu, ia tak pernah lagi menyapa para pekerja yang ada di rumahnya.
Saat hari libur ia akan mengunci diri di kamar almarhum anaknya.
Ia tak mengizinkan siapapun memindahkan barang-barang mereka.
Perusahaan Bram berkembang sangat pesat, bahkan menjadikan namanya berada di deretan para pengusaha sukses di kanca internasional.
🙏🙏🙏🙏🙏💖🙏🙏🙏
Terimakasih sudah berkunjung,,,tinggalkan jejak kalian dengan memberi like dan komennya,, 💗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 346 Episodes
Comments
Rinjani
masuk Favorit nih
2023-01-23
0
Jumadin Adin
abraham...sabar ya,author sdh menyiapjan jodohmu
2023-01-21
0
mama naura
kisah nya sedih KK thorr 😭😭😭
2022-05-25
1