Setelah beristirahat dan makan malam, Rei duduk di teras belakang rumah. Tak banyak yang berubah dari rumah ini, terakhir menginap sebelum menikah dengan Reza bangunan rumah ini masih sama.
Hanya beberapa bagian rumah tampak diperbaiki karena rembesan air ketika musim hujan tiba. Halaman belakang pun masih sama, banyak pohon buah disana, mangga dan rambutan. Cuma sekarang papa menambah area samping menjadi tempat khusus kebun hidroponik.
Papa memang juara, memanfaatkan masa pensiunnya untuk mengembangkan hobi bercocok tanamnya. Masih menikmati tur di belakang rumah, melewati jalan setapak tampak kebun bunga disana. Aneka jenis bunga, mawar dengan bermacam warna, anggrek dan krisan.
Rasanya tak ada puasnya memandangi mereka, aneka warna dan wangi. Membuat pikiran jadi tenang, melepas kepenatan di kala bekerja.
Duduk di gazebo samping kebun bunga, tampak masih baru mungkin sering digunakan saat papa dan mama mertuanya itu beristirahat kala sibuk dengan bunganya.
"Rei... " Mama Suci memanggilnya. Rei menoleh dan tersenyum, wanita paruh baya ini begitu anggun dengan segala pesonanya. Meskipun usianya sudah tak muda lagi, tapi beliau masih rajin merawat diri terutama dengan ramuan alami khas Indonesia, apalagi kalau bukan jamu.
"iya Ma"
"Kok sendirian aja, mama cariin loh tadi" berjalan mendekati Rei, dan duduk disampingnya.
"Rei lagi lihat kebun bunga Ma, makin banyak ya bunganya."
"Alhamdulillah, daripada bengong kan mending cari kesibukan malah nambah tabungan." jawab mama Suci
"Iya juga, apalagi abang dan kakak tugasnya sudah pindah ya ma, tambah jarang pulang."
"Iya, itulah resiko jadi abdi negara. Tapi kalau kita lakukan dengan ikhlas semuanya pasti akan dimudahkan."
Rei tersenyum, kedua kakak iparnya itu memang mengikuti papa nya jadi abdi negara atas keinginan mereka sendiri. Bahkan alm. Anton pernah bercerita kalau hampir semua keluarga besar papa nya adalah abdi negara, mulai dari AD, AL, AU dan ada juga yang Polisi.
"Kalian disini rupanya, papa cariin di depan tahunya ada disini." Ujar Papa mendekati mereka, diikuti oleh bik Mai yang membawa nampan berisi minuman dan camilan.
"Ayo dimakan Rei, ini tadi dikasih sama Pak Somad tetangga depan yang baru datang dari Banyuwangi nengok cucunya yang baru lahiran."
"Iya ma" jawab Rei singkat
"Rei, papa mau tanya tapi Rei ga marah kan?"
"Papa mau tanya apa, silahkan selama Rei bisa jawab. Rei ga akan marah kok."
Melihat pada istrinya lalu mengangguk, sambil menghela napas Papa Hadi mengutarakan maksudnya.
"Apa Rei tidak ingin menikah lagi nak?" . Rei tampak terkejut dengan penuturan beliau, seakan tercekat rasanya.
"Kamu pantas untuk menikah lagi dan mencari kebahagiaan kamu. Papa dan mama tahu masih ada trauma dalam hatimu karena gagal dalam berumah tangga. Tapi jangan pernah menutup hati untuk orang lain, untuk cinta yang lain." Ucap Papa, beliau tahu Rei masih menutup dirinya. Dan itu membuatnya tak tenang.
Rei mengerti maksud papa Hadi tapi entahlah, belum tepat rasanya menjalin hubungan jika hatinya masih sama. Kegagalan berumah tangga menyisakan sakit dihatinya, dua kali dia menyandang status janda. Tak akan mudah mendapatkan pasangan yang mau menerimanya dengan statusnya sekarang.
"Rei.. Mama tahu, Rei ragu untuk menjalin hubungan karena Rei minder dengan status Rei kan?" tanya Mama.
Rei mengangguk, tak ada gunanya menyembunyikan lagi. Rasanya dadanya sudah sesak. Menangis... mungkin dengan begini bisa mengeluarkan semua bebannya.
"Rei, sayang. Maafkan kalau kami bertanya ini, kami hanya ingin melihatmu bahagia. Kami tak akan memaksamu, tapi kami bertanggung jawab atas amanat Almarhum."
Rei terdiam, ingatannya kembali pada saat membaca surat terakhir dari almarhum suaminya. Almarhum Anton juga memintanya untuk melanjutkan hidupnya, mencari kebahagiaan baru.
Tangis Rei kembali pecah, seandainya waktu bisa diputar kembali, dia ingin menikah sekali seumur hidup. Tapi takdir berkata lain, jalan hidup Rei tidak semulus yang dibayangkan.
"Maafin Rei.. pa, ma. Rei tak ingin membebani papa dan mama, Rei merasa tidak pantas menerima kasih sayang kalian. Apalagi sejak mas Anton tiada." ucap Rei sambil sesenggukan, air matanya mengalir seiring emosinya yang membuncah.
"Rei tidak salah kok, tapi kami ingin Anton tenang disana melihat Rei bahagia." Jawab mama Suci, didekapnya mantan menantunya itu.
Memberikan pelukan dengan kehangatan seperti yang mama nya lakukan. Memang tak pernah ada yang berubah, perlakuan mereka pada Renita masih sama seperti saat masih ada Anton disisi nya.
"Rei...Rei tahu kan mama dan papa menyayangi Rei seperti anak kami sendiri." Papa ikut mendekat, memberikan pelukan pada Renita.
"Ada atau tiada Anton, Rei tetap anak kami. Sampai kapan pun akan menjadi anak kami." Mama Suci membelai rambut Rei, dan mengusap air matanya.
"Jangan ragu mengutarakan isi hatimu, kalau ada masalah ceritalah, mami akan siap mendengarkan, kami akan selalu ada untukmu." Papa Hadi menimpali. Ketiganya kembali berpelukan selayaknya orangtua dan anak.
"Terima kasih Ma, Pa" dan mereka mengangguk.
Rei terharu mendengar mereka masih menyayangi dirinya meskipun sudah tidak menjadi menantu mereka lagi.
€€€€
Pagi pun tiba, setelah sholat subuh Rei berganti pakaian. Dia antusias saat semalam mama Suci mengajaknya pergi ke pasar.
Sudah lama sekali Rei tidak ke pasar tradisional, dirumah mama ke pasar hanya saat stok kebutuhan pokok habis, kalau belanja harian biasanya Bik Inah belanja ke tukang sayur dekat rumah.
Mama Suci sengaja mengajak Rei ke pasar biar tidak kesepian dirumah, karena pagi ini selepas subuh papa Hadi akan mengirim sayur ke beberapa rumah makan dan pasar di kota ini.
Mereka memilih berjalan kaki menuju pasar tradisional, jarak nya hanya 1 km dan lumayan jauh bagi Rei karena dia jarang sekali keluar rumah tanpa kendaraan.
"Capek?" tanya Mama saat melihat Rei mulai berkeringat. Rei hanya tersenyum, meski sebenarnya kakinya sudah mulai pegal.
"Masak kalah sama bibik non" canda bik Mai mempercepat langkahnya.
"Bibik ah, Rei kan ga pernah jalan kaki sejauh ini." berhenti sambil mengatur napasnya. Mama Suci hanya tersenyum melihat keduanya.
"Ayo kita lanjutkan lagi, biar cepat sampai. Nanti disana kita sarapan pecel ya." ajak mama.
Udara pagi yang masih segar seperti ini jarang dia temui di kota besar, jadi mumpung disini manfaatin sebaik mungkin.
"Ayo Rei, semangat." batin Rei
€€€
Puas belanja jajanan pasar yang sudah jarang dia temui, makan pecel dan membeli makanan khas buat oleh-oleh orang rumah dan teman kantornya, Rei dan Mama Suci pun pulang naik bentor.
Bik Mai sudah pulang duluan karena harus segera masak sarapan pagi buat para pekerja papa yang hari ini akan memetik sayuran untuk permintaan dari sebuah hotel berbintang di kota sebelah.
Sungguh pengalaman baru yang menyenangkan bagi Rei, mengenal kehidupan di desa yang beda mobilitasnya dengan kota tempat tinggal nya.
€€€
"Gimana, sudah selesai beresin oleh-olehnya?" tanya mama Suci saat melihat Rei melewati dapur.
"Oh, iya ma sudah beres" jawab Rei
"Ya sudah, sekarang kamu istirahat dulu, bersih-bersih nanti agak siangan bisa pulang."
"Siap ma" Rei pun berlalu menuju kamarnya, mama Suci lanjut membereskan belanjaan nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments