Setelah cukup lama merebahkan dirinya dikasur ukuran double, Rei lalu mengambil celana jeans belelnya, tak lupa jaket kulit dan tas selempangnya.
Mencari keberadaan bik Inah di ruang makan, Rei berniat menyusul orang tua nya ke rumah sakit.
"Mbak Rei mau ke rumah sakit?" tanya bik Inah, membuyarkan lamunannya.
"Eh iya bik, ini mau bawain martabaknya kakak." jawab Rei.
"Makan dulu mbak, biar ga sakit." ajak bik Inah kemudian.
"Malas, tapi lapar sih." Membuka tudung saji di meja makan.
"Bibik udah makan?" tanya Rei
"Belum, kan nunggu mbak Rei selesai makan dulu."
"Ayo lah temani saya makan, duduk sini bik."
"Iya mbak, makasih"
Keduanya lalu menyantap makan malam nya, tak ada obrolan hanya suara sendok dan piring yang terdengar.
"Bik, Rei berangkat ya. Jangan lupa kunci pintunya terus cabut, aku bawa serepnya. Pagarnya juga ya dikunci."
Membawa bungkusan martabak yang ada di atas meja dan juga kunci mobilnya, Rei langsung menuju ke garasi.
Melajukan mobil mini yang dibeli dari hasil kerja keras nya selama ini, Rei membelah jalanan kota itu.
Masih rame meski malam makin beranjak naik, sepanjang jalan menuju rumah sakit kawasan kuliner di kota itu tampak ramai oleh pengunjung.
Lima belas menit kemudian sampailah Rei di halaman rumah sakit, memarkirkan mobilnya diantara dua mobil yang tampak familia baginya.
Renita lalu mengambil handphone dan menghubungi Mama nya.
"Assalamualaikum, ma ada dimana? Rei usah diparkiran rumah sakit nih."
"Langsung kesini aja Rei, kak Dani ada di ruangan mawar no 204."
"Oke, bu bos"
Menutup panggilan teleponnya lalu keluar dari mobil. Memastikan tak ada yang tertinggal dan sudah dikunci, Rei pun mencari lift.
€€€
Tok tok tok
"Assalamualaikum, semuanya." sapa Rei
"Waalaikumsalam, eh Rei sini sayang duduk sini."
Mencium tangan dan pipi kedua orangtua nya, mencium tangan kakak iparnya dan kedua mertua kakaknya.
Mendekati keponakannya yang makin hari makin montok itu, mencium pipi gembulnya.
"ante, geli..." elak Fina kegelian
Tapi bukan Renita namanya kalau tidak bisa membuat keponakannya itu minta ampun.
"Biarin, tante kangen tahu ga sama kamu. Makin gendut aja ya beberapa hari ga ketemu."
"Ante, ampun. Fina geli." masih ketawa cekikikan karena perlakuan tantenya.
"Mamih.. tolongin Fina, ante nakal." pinta gadis kecil itu pada sang ibu.
"Dek, udah dong. keponakan mu udah minta ampun juga." sang Mami mulai berkomentar.
"Iya iya. Tapi peluk dulu ya, tante kangen sama kamu."
Kedua perempuan beda generasi itu langsung berpelukan, dan pemandangan itu tak luput dari tatapan semua orang yang ada disitu. Mereka tertawa melihat kelakuan keduanya.
"Dek, pesenan kakak ga lupa kan?" Kak Daniar saat Rei sudah duduk memangku putrinya Fina.
"Itu, buka aja mam, biar sekalian ayah sama ibu ikutan makan."
"Aku ambilkan minum dulu" Heru pun mengambil air kemasan dan meletakkannya di meja.
Mama membuka martabak manis kesukaan Dani, setelah itu mengambilkan beberapa potong untuk diletakkan dipiring kecil.
"Ayo jeng, di sambi martabaknya." kata Mama pada mertua kak Dani. Dijawab anggukan oleh kedua besannya.
"Loh ini kok banyak banget Rei, ngeborong kamu?" Papa memecahkan keheningan.
"Ga kok mah, tadi Rei masing-masing dua tapi satu bungkus dikasihkan bik Inah tadi."
"Lagian martabak itu gratis kok"
Sontak membuat semua diruangan itu menatapnya, tapi Rei cuek.
"Kok bisa dek, emang bukan kamu yang bayar?" tanya Kak Dani
"Enggak." ucap Rei singkat
"Tadi pas antre beli martabak, aku diajak kenalan sama cowok kak."
"Wah, sudah mulai membuka hati rupanya adekku ini." goda Kak Daniar
Rei hanya menanggapinya dengan senyum tipis yang nyaris tak terlihat. Sedangkan kedua orangtua nya saling pandang, mungkinkah Renita sudah bisa melupakan perceraian nya.
Besar harapan kedua orangtua nya agar Renta kembali membuka hati, karena semenjak perceraian nya dia seperti menjaga jarak dengan setiap lelaki yang mencoba mendekatinya.
Tak sedikit yang dengan terang-terangan mengajaknya menikah, bahkan beberapa sudah datang langsung kepada kedua orangtua nya, tapi Renita masih tak ada niat membuka hati. Jadi semuanya ditolak, mungkin saat itu dia masih trauma dan menutup hatinya pada lelaki.
"Apaan sih kak. Dia cuma ngajak kenalan doang"
"Lagian ga ada yang salah kan kalau cuma kenalan" sergah Rei kemudian.
"Dia itu lagi nunggu martabak pesanan mami nya, terus lihat Rei sendirian akhirnya ngajak kenalan, gitu doang."
"Ternyata Pas mau pulang, dia bayarin punya Rei sekalian. Begitu ceritanya" jelasnya.
Kak Dani dan suami, serta kedua orangtua nya tersenyum. Mungkin Rei belum sepenuhnya membuka hati, tapi paling tidak sudah tidak menampakkan traumanya.
Renita hanya dekat dengan Rio dan Miko sebagai sahabat yang sudah dianggapnya sebagai kakak, dan Bang Heru, kakak iparnya.
Rei beranjak mendekati box bayi disamping ranjang kakaknya, memperhatikan Keponakan kecilnya yang baru beberapa jam lalu dilahirkan.
"Kak, pengen" kata Rei tiba-tiba
"Pengen apa?" tanya Kak Dani
"Pengen punya baby juga, yang imut kayak gini" Renita menciumi pipi keponakan barunya yang tampak menggeliat karena dicium olehnya.
"Ya bikin dong, makanya cepatan nikah lagi, biar bisa punya baby" seloroh Kak Dani
Renita mendengus, memutar bola matanya dengan malas. Tahu lah dia arahnya kemana, pasti ujung-ujungnya disuruh nikah lagi.
"Sabar dulu napa sih, emang nikah itu gampang."
"Belum apa-apa udah ditinggal pas sayang-sayange."
"Belum lagi yang susah move on dari mantan sampe ngajakin selingkuh. Malassss" Rei mulai meracau.
Perselingkuhan mantan suaminya dan berujung perceraian memang membuat trauma, tapi Rei tidak mau terlalu lama larut didalamnya.
"Sudah-sudah bahas yang lain aja, ga malu apa ada ayah dan ibunya bang Heru disini." sang mama menengahi, bisa panjang ceritanya kalau dibiarkan.
"Biarin lah jeng, gapapa kok" seru ibunda Heru.
"Anti, nanti bikinkan Dina Adek cowoknya. Kan mami kasih adik cewek, jadi biar ayah dan kakek ada temannya." celoteh Fina tiba-tiba
Semua yang ada diruangan itu tersenyum mendengar celotehannya.
"Beres, nanti tante langsung kasih dua, mau?" ujar Rei menanggapi celotehan keponakan nya itu.
"Mauuuuu, awas ya kalo ante bohong, Fina ga mau cium ante lagi" ucapnya sambil memanyunkan mulut kecilnya.
Pengen rasanya Renita menggitit mulut dan pipi tembem itu, bikin gemes memang.
"Iya tante janji, sini toss dulu" Renita memberikan telapak tangan nya dan disambut toss oleh si kecil Fina.
Benar kata orang rumah tidak akan sepi jika ada anak-anak didalamnya. Meski kadang berantakan tapi bikin suasana dirumah menjadi lebih hidup.
Andai saja dulu dia memiliki satu saja, mungkin hidupnya tidak akan sepi. Tapi takdir berkata lain. Pernikahan pertamanya harus kandas karena suaminya meninggal saat ada kontak senjata dengan kelompok separatis di Papua.
Dan saat itu dia sedang telat dua bulan, mungkin karena shock akhirnya Renita mengalami pendarahan dan keguguran.
Sedangkan dari pernikahan keduanya juga tidak berlangsung lama, baru memasuki seumur jagung mantan suaminya itu kedapatan selingkuh dengan mantan pacarnya yang ternyata juga istri orang.
Mengingatnya memang Renita sakit hati, merasa begitu bodoh telah percaya bahwa Suaminya tidak akan pernah mengkhianati nya.
€€€
"Ma, Pa, Bang Heru Rei pulang ya, ngantuk pengen istirahat." pamitnya, matanya sudah terasa berat untuk melek.
Sesaat setelah orangtua Heru pamitan, Rei masih anteng dengan HP nya, tapi sepertinya rasa ngantuk nya sudah ga bisa dikompromi.
"Kamu bawa mobil sendiri kan? Mending pulang sama papa aja." seru pak Fauzi
"Terus mobil Rei gimana pa? masak ditinggal disini?"
"Usah tinggal aja, Papa juga mau pulang. Besok pagi sebelum ke kantor papa antar kemari sekalian bawain baju ganti buat mama."
"oke deh"
Keduanya pun pergi meninggalkan Mama, Bang Heru dan Fina yang ingin menjaga mami dan adik kecilnya.
€€€
"Kalau ngantuk tidur aja, nanti papa bangunin kalau sampe rumah." ujar Papa
"Iya pa" jawab Rei singkat
Tak lama Rei pun terlelap mudah sekali baginya tidur dimana aja, asal ada bantal langsung ***** alias nempel molor.
Pak Fauzi, sang papa melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia tahu putri bungsunya itu sedang kelelahan karena pekerjaannya.
Masih teringat jelas saat Rei mengatakan tidak ingin menikah lagi sesaat setelah surat cerainya resmi di dapat. Ada rasa bersalah karena terlalu memaksakan kehendak nya, meminta putrinya untuk menikah dengan Reza Setiawan.
Seorang Pengacara muda di kotanya, anak dari sahabat lamanya. Saat mengetahui putrinya akan dilamar, betapa senang hatinya sampai mengabaikan kebahagiaan putrinya tersebut.
Renita memiliki kecantikan yang diturunkan dari sang mama, wajar jika banyak yang menyukainya. Tapi saat mengetahui statusnya yang seorang janda tak banyak pula yang mundur teratur, apalagi melihat kondisi Renita yang belum sepenuhnya siap melepas statusnya.
Sampai akhirnya pertemuan tak terduga dengan sahabatnya di sebuah tempat latihan bersama burung berkicau.
#Flashback on
"Fauzi, apa kabar?" sapa Ardi, sambil mengulurkan tangan pada sahabatnya.
"Kamu Ar, kabarku baik. Kamu sendiri bagaimana?" tanya Fauzi
"Seperti yang kamu lihat. Apa kabar keluarga mi, sehat kan?"
"Lama kita tidak ketemu, terakhir kali dipernikahan putri bungsumu." ujar Ardi
"Iya, benar. Mereka semua baik, alhamdulillah." jawab Fauzi dengan wajah lesu.
"Hei kenapa wajahmu, apa ada yang salah dengan pertanyaanku?" tanya Ardi, melihat wajah sahabatnya itu sedikit muram.
"Tidak, hanya saja... " jawab Fauzi terputus mengingat status putrinya.
"Renita sekarang sudah menjadi janda. Suaminya meninggal saat ada kontak senjata di Papua." lanjutnya.
"Kasihan sekali, pasti terpukul dia." Suara Ardi menenangkan sahabatnya. Dia tahu bagaimana Renita yang dulu ceria dan tampak bahagia saat pesta pernikahan nya berlangsung.
"Sabar, mungkin sudah takdirnya. Jangan putus asa, jodohnya masih panjang." Seru Ardi berusaha menenangkannya.
"Sebenarnya aku ingin sekali melamar putrimu untuk putraku Reza. Tapi ternyata aku telat" seloroh nya mencoba mengusir ketegangan.
"iya kah, sayang sekali ya." jawab Fauzi sambil tertawa. Keduanya lalu tertawa sambil duduk mendengarkan kicauan burung Murai Batu miliknya.
"Tapi kita masih bisa kok menyambung tali silaturahmi kita dengan menjodohkan mereka." ujar Ardi kemudian.
Fauzi menoleh pada sahabatnya, bagaimana bisa dia memiliki ide konyol tersebut. Tapi tampaknya Ardi serius, Fauzi tidak menemukan ekspresi kebohongan dalam sorot matanya.
"Jangan konyol, mana ada yang mau dengan Rei, mengingat statusnya sekarang."
"Kamu tahu kan, pasti akan sulit bagi Rei untuk menerima perjodohan ini, apalagi putramu Pengacara sukses. Apa tidak berpengaruh pada karirnya nanti" jelas dan tegas, Fauzi seperti pesimis dengan perjodohan ini.
"Sudahlah, kita tidak tahu kalau kita tidak mencobanya kan?" ucap Ardi, senyumnya meyakinkan Fauzi bahwa semua akan baik-baik saja.
"Baiklah, akan kucoba mengutarakan niatmu pada istri dan anakku." jawab Fauzi kemudian.
Keduanya pun kembali berbincang mengenai burung peliharaan masing-masing.
€€€
"Ma, ada yang mau papa omongin ini tentang Rei" saat keduanya berada dikamar.
"Ada apa pa, tampaknya serius?" jawab istrinya.
"Tadi papa ketemu sama Ardi pas latbar murai. Dia berniat menjodohkan anaknya Reza dengan Rei. Menurut mama gimana?"
Pak Fauzi menceritakan obrolannya tadi tak ada yang ditutupi karena tak ingin menjadi pikiran.
Mendengus mendengar penuturan suaminya, mau tidak mau memang harus ada yang menggantikan posisi alm. Anton apalagi sejak kepergian nya, Rei tak pernah lagi dekat dengan laki-laki selain Rio dan Miko dan teman kerjanya.
"Mama coba bicarakan sama Rei dulu ya,pa. Tahu sendiri bagaimana keras kepala anak itu." jawab istrinya.
"Ga usah dipaksa ma, kalau jodoh pasti akan ketemu." Pak Fauzi menyetujui usul istrinya dan tentu saja harus siap di diamkan oleh anak bungsunya itu.
Keesokan harinya, saat Rei lagi menikmati hari liburnya dengan membersihkan kamar nya, sang mama mencoba membicarakan masalah perjodohan tersebut.
"Rei, mama ganggu ga?" tanya mama
"Ga kok ma, ini sudah mau selesai tinggal pindahin barang yang ga kepake aja. Ada apa ma?" Rei balik tanya, karena tak biasanya sang mama mencarinya dikamar kalau tidak ada hal penting yang dibicarakan.
"Tenang.. tarik napas" batin mama
"Rei, kamu ga pengen menikah lagi?" tanya mama sambil memegang tangan Rei. Terus terang ada rasa takut menanyakan nya tapi demi masa depan putrinya, dia harus kuat.
Renita tahu kedua orangtua nya mencemaskannya, tapi dia tak bisa membohongi hatinya kalau masih belum bisa melupakan almarhum suaminya.
Walaupun tidak banyak kenangan manis yang tercipta tapi sosok almarhum mampu membuat hatinya tenang.
"Rei, lihat mama." Menarik dagu Rei dan menatap matanya, mencari kekosongan yang selalu disembunyikan nya dengan rapi.
"Mama tahu, sulit bagimu melupakan almarhum. Tapi apa Rei tahu kalau almarhum juga tidak suka melihat Rei begini."
"Rei bukan lagi anak kecil yang meminta apapun akan selalu dituruti."
"Meskipun Rei bersujud memohon tapi almarhum tidak akan pernah kembali. Kalian sudah berbeda alam, sayang"
Berbicara dari hati ke hati, ini yang selalu Rei rindukan dari sang mama. Sudah lama sejak kematian Anton, Rei menjadi sosok yang berbeda.
Pribadi yang dulu hangat seakan hilang bersama dikuburkan jasad suaminya. Menangis dan menutup diri itulah yang dilakukan nya.
Meskipun sudah kembali bekerja tapi Rei hanya tersenyum didepan nasabah yang dilayani nya atau pada teman kerjanya. Diluar itu dia jadi pendiam.
"Cobalah buka hatimu, dan biarkan dia mencari sosok pengganti almarhum. Tapi almarhum akan selalu ada disini" Mama meletakkan tangannya didada Rei.
"Bisa? Mama yakin kamu bisa, sayang." Meyakinkan dan menguatkan hati Rei hanya itu yang bisa dilakukan wanita paruh baya tersebut.
Dengan anggukan Rei berusaha membuka hatinya.
€€€
Dan bulan pun berganti, Rei mulai bisa menerima kehadiran Reza disisinya, mungkin benar kata mama cinta itu akan datang dengan sendirinya karena seringnya bersama.
Dan keduanya pun kini resmi menyandang status suami istri. Bahagia tentu saja itu yang dirasakan keduanya. Walaupun tidak sepenuhnya hatinya terisi nama Reza. Tapi paling tidak gunung es itu mulai mencair dan luluh.
Tiga bulan hidup sebagai pasangan suami istri, membuat Rei tahu kebiasaan suaminya. Segala kebutuhan nya disiapkan, memasak dan melayani suami nya dengan baik seperti yang dulu dilakukannya pada almarhum Anton.
Sampai suatu saat secara tidak sengaja Renita menemukan noda lipstik dikemeja suaminya, dan juga bau parfum perempuan.
Renita awalnya cuek dan menganggap itu mungkin tidak sengaja, tapi setiap hari dia selalu mendapatkan suaminya pulang tengah malam bahkan dini hari.
Beralasan ada klien yang ditemui diluar kota dan harus berangkat pagi, bahkan tanpa sarapan pagi. Beberapa kali Rei terpaksa makan sendiri, kadang dia membawanya ke kantor dan membagikan dengan teman-temannya.
Hingga tanpa sengaja, saat pergi menghadiri undangan pernikahan salah satu teman kerjanya, dia melihat Reza bersama dengan seorang wanita bergandengan tangan dengan mesra. Keduanya pun tak malu menampakkan kemesraan didepan orang lain.
Sakit hati, itu yang dirasakan tapi dia tak ada bukti. Jadi hanya bisa menangis menahan perih. Tapi yang namanya bangkai ditutupi serapat apapun pasti akan tercium juga.
€€€
Suatu sore Rei menemukan amplop berisi hasil foto USG dari sebuah klinik bersalin di saku kemeja suaminya. Ada titik hitam disana dan usianya menginjak 8 minggu.
Seperti tertampar, Nyeri di dada. Menahan sesak membaca tulisan di amplop itu. "Dady, I'm coming. Peluk dan cium dari aku dan Momy."
Mendapati suaminya sudah selesai mandi, Rei meletakkan kembali amplop itu dan berpura-pura mengambilkan baju ganti suaminya. Tanpa rasa bersalah Reza mendekati Rei dan menciumnya. Tapi tidak lagi ada kehangatan yang Rei berikan seperti biasanya.
Hari ini dia harus menyelesaikan masalahnya dengan Reza suaminya. Rei memang mencintai suaminya, tapi rasa cinta Reza pada Rei tak seperti pada selingkuhannya.
Meskipun sebelumnya Rei tetap melayani suaminya dengan baik di atas ranjang, tapi perlakuan suaminya sungguh menyiksanya. Berhubungan intim dengan istri sah, tapi menyebut nama selingkuhan.
Seperti disengaja, tapi Rei tak kuasa menolak. Hanya air mata yang menjadi saksi. Reza hanya sekadar memberikan nya nafkah lahir dan batin, tapi tidak dengan cintanya.
€€€
Reza menyadari perubahan sikap Rei akhir-akhir ini, tidak bisa dipungkiri dia merindukan Rei. Tapi ini adalah kesalahan nya, dia bahkan dengan sengaja membawa amplop berisi hasil USG kekasihnya kerumah.
Rasa bahagianya akan kehadiran seorang buah hati dengan kekasihnya, tapi dia juga tak ingin melepaskan Rei begitu saja sebagai istri sahnya.
Bingung, tapi mau tidak mau dia harus mengungkapkan semuanya. Karena tidak ingin menyakiti Rei lebih lama. Egois memang dia ingin Rei tetap disisinya tapi juga tak mau melepaskan kekasihnya.
€€€
Dikamar ini tak ada lagi kehangatan, Rei sudah pasrah dengan keputusan suaminya. Tapi dia juga tak mau berlama-lama diduakan. Karena sebuah hubungan yang dilandasi dengan kebohongan pasti akan hancur.
Reza menceritakan semuanya, tentang selingkuhannya yang tak lain adalah cinta pertama nya, sejak kapan mereka berhubungan kembali dan melakukan pernikahan dibawah tangan.
Bahkan kedua orangtua nya pun baru mengetahui setelah Reza menunjukkan hasil USG nya. Sakit hati yang dirasakan orang tua Reza tak sebanding dengan yang dirasakan oleh Rei.
Menerima tamparan bahkan cacian dari kedua orangtua nya, dan pulang kerumah dengan babak belur sudah ditanggungnya.
Renita pun telah mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama. Menunggu sidang pertama dan selanjutnya sampai dia peroleh surat cerai.
Ya, Renita sudah memantapkan hati untuk berpisah. Selama proses cerai berlangsung mereka tetap tinggal satu rumah tapi dikamar berbeda. Tetap melakukan aktivitas sebagai suami istri termasuk didepan orangtua nya kecuali untuk hubungan intim.
Tak ada penawaran untuk yang satu itu. Karena baginya membagi miliknya dengan orang lain takkan pernah terjadi. Lebih baik dia melepaskannya dan membuka lembaran baru.
€€€
Hari ini sidang putusan hakim, mediasi yang disarankan majelis hakim tak bisa mengubah keputusannya. Dan kini dia dinyatakan resmi bercerai dengan Reza.
Tak ada air mata, tak ada penyesalan karena mereka sama-sama sadar akan keputusannya. Harta gono - gini bukan masalah bagi Renita, gajinya masih cukup untuk membiayai hidupnya.
Bahkan sebelum dia menikah dengan Reza, Rei sudah memiliki rumah dengan almarhum Anton. Tapi karena banyaknya kenangan rumah itu akhirnya disewakan. Reza bersikeras memberikan rumah yang ditempatinya dengan Rei.
Meskipun Renita menolak tapi surat kepemilikan sudah dilimpahkan atas namanya. Keduanya bertemu terakhir kalinya sebagai suami istri di ruang sidang. Dan keluar sebagai individu, bukan lagi pasangan.
€€€
Maafkan jika masih banyak typo, mencoba menuangkan hobi disini. Ditunggu saran kritiknya, dari penulis baru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments