Hari sabtu ini seperti yang sudah direncanakan Renita akan mengunjungi makam almarhum suaminya, dan akan menginap dirumah orangtuanya.
Setelah bersiap membawa tas punggung berisi beberapa baju dan perlengkapan lainnya, Renita menuruni tangga menuju ruang keluarga. Kakak dan keponakan kecilnya baru pulang dari rumah sakit.
Menyapa seluruh anggota keluarga besar nya yang tampak hadir menyambut si kecil, Renita lalu mengisi perutnya sebelum berangkat. Sambil menikmati sarapan pagi nya, Renita sesekali menyuapi Fina, bocah gembul itu menemani tantenya makan.
Karena Renita akan bepergian jadi dia sarapan pagi sendirian, untung ada Fina yang mau menemaninya jadi dia ga merasa bosan. Setelah membereskan peralatan makannya, Renita lalu berpamitan pada keluarga nya.
"Ma, Pa, Rei berangkat ya, biar ga kesiangan apalagi sekarang weekend pasti macet." Pamit Rei sambil mencium tangan kedua orangtua nya.
"iya, hati-hati bawa mobil nya ga usah ngebut kalau capek berhenti di rest area." ujar Papanya
"Rei, ingat pesan mama jaga sopan santun meskipun Anton sudah tidak bersamamu lagi tapi tetap anggap mereka sebagai orang tua mu." Sang mama menambahi, dijawab dengan anggukan kepala Rei.
"Iya mah, pasti. Kak, bang.. Rei berangkat dulu ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam" jawab seluruh keluarga.
Melajukan mobilnya membelah kota menuju arah luar kota, melewati beberapa tempat wisata di kota itu. Rumah keluarga Anton memang didaerah perbatasan dengan kota tetangga.
€€€
Pemandangan alam dengan hamparan sawah dan perbukitan memang menjadi daya tarik tersendiri, sehingga dibuat tempat rekreasi dan tempat peristirahatan.
Sepanjang jalan Rei menikmati perjalanannya ditemani alunan lagu yang diputar oleh stasiun radio. Sesekali mengikuti dengan menyanyikan lagu.
Tak terasa sudah tiga jam Rei melajukan mobilnya, memasuki gerbang sebuah komplek pemakaman. Setelah memarkirkan mobilnya, dan mengambil tas, dan juga bunga yang dia beli di perjalanan tadi. Dengan kacamata hitam bertengger diatas hidungnya, Renita menuju pusara almarhum.
Mendudukan dirinya diatas batu, membuka surat yasin dan membacanya, tak lupa diiringi doa pada kekasih hatinya. Air mata Rei lolos menerobos pertahanannya.
"Aamiin" Rei mengakhiri doa nya, kerinduan akan sosok almarhum Anton memang tak pernah dipungkiri.
Tiga tahun bersama sebelum akhirnya memutuskan menikah setelah keduanya mapan secara finansial, setelah Rei diterima sebagai karyawan tetap di Bank tempat dia bekerja.
Sempat mengikuti ke tempat suaminya dinas pertama kali, bahkan sampai kejadian naas itu terjadi. Rei kembali memutar memori saat almarhum berpamitan untuk terakhir kalinya sebelum berangkat ke papua.
#Flashback On
"Yang, apapun yang terjadi kamu jangan pernah berubah. Tetaplah menjadi dirimu sendiri, ada atau tiada aku disampingmu kamu harus tetap ceria, jangan pernah berubah." Anton membelai rambut panjang Rei, keduanya saling berpelukan.
Entah mengapa, Rei merasa ini seperti akan menjadi pelukan terakhir suaminya. Rasanya tak ingin melepaskan, bahkan seharian ini mereka hanya diam dirumah mengisi waktu dengan bercengkerama.
Airmata Rei jatuh, bolehkah dia egois meminta suaminya untuk tidak pergi. Tapi Rei sadar menikah dengan seorang prajurit TNI berarti harus siap menerima resiko sering ditinggal bahkan untuk selamanya, demi pengabaian pada negara.
Saat menerima menikah kantor dulu, menanda tangani surat nikahnya itu juga menanda tangani kontrak mati suaminya. Dan Rei sudah siap untuk itu, tiga tahun menjalin hubungan jarak jauh, terkadang suaminya tidak bisa dihubungi karena sedang berada di daerah konflik, dan perasaan lega setelah bertemu kembali.
"Hei, jangan menangis sayang. Bukankah kamu janji menerimaku apa adanya." Anton melepaskan pelukannya saat sadar istrinya sudah terisak.
Anggukan kepala, hanya itu yang bisa Rei lakukan. Kata-kata yang harusnya bisa diucapkan sekarang malah seperti terbungkam.
"I love you" ucap Anton mengusap airmata dipipi chabby Rei. Akhir-akhir ini istrinya itu sedikit sensitif, tiba-tiba merajuk, pengin dimanja, entah mungkin karena akan berpisah pikirnya.
"I love you more" Rei mengecup lembut bibir suaminya. Tersenyum kemudian, lalu kedua nya kembali saling menempelkan bibir, saling ******* dan mulai agresif.
Menikmati setiap *******, saling membelitkan lidah dan mulai terangsang. Akhirnya keduanya mengisi kamar dengan desahan. Menikmati malam terakhir sebelum besok Anton pergi jauh melaksanakan tugas negara.
€€€
Tibalah dihari keberangkatan, setelah pamitan pada seluruh keluarga nya, Anton memeluk istrinya mencium keningnya dalam dan mencium lembut bibirnya.
"Sayang, aku berangkat jaga dirimu baik-baik. Jika kamu kesepian kamu telpon mama biar menemanimu." Anton mengusap airmata di pipi istrinya, air matanya pun ikut jatuh.
"Kamu juga hati-hati jangan tinggalkan sholat, baca sholawat dan ingat aku dalam dalam doamu." ingat Anton pada istrinya.
"Awas ya ga boleh macam-macam. Ga boleh kelayapan" cemberut Rei, dia tahu suaminya tak akan melakukan itu.
"Mau kelayapan kemana sayang, disana hutan. Yang ada aku temenan sama senjata dan hewan buas." canda Anton
"Sudah, aku berangkat. Assalamualaikum"
Anton pun berlari menuju kendaraan militer yang akan membawanya bertugas bersama rekan-rekan prajuritnya.
Pulang dengan hati gelisah, membuat Rei tak nyaman. Bukan kali ini saja, tapi kenapa perasaannya tak tenang. Melepas kepergian suami tercinta di medan perang.
€€€
Hari berganti, di televisi pun ramai diberitakan tentang kontak senjata antara pasukan TNI dengan anggota separatis. Mulai berjatuhan korban dari kedua pihak. Orang tua Anton sengaja menemani Rei sejak Angon berangkat ke Papua.
Sampai tiba-tiba saja foto pernikahan di dinding ruang tamu jatuh dan pecah. Rei kaget, sudah dua hari ini dia tidak masuk kerja karena tiba-tiba badannya lemas. Terpaksa dilarikan kerumah sakit untuk ditangani ahlinya. Tapi dia tak mau berlama-lama disana, ditemani kedua mertuanya Rei akhirnya memutuskan untuk dirawat dirumah.
Perasaannya kembali tak karuan saat mencoba menghubungi suaminya tapi selalu berada diluar jangkauan. Semakin tak karuan saat sang mertua menerima telpon.
"Halo, iya saya sendiri" jawab Papa Hadi
"Innalillahi Wa innailaihi rojiun." ucapnya kemudian, sambil terus berbicara dengan orang yang menelponnya. Raut wajahnya yang tegang tampak gelisah. Entah bagaimana menyampaikan kabar ini.
"Iya, terimakasih." sambungan telpon kemudian terputus.
"Siapa yang menelpon pa?" tanya Mama Suci
"Pa, jawab. jangan diam saja" tanya nya lagi sambil berteriak, rasanya emosinya sudah tak terbendung.
Melihat kearah menantunya, bergantian dengan istrinya, papa Hadi tahu mereka pasti sudah menduganya tapi berita duka ini tetap harus disampaikan.
"Pa..." lirih Renita
Menoleh dan berjalan mendekati keduanya, papa Hadi mendesah pelan. Bagaimana pun mereka harus tahu.
"Rei, maafkan papa" ucapnya sambil menggenggam tangan menantunya. Bu Hadi yang semula terlihat cemas, akhirnya ikut menguatkan menantunya. Mengusap pelan rambut panjangnya dan mengangguk pada suaminya.
"Rei, sabar ya Anton sudah kembali keharibaan sang kuasa. Semalam setelah kurang lebih terjadi baku tembak dengan gerakan separatis Anton mengalami luka tembak dilengan nya, dan dia banyak mengalami pendarahan."
"Sempat dilarikan ke rumah sakit terdekat menggunakan heli tapi nyawa nya tak tertolong" tangis papa Hadi pun pecah.
Renita tak kuasa menahan tangisnya, didalam pelukan mama mertuanya kedua wanita beda usia itu menangis saling memberikan kekuatan. Dan tiba-tiba Renita ambruk, dia pingsan.
Kedua mertuanya meletakkan tubuhnya diranjang, mereka tahu Rei terpukul. Mama Suci memberikan minyak kayu putih di indra penciuman nya, ditelapak kakinya yang terasa dingin. Berharap sang menantu segera sadar.
Sambil menunggui Renita yang belum sadarkan diri. Papa Hadi menghubungi semua keluarganya, termasuk besannya. Mereka memilih menggunakan penerbangan pertama agar bisa secepatnya sampai.
Satu jam kemudian Renita pun sadar, dan tak lama datanglah anak-anak Pak Hadi yang lain beserta keluarganya. Kesedihan tampak jelas disana, sebagai keluarga besar TNI mereka harus siap kehilangan orang terkasih gugur di medan perang.
Anton adalah anak bungsu di keluarga nya, tapi sikapnya yang dewasa mampu membimbing Renita menjadi wanita yang tegar. Kakak-kakak iparnya pun datang memeluknya, memberikan kekuatan pada istri adik bungsu nya.
"Rei sabar ya, Anton gugur sebagai pahlawan. kita harus bangga." ucap Mas Bagus, anak pertama pak Hadi. Rei menganggukkan kepalanya tapi tangisnya kembali pecah saat kakak ipar dan mama mertuanya kembali menangis.
Kedua orang tua Rei datang mereka segera menyusul kerumah anak bungsunya, mereka tahu Rei sangat terpukul. Mereka
€€€
Berkali-kali tak sadarkan diri bahkan terakhir Rei terlihat pucat setelah mengalami pendarahan. Rupanya sudah ada janin didalam kandungannya tapi karena kondisi tubuh nya yang tidak stabil, akhirnya janin yang belum genap berusia delapan minggu itupun harus dia relakan.
Dokter yang menangani Rei meminta persetujuan kedua orangtua nya untuk melakukan operasi kuret, agar tidak ada masalah dengan kandungannya dikemudian hari.
Orang tua Rei dan mertuanya kaget, karena disaat yang hampir bersamaan dua kabar duka menimpa keluarga tersebut. Mereka sepakat untuk membicarakan masalah ini saat kondisi Rei sudah lebih baik.
Haripun berlalu, jasad almarhum Anton dan beberapa rekannya sudah tiba di bandara, dan menuju ke rumah duka masing-masing. Setelah di sholatkan dan di adzani, jenazah Anton pun ditempatkan di peristirahatan terakhir nya. Diiringi dengan upacara militer, mereka mengantar Anton untuk terakhir kalinya.
Renita tampak tegar tak ada lagi air mata yang jatuh, tapi pandangannya kosong. Membayangkan kedua orang terkasihnya meninggalkan nya, suami dan calon anaknya.
Semua teman dan kerabatnya memberikan dukungan pada Rei, tapi sepertinya butuh waktu untuk memulihkan kondisi kejiwaannya. Untunglah keluarganya tak ada yang meninggalkannya dalam keadaan terpuruk seperti itu.
€€€
Lewat sudah masa iddah nya, dan berakhir pula masa cutinya. Rei tahu sekuat apapun dia, tetap tak akan bisa mengubah keadaan. Setegar apapun dia hanyalah manusia lemah dihadapan Tuhan. Beruntung bagi Rei, keluarga dan teman-temannya selalu mendukung dia melewati masa sulitnya.
Rei harus merelakan mereka, karena mereka mendapatkan tempat terbaik di sisiNya. Rei berpamitan pada mertuanya, meskipun berat tapi demi masa depan Rei mereka pun tak ingin egois.
"Ma, Pa, maafkan Rei jika selama ini Rei belum bisa jadi anak yang berbakti. Belum bisa memberikan mama dan papa cucu seperti kakak-kakak." isak Rei sambil mencium tangan mama mertuanya.
Tangis mereka pun pecah, semua merasa sedih. Apalagi Rei bukan hanya memberikan keceriaan tapi juga mengisi kekosongan sejak Anton ditugaskan di pelosok.
"Rei, papa ingin memberikanmu amanat dari Anton. Ini adalah pesan terakhir nya, dan papa tak ingin dia tidak tenang disana. Bukalah" ucap papa Hadi.
Menoleh pada mama dan kakak-kakak, lalu Rei membuka amplop putih itu. Betapa terkejutnya Rei, air matanya kembali lolos.
"Assalamualaikum. Renita sayang, istriku. Maafkan aku jika kamu terpaksa membaca surat ini, tapi aku tidak akan tenang meninggalkanmu jika kamu belum membacanya.
Aku tahu kamu kuat, dan kamu harus tetap kuat jadilah dirimu sendiri. Jangan terlalu lama bersedih, aku ga suka melihatmu sedih dan kamu tahu itu. Bagaimanapun kamu adalah istri seorang prajurit, dan kamu sudah membuktikan nya. Tersenyumlah Rei, bangkitlah dan songsong masa depanmu.
Maafkan jika aku belum bisa menemanimu, membahagiakanmu seperti suami diluar sana. Aku harap kamu tidak menyesal menikah denganku. Sebagai tanda permohonan maafku dan keinginan terakhirku kembalilah kerumah papa dan mama mu, lanjutkan kehidupan mu. Raih masa depanmu, jangan tunggu aku tapi simpan namaku dalam hatimu selalu.
Rumah ini menjadi milikmu, jagalah. Aku mencintaimu, maaf tidak bisa menemanimu. Sekali lagi maafkan aku.
Wassalam, suamimu."
Renita terisak membacanya, dia tak menyangka almarhum sudah mempersiapkan masa depan nya bahkan sebelum kejadian masa itu.
Menangis, itu yang Renita lakukan. Kalau boleh memilih, Rei lebih baik bersama suaminya kemanapun meski tanpa uang. Daripada ditinggal mati seperti ini.
Rei pun berpamitan pada papa, mama dan kakak-kakak Anton. Meskipun berat untuk berpisah. Mereka berjanji untuk tetap menjalin silaturrahmi.
#Flashback off
€€€
Dan disinilah Renita sekarang, berhenti disebuah rumah besar diantara rumah kuno pedesaan. Papa Hadi memang memilih tinggal di desa setelah pensiun dari TNI. Menikmati masa tuanya dengan bercocok tanam dan menjadi sayur hidroponik.
Keluar dari mobil dan berdiri didepan mobilnya, menghirup udara yang masih segar dibanding dikota. Inilah yang Renita suka, suasana tenang dan alam yang masih asri. Menggerakkan badannya, merenggangkan otot selama perjalanan jauh tadi.
Memarkirkan mobilnya sebelum masuk kerumah mertuanya, Renita melihat banyak sekali tanaman hias yang sekarang lagi viral. Tersenyum mengingat nama salah satu tanaman itu mirip seperti statusnya, janda bolong. Entah apa dan siapa yang pertama kali memberikan nama itu.
"Assalamualaikum" Renita mengetok pintu. Dua kali belum terdengar suara, tak lama pintu terbuka.
"Rei.. " tanya pemilik rumah, wanita paruh baya ini masih menunjukkan kecantikannya, terbukti bahwa benar-benar dirawat.
Mengangguk, dan Rei memeluknya erat. Keduanya saling berpelukan, dan sesekali sang mama mertua menciumi wajahnya. Air mata mama suci menetes, menandakan beliau sangat merindukan Rei.
"Mama, apa kabar? Sehat kan ma?" Rei melepas pelukannya, dan kembali memeluk erat.
Mama Suci terisak, pertemuan terakhirnya dengan istri almarhum Anton ini adalah saat pernikahan keduanya dengan Reza. Meskipun kangen, tapi mereka tidak boleh egois karena Rei sudah memiliki keluarga lain.
Sampai akhirnya status pernikahan Rei pun sampai di telinga mereka. Mereka tahu pasti akan sakit hati yang Rei rasakan, tapi mereka tak berhak untuk ikut campur urusan rumah tangga mantan menantunya tersebut.
"Mama sehat Rei, papa juga."
"Mama dan papa, serta kakak-kakak kangen loh sama kamu. Kamu tak pernah lagi menghubungi kami." lirih Mama Suci.
"Maafkan Rei, ma. Rei menjauh sejenak, butuh waktu untuk menyendiri."
"Iya, sayang kami mengerti. Maafkan mama ya, tak memikirkan perasaan kamu."
Rei menggeleng, mama Suci tak pernah menganggapnya orang lain meskipun Anton sudah tak bersama mereka lagi.
"Masuk yuk! Nginap sini kan?"
"Kamarmu masih tetap diatas, mau istirahat dulu lah?"
"Iya ma, capek habisnya nyetir sendiri." senyum Rei. Keduanya melangkah masuk menuju ruang makan.
"Papa mana ma?"
"Ada, lagi di belakang tuh. Tadi abis panen pokcoy sama bapak-bapak yang lain."
"oya? enak tuh"
Keduanya melewati ruang makan menuju halaman belakang. Tampak Papa Hadi dan beberapa orang pekerjanya sedang membungkus sayuran untuk dikirim ke Supermarket dan Restauran.
Memicingkan matanya, Dan tersenyum say Renita mendekat. Mencium tangannya, dan memeluknya.
"Reina, papa kangen. Kamu ga may menghubungi kami." ucapnya sedih.
"Pa, maafin Rei ya. Sekarang Rei disini, jangan sedih lagi."
Mama tersenyum melihatnya, air matanya kembali menetes. Sudah lama tidak melihat pemandangan seperti ini.
"Kamu sama siapa kemari, sendiri?" tanya papa Hadi. Renita menganggukkan kepalanya.
"iya lah pa, sama siapa lagi"
"Papa kira sama calon menantu papa yang baru" canda papa Hadi, diiringi tawa seluruh pekerjanya
"Ga pa, Rei masih ingin sendiri dulu"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments