Malam ini Darren berencana menginap di apartemennya. Ia juga ingin menenangkan diri setelah tidak sengaja membuat Shani hampir celaka. Darren tidak mengerti kenapa ia terus kepikiran gadis itu.
Darren mengusap-usap rambutnya yang basah dengan handuk. Ia baru saja membersihkan diri. Darren mengambil map merah di atas nakas, kemudian membukanya pelan-pelan.
Darren duduk menyandar pada kepala ranjang besarnya. Ia pun mulai membaca 2 lembar kertas yang diberikan Shani padanya tadi. Shani sengaja menyiapkan berkas yang berisikan sejarah dan cerita singkat berdirinya Argantara Group agar Darren bisa belajar dari titik awal.
Shani tidak tau harus memulai dari mana. Tapi ia bertekad untuk membuat Darren bisa mengenalkan diri pada perusahaan. Semoga dengan 2 lembar kertas berisi rentetan kata itu Darren bisa lebih tertarik dengan Argantara Group.
Selama ini Darren tidak pernah seantusias itu. Setiap papanya mengoceh panjang lebar soal perusahaan, Darren selalu malas menyimaknya. Namun kenapa sekarang ia bahkan membaca isi map merah pemberian Shani hingga 3 kali?
Darren menertawai dirinya sendiri. Ia juga berpikir jika Shani itu lumayan lucu. Darren tentu sudah sangat tau bagaimana bisa Argantara Group dibangun dan beroperasi sampai dengan saat ini.
Tapi tiba-tiba Darren teringat pada Shani. Ia mempertanyaakan keadaannya. Darren cepat-cepat menggeleng mengontrol pikirannya untuk tidak berkecamuk akan wajah gadis itu. Shani pasti baik-baik saja. Darren pun kembali menyimpan berkas pemberian Shani, dan mulai tidur.
◦◦○◦◦
Pagi ini Shani kalang kabut karena bangun kesiangan. Ia melewatkan sarapan dan langsung bergegas menuju kantor dengan sebuah ojek online. Untung saja masih ada sisa waktu 5 menitan saat Shani sampai ke Argantara Group, jadi ia tidak terlambat bekerja.
Sesampainya Shani di ruang sekretariat, ia terkejut saat mendapati Jia tampak mengotak-atik komputernya. “Jia? Ngapain di sini?” Shani terheran.
Jia tidak langsung menjawab. Ia justru menarik tangan Shani menjauh dari sana. Jia membawa Shani ke pantri kantor.
“Kenapa, sih?” Shani bersungut pada Jia yang menarik-narik pergelangan tangan kirinya.
“Seharusnya gue yang tanya kenapa. Masa Pak Darren nyuruh gue kerjain tugas lo, sih? Sebenernya ada apa? Gue mau nolak nggak berani. Lagian Pak Wirawan sendiri nggak ngomong apa-apa sama gue,” kata Jia.
“Ya ampun, gue minta maaf ya, Ji. Lo lanjutin aja tugas lo sendiri. Urusan Pak Darren biar gue yang tanggung jawab.”
“Lo serius? Gue takut Pak Darren marah sama gue.”
“Lo tenang aja, biar gue nanti ngobrol sama Pak Wirawan.”
Dan lalu menjelang istirahat siang Shani menghampiri Wirawan di ruangannya. Shani mengetuk singkat pintu ruangan tersebut, kemudian ia masuk. Dan kebetulan sekali di ruangan Wirawan juga ada Andra.
“Ada apa, Shani?” tanya Wirawan.
Shani melirik Andra membuat Wirawan cepat peka jika mungkin Shani akan memberikan laporan atau membicarakan sesuatu mengenai Darren. Wirawan pun memerintah Andra untuk meninggalkan ruangan. Dan setelah kepergian Andra, Wirawan mempersilakan Shani untuk duduk ke sofa.
“Apa yang ingin kamu bicarakan, Shani?”
“Jadi begini, Pak. Pak Darren meminta Jia untuk menggantikan semua tugas saya di sekretariat. Apa semua ini atas perintah Pak Wirawan sendiri?”
Wirawan mendecak. Sebenarnya apa mau Darren mengatur-atur susunan tugas karyawannya? “Kamu lanjutkan saja tugasmu sendiri. Abaikan semua perintah Darren. Ingat Shani, tugas kamu tetap sama. Hanya saja saat ini kamu saya beri tugas tambahan untuk mengenalkan Darren pada perusahaan.”
“Baik, Pak. Saya mengerti.”
“Lalu, apa kamu ada informasi tambahan soal semalam?”
“Tidak ada, Pak. Kemarin Pak Darren dan saya tidak berlama-lama di pesta itu. Pak Darren mengantar saya sampai ke rumah, lalu beliau juga pulang.”
Wirawan mengangguk. Semalam ia sempat khawatir karena Darren tidak kunjung pulang ke rumah. Tapi berkat mata-mata yang ia miliki, Wirawan berhasil menemukan posisi Darren dengan cepat kalau putranya itu menginap di apartemen.
“Ya sudah, kalau begitu kamu silakan istirahat.” Wirawan menengok jam tangannya. “Ini sudah jam makan siang.”
“Iya, Pak. Kalau begitu saya permisi.” Shani pun berpamit keluar dari ruangan itu.
...◦○⭕○◦...
Shani baru saja berjalan beberapa langkah dari pintu keluar ruangan Wirawan, lalu ia berpapasan dengan Andra.
“Sha, lo ditunggu Pak Darren di parkiran depan, tuh,” ujar Andra pada Shani.
“Iya.” Jawab Shani tidak bersemangat.
“Lo baik-baik aja, kan?” tanya Andra pada Shani.
Shani tersenyum. “Gue nggak pa-pa, kok.”
Andra mendekat pada Shani berbisik ke telinganya. “Kalo Pak Darren macem-macem sama lo, lo bilang aja ke gue.”
Sontak Shani pun menarik jarak dari Andra sembari mengernyit. “Macem-macem sama gue? Maksud lo apa?”
Belum sempat Andra menjawab, mendadak Darren tiba menghampiri Shani dan Andra yang tengah mengobrol. Darren melempar tatapan tajam pada Andra karena melihat laki-laki itu berbisik-bisik sangat dekat dengan Shani. “Apa yang sedang kalian bicarakan?” tanya Darren menoleh Andra lalu Shani.
“Bukan apa-apa kok, Pak. Cuma bahas pekerjaan,” kilah Shani pada Darren.
“Ya sudah, cepat ikut saya. Hari ini saya mau kamu menjelaskan banyak hal pada saya soal perusahaan,” titah Darren menatap Shani.
“Baik, Pak.” Jawab Shani menunduk hormat.
Darren pun berjalan pergi mendahului.
“Ndra, gue cabut dulu, ya.” Shani menepuk bahu Andra sekali, kemudian meninggalkan laki-laki itu mengikuti langkah Darren dari belakang.
Andra menghelas napas berat. Ia harap Shani akan selalu baik-baik saja. Ia pun lalu pergi menuju kantin untuk makan siang.
...◦○⭕○◦...
Darren terus mengemudikan mobilnya menuju suatu tempat. Ia dan Shani saling membisu. Darren merasa aneh dengan perasaannya, ini baru 2 hari ia mengenal Shani, tapi sekarang rasanya ia ingin selalu menghabiskan waktu dengan ditemani gadis itu.
“Kita mau ke mana, Pak?” tanya Shani mencoba mencairkan suasana canggung.
“Makan siang.” Jawab Darren singkat.
Shani mengangguk. “Kalau boleh tau, selama di Amerika, Bapak ngapain aja?”
Darren terdiam fokus pada kemudinya. Secepat mungkin ia mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan Shani. “Kuliah.” Lagi-lagi balasan Darren terdengar dingin dan simpel.
“Apa Bapak sudah baca berkas yang saya kasih semalam?” Tiba-tiba Shani memastikan.
“Saya baca sekali.” Darren berbohong, nyatanya ia membaca berkas itu sebanyak 3 kali.
Walaupun begitu Shani tetap senang. Setidaknya Darren menghargai usahanya untuk membantu mendekatkan diri Darren pada perusahaan. Shani pun tersenyum.
“Ngapain kamu senyum-senyum?” sewot Darren pada Shani.
“Saya cuma seneng aja denger Pak Darren mau membaca isi map merah semalam,” jelas Shani masih dengan senyum cantiknya.
“Kamu nggak usah kepedean. Berkas kamu itu isinya cuma cerita kuno soal perusahaan. Kamu pikir saya nggak tau asal-usul Argantara Group berdiri? Bisa-bisanya kamu merendahkan saya.”
Shani tidak menyangka jika Darren akan berspekulasi seperti itu. “Maaf, Pak. Saya tidak bermaksud untuk merendahkan Pak Darren atau apa, saya cuma ingin membantu saja,” ungkap Shani menunduk.
Darren melirik Shani. Ia pikir gadis itu sangat mudah diintimidasi. Atau memang dirinya terlalu kelewatan?
...◦○⭕○◦...
Beberapa waktu berlalu, Shani dan Darren tiba di sebuah restoran bintang 5. Mereka masuk dan mulai memesan menu. Batin Shani mendelik melihat harga-harga makanan di sana yang fantastis.
Karena merasa tidak enak pada Darren, Shani pun memesan menu yang paling murah. Menu yang paling murah pun bagi Shani masih sangat mahal. Mungkin jika dibelikan nasi bungkus di warteg akan dapat sangat banyak.
Beberapa menit kemudian makan siang yang dipesan pun tersaji. Darren terheran melihat Shani yang hanya memesan menu simpel. “Kamu cuma pesan itu?” tanya Darren pada Shani.
“Iya, Pak.”
“Tolong 1 piring steik sapi,” ujar Darren pada seorang pelayan resto malah memesan lagi. Pelayan itu pun mengangguk dan pergi menyiapkan pesanannya.
“Kalau kamu kerja dengan saya usahakan selalu makan yang banyak. Bukannya ini adalah kesempatan untuk kamu bisa menikmati makanan enak yang mahal?” sindir Darren pada Shani.
Shani hanya diam menahan malu.
Darren yang tadinya menatap Shani sekarang mulai menyibuk memotong steik daging miliknya. “Kemarin saja kamu pilih tas 30 juta.” Darren kembali menyindir Shani.
Batin Shani berjingkat. Bisa-bisanya calon bosnya itu mengorek-ngorek kejadian kemarin? Padahal semalam Shani mendengar dan melihat dengan sangat jelas kalau Darren mengatakan jika kado yang diberikannya untuk Zui adalah barang murah.
“Maaf, Pak.” Dan dengan perasaan bersalah sudah menghamburkan uang Darren, Shani pun akhirnya meminta maaf.
Setelah steik sapi pesanan Darren tiba, Darren segera menyuruh Shani memakannya. Mereka menikmati hidangan siang dengan lahap. Dan kemudian keduanya mulai membahas soal perusahaan.
...◦○⭕○◦...
“Pak Darren, tunggu!” panggil Shani menghentikan langkah Darren.
Waktu bekerja sudah selesai, dan Shani akan bergegas pulang. Ketika baru saja ia keluar dari ruang sekretariat, ia tidak sengaja melihat Darren berjalan melewatinya. Shani pun menghampiri Darren.
“Ini jas Bapak. Terima kasih semalam sudah menolong saya,” ujar Shani seraya menyodorkan paper bag berisi jas hitam milik Darren.
Darren menerima paper bag itu dan membukanya sedikit.
“Sudah saya cuci dan setrika, Pak,” celetuk Shani membuat Darren kembali menutup paper bag itu.
Memang semalam Shani bergelut dengan mesin cuci dan mengeringkan jas Darren secara instan. Shani tidak ingin menyimpan jas itu lama-lama. Ia merasa sungkan dengan Darren.
“Kalau begitu saya permisi dulu,” pamit Shani pergi meninggalkan Darren yang masih mematung menatapnya.
...◦○⭕○◦...
Jangan lupa LIKE, VOTE, dan beri HADIAH untuk karya ini. Yuk komen di bawah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Lovesekebon
Lanjutkan lagiihh thor..👍👍😉😊❤❤❤
2021-05-24
1
Neneng Siti
waduh kaya nya benih beni cinta mulai ni hehe
2021-05-11
1
Cini Kudo
like, hadiah vote dan komen udh y...
2021-05-11
0