“Bu Shani, Anda sudah ditunggu Pak Darren di mobil.” Seorang OB tiba-tiba menghampiri Shani di ruangan kerjanya. Shani yang sudah bersiap untuk pergi makan siang bersama Jia dan Andra pun mendadak harus membatalkan rencana.
Dengan batin yang sedikit merungut Shani berjalan menuju halaman kantor. Di sana Darren menyedekapkan tangan bersandar pada pintu sedan mewahnya tampak memperhatikan Shani dari kejauhan. Shani pun dengan langkah gugup mulai mendekat ke arah Darren.
“Selamat siang, Pak,” sapa Shani menunduk enggan menatap mata Darren yang tajam menakutkan.
“Kenapa lama sekali?” tanya Darren terdengar dingin.
“Maaf, Pak.” Mungkin meminta maaf adalah jawaban yang tepat. Shani juga tidak berani mengatakan kalau tadi ia masih mengobrol sedikit dengan Jia dan Andra mengenai Darren yang digosipkan sombong dan galak.
“Masuk ke mobil,” suruh Darren acuh tak acuh.
“Kita mau ke mana, Pak?” tanya Shani. Ini adalah waktu istirahat, tidak mungkin kan calon bosnya itu mengajaknya makan siang? Ini di luar jam kantor, dan mereka baru saling mengenal.
“Tugas kamu hanya menjawab dan menuruti perkataan saya. Masuk!”
“Ba-baik, Pak.” Dengan dada berdebaran Shani pun memasuki mobil hitam itu. Shani menyimpulkan kalau gosip tentang Darren yang katanya galak ternyata adalah benar.
“Kenapa kamu duduk di situ? Kamu pikir saya ini supir kamu? Pindah ke depan!" Darren yang melihat Shani duduk di kursi tengah langsung berprotes.
“Iya, Pak.” Jawab Shani menurut, kemudian ia beranjak berpindah tempat duduk ke kursi depan.
Darren pun mulai melajukan mobilnya. Di dalam perjalanan keduanya sama-sama membisu. Shani sangat gugup sampai kedua tangannya mengepal dengan keringat dingin.
“Mulai sekarang kamu bekerja penuh dengan saya. Kamu harus selalu siap saat saya butuhkan. Kamu mengerti?” Kali ini Darren menyuara.
“Tapi Pak, bagaimana dengan pekerjaan saya di kantor?”
“Kamu tidak usah bingung soal itu. Saya akan membereskan semuanya.”
“Baik, Pak.”
“Dan 1 lagi. Selama kamu bekerja dengan saya, kamu harus menuruti semua perintah saya. Saya tidak ingin mendengar kata tidak. Kamu paham?”
“Iya, Pak.” Entah bagaimana perlakukan Darren pada Shani nantinya, Shani hanya harus mengiyakan semua ucapan Darren karena itu adalah aturannya. Shani cuma bisa berharap agar Darren tidak memberikannya perintah yang aneh-aneh.
...◦○⭕○◦...
Shani dan Darren sampai di sebuah mall di pusat kota. Sejak di parkiran tadi Shani hanya membuntuti Darren. Ia tidak mengerti, kenapa laki-laki itu mengajaknya ke mall?
Darren menuju sebuah toko tas mewah. Kemudian seorang pelayan menghampirinya. “Ada yang bisa saya bantu?” tawar pelayan itu tersenyum ramah pada Darren.
Darren enggan menjawab, ia malah menoleh pada Shani yang tengah berdiri di belakangnya. “Pilihkan saya 1 tas wanita yang menurut kamu paling bagus.” Darren mengeluarkan kartu kredit dari dompetnya dan memberikannya ke Shani. “Bayar dengan itu. Saya tunggu di sana,” sambung Darren menatap sebuah kafe di seberang toko tas itu.
“Baik, Pak.” Jawab Shani menunduk singkat pada Darren.
Darren pun pergi, dan Shani mulai memilih tas sembari ditemani seorang pelayan toko itu. Shani sengaja memilih tas yang harganya cukup mahal. Ia tidak menyangka akan memegang sebuah black card milik Darren???
Kali ini Shani juga sedikit ingin balas dendam. Sejak awal Darren selalu berbicara semena-mena padanya, sekarang Shani akan membalasnya. Lagi pula tas branded seharga 30 jutaan itu tidak akan menguras limit black card milik Darren, kan?
Selesai membayar tas, Shani pun menghampiri Darren yang tampak duduk menyendiri mengotak-atik ponsel di meja kafe nomor 5. Sebenarnya Shani sedikit kepo soal kenapa Darren membeli sebuah tas wanita. Apa tas itu untuk pacarnya?
“Permisi, Pak. Ini kartu dan tasnya,” ujar Shani menyodorkan black card milik Darren dan paper bag besar berisi tas yang baru dibelinya.
Darren hanya mengambil kartu kreditnya dari tangan Shani. “Kamu bawa tasnya. Ayo kita pergi,” ajaknya beranjak dari tempat duduk.
Batin Shani menggerutu memandangi punggung Darren yang berjalan menjauh. Kenapa calon bosnya itu tidak pengertian sekali dengan keadaan perutnya? Apa Darren tidak ada niatan mentraktirnya makan atau sekedar membelikannya minum di kafe itu?
Dalam perjalanan menuju parkiran mobil Shani mengumpati Darren dalam hati. Kartu kreditnya aja unlimited, tapi empatinya limit! Shani merasa dirinya sial sekali sekarang.
Shani terus mengikuti langkah jalan kaki Darren yang cepat. Gadis itu tergesa-gesa. Sekitar 5 meter di dekat tempat mobil Darren terparkir, Shani tidak sengaja menubruk tubuh Darren yang tiba-tiba berhenti dan berbalik menoleh padanya.
Mata Shani membelalak melihat wajah Darren yang begitu dekat dengannya. Pandangan keduanya beradu. Dan secepatnya Shani menjauh menarik jarak dari Darren.
“Maaf, Pak.” Dengan segera Shani meminta maaf, ia menunduk mencoba menutupi salah tingkahnya.
“Kamu lapar?” tanya Darren memastikan.
“Iya, Pak.” Tanpa ragu Shani menjawab dengan jujur tapi masih menunduk.
Melihat hal itu bibir Darren tersenyum tipis. Ada 2 hal yang ia simpulkan, pertama, Shani hanya menuruti aturannya untuk selalu menjawab iya, kedua, Shani sebenarnya memang belum makan siang. Tapi memang betul, 2 kesimpulan itu adalah alasan Shani yang sesungguhnya.
Darren kembali mendatarkan senyum tipisnya sebelum Shani melihat. Ia pun kemudian mengajak Shani ke sebuah rumah makan. Mereka memesan dan menikmati makan siang bersama.
“Nanti malam kamu harus ikut saya,” titah Darren.
“Ikut ke mana, Pak?" tanya Shani ragu-ragu.
“Jangan banyak tanya, ikut saja.”
“Baik, Pak.”
...◦○⭕○◦...
Shani dan Darren kembali ke Argantara Group. Darren menghentikan mobilnya tepat di pinggir jalanan depan gerbang kantor. “Kita ketemuan di Zui Cafe jam 7 malam. Kamu pakai baju seperti ini saja,” ujar Darren melirik busana Shani dari atas ke bawah dengan singkat.
“Baik, Pak.” Jawab Shani, kemudian ia turun dari mobil.
Setelah pintu sedan hitamnya ditutup kembali oleh Shani, Darren langsung mengegasnya pergi meninggalkan Argantara Group. Shani pun berjalan menuju ruang kerjanya. Ia ingin merilekskan tubuh seusai menghadapi calon bosnya yang menurutnya kaku dan sedikit kejam.
Lalu sore ini sehabis jam kantor Shani dipanggil oleh Wirawan untuk ke ruangannya. Niat Shani ingin cepat-cepat pulang dan istirahat, tapi ia malah disuruh menghadapi para atasannya lagi. Sejak pagi tadi Shani dominan berurusan dengan CEO perusahaan dan putranya.
“Apa saja yang kamu lakukan dengan Darren siang tadi? Apa dia sudah mulai membuka diri dengan perusahaan?”
Napas Shani hampir saja tersekat mendengar pertanyaan Wirawan. Yang ia lakukan siang tadi bersama Darren? Shani bahkan tidak mengajari Darren apa-apa soal perusahaan, yang mereka lakukan hanya pergi ke mall dan makan siang di sebuah restoran mahal.
Shani tertunduk. “Maaf Pak, siang tadi Pak Darren hanya mengajak saya pergi beli tas di mall dan makan siang.” Apa pun yang terjadi Shani harus jujur pada Wirawan.
“Pergi beli tas?” Wirawan mengernyit bingung.
“Iya, Pak. Pak Darren tadi membeli sebuah tas wanita,” jelas Shani.
“Untuk siapa?”
“Saya tidak tau, Pak.”
Wirawan mendadak berspekulasi soal untuk apa putranya itu membeli sebuah tas wanita. Setahu Wirawan sampai saat ini Darren belum memiliki pacar. Atau tas itu untuk istrinya?
Namun Wirawan juga tau kalau Darren sebenarnya bukan tipe anak yang suka memberi hadiah kepada papa dan mamanya. Darren justru sangat suka membangkang dan sulit menurut atas nasihat Wirawan dan Fiona, mama Darren. Lalu jika nanti bukan untuk mamanya, untuk siapa tas itu?
“Lalu apa lagi yang kalian lakukan?” Wirawan kembali menanyai Shani.
“Tidak ada, Pak. Pak Darren hanya menyuruh saya untuk selalu menuruti semua perintahnya. Bahkan saya diminta untuk bekerja secara penuh dengan beliau.”
Wirawan tertegun. Bagaimana bisa anaknya sudah berani sewenang-wenang begitu dengan karyawannya? Tapi cara bicara dan sikap jujur Shani membuat Wirawan percaya akan sesuatu.
“Shani, saya menawari kamu gaji 2 kali lipat untuk bulan ini asalkan kamu mampu melakukan sesuatu untuk saya. Bagaimana? Apa kamu tertarik?”
Shani yang tadinya lelah ingin segera rebahan di tempat tidur di rumahnya mendadak bersemangat. Gaji 2 kali lipat untuk bulan ini? Bahkan gaji bulanan Shani saja sudah melebihi UMR kota, apalagi kalau dijadikan 2 kali lipat!???
“Sesuatu apa, Pak?" tanya Shani ragu-ragu.
Wirawan tersenyum karena Shani tampak antusias. “Saya akan memberikan gaji 2 kali lipat untuk kamu pada akhir bulan ini. Itu juga belum ditambahi dengan bonus dan reward yang kamu dapatkan untuk 1 bulan ke depan.”
“Tugas kamu sangat sederhana. Kamu hanya harus mampu mengatur Darren agar tidak melenceng dari jalanan lurus. Kamu harus membuat putra saya fokus pada Argantara Group.”
“Dan 1 lagi. Kamu harus selalu melaporkan semua kegiatan Darren pada saya. Khusus untuk 1 bulan ini saja selama kamu mendampingi Darren. Kamu sanggup?”
Shani berpikir sebentar. Watak Darren yang seperti itu apakah bisa dikendalikan oleh Shani yang sejak awal saja sudah menciut menghadapinya? Tapi royalti yang ditawarkan Wirawan sangat menggiurkan.
“Baik Pak, saya akan mencoba sebisa mungkin,” seru Shani bersemangat. Masa bodoh jika harus menghadapi manusia seperti Darren. Ini semua demi gaji 2 kali lipat.
“Lakukan sebaik mungkin. Dan ingat, ini semua hanya kesepakatan antara kita berdua. Jangan sampai orang lain tau tentang ini.”
“Iya, Pak. Saya mengerti.”
...◦○⭕○◦...
Jangan lupa LIKE, VOTE, dan beri HADIAH untuk karya ini. Yuk KOMEN di bawah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Ndhieanhie C'chayu Lestarie
suka suka😍
2021-05-30
1
Lovesekebon
Love love thor..
menarik😉🥰👍👍👍❤❤❤❤
2021-05-24
2
Ireswati
menarik, bagus alur ceritanya😍💪💪
2021-05-23
0