Chapter 5: Cak Sam

Trok kotok... kotok...kotok...kotok....!!!

Suara nyaring kenalpot sebuah vespa tua terdengar memasuki halaman rumah yang tidak terlalu luas namun adem itu. Sudah hampir tiga puluh menit Paijo duduk selonjoran, menunggu di depan rumah sederhana bercat tembok coklat, yang warnanya kini sudah nampak memudar.

Kakek tua pengendara vespa tua itupun terlihat turun dari motor. Kedua tangannya terlihat kepayahan membawa dua tas belanja berukuran besar. Daun bawang dan seledri terlihat menghiasi salah satu tas belanja.

Alih-alih menyusul dan membantunya, Paijo hanya berdiri menyambut dengan muka masam.

"Mbah dari mana?"

"Aku sudah nunggu lama dari tadi."

"Salim dulu! ucap Mbah Sam, sambil menjulurkan tangannya. "Bicara yang sopan sama orang tua. Baru mbah jawab!"

Paijo mencibir, dia terlalu lelah untuk basa basi. Tapi mengingat dia akan mengantungkan hidup pada pria tua di depannya, mau tidak mau dia harus patuh.

"Maaf, Mbah sangking pundi? Kulo sampun ngentosi ket wau?" mbah dari mana? Saya sudah menunggu dari tadi. Ucap Paijo lebih sopan dan menerima uluran tangan yang minta di cium itu.

"Matamu ora weruh po! Iki abot gowo belonjo, orak mbok tulungi malah sedakep koyo patung!"

Buset... di sapa halus malah ngegas. Paijo garuk-garuk telinga.

"Hehe... bawa sini mbah, Jo bantu. Sekarang Mbah buka pintu karena Jo udah capek delapan jam naik bus. Ngomelnya nanti aja kalau Jo udah istirahat dan makan. Gimana?"

"Bocah gendeng!"

Tanpa malu sama sekali Paijo membuktikan perkataannya. Tubuhnya pegal serasa di remuk-remuk di tambah di injak-injak. Setelah memakan nasi dengan lauk seadanya, Paijo tidur terkapar di lantai di depan televisi hanya beralaskan tikar yang lusuh.

Sedangkan mbah Sam sibuk berkutat membuat adonan bakso untuk berjualan nanti sore.

"Mbah...!"

Setelah dua jam tertidur, Paijo terbangun dan menghampiri mbah Sam di dapur sedang memotong daun bawang dan seledri. Sedangkan di atas kompor yang menyala satu buah dandang jumbo mengepulkan asap pertanda rebusan bakso sedang mendidih.

"Sudah bangun?"

"Masih pusing, pegel semua rasanya. Nyium bau bakso kayak yang di tarik paksa dari mimpi. Bikin laper!"

"Makan lagi nanti kalau sudah mateng. Sekarang cerita! kamu kenapa kesini? Tidak ada hujan, badai apalagi tsunami. Kenapa kesini? bapak kamu saja entah berapa tahun sudah tidak pulang." omel mbah Sam sambil mengacungkan pisau yang di pakai untuk memotong daun bawang tadi. Paijo bahkan sampai memundurkan tubuhnya.

"Minggat mbah, apalagi?"

"Anak mbah itu yang suka marah dan keras kepala. Bikin ga betah tinggal di rumah."

Mbah Sam melirik tajam pada satu-satunya cucu yang dia miliki dari garis keturunan Burhanuddin, kepala desa kaya raya yang memiliki tanah berhektar-hektar. "Dia bapak 'mu bukan?"

"Iya... bapak durhaka yang suka memaksakan kehendak pada anaknya, sekaligus anak durhaka yang menelantarkan bapaknya. Padahal bapaknya sudah tua, bahkan masih harus berjualan bakso malang seperti ini!"

Auchhh...!

Pekik Paijo saat keningnya di sambit sebutir bawang putih oleh si mbah.

"Dengar! Burhan mungkin sama kerasnya dengan 'ku. Tapi dia nurut dan pekerja keras. Sampai berhasil seperti itu. Kamu juga sama keras kepala seperti kami. Tapi kamu nglenyer, menyun! Sak karep 'mu dewe! belum bisa membuktikan apa-apa sudah sombong. Harusnya kamu malu!"

Wejangan seperti itu sudah Paijo dengar hampir setiap hari saat di rumah. Sekarang saat dirinya sudah minggat pun bahasan masih sama.

"Burhan bagi mbah bukan anak durhaka. Walaupun dia jarang kesini. Dia dan istrinya masih sering telpon dan rajin mengirim uang." "Hanya mungkin dia sudah lelah membujuk mbah untuk tinggal bersamanya."

"Pertemuan kami bahkan sering di akhiri dengan perdebatan." Paijo melongo bego. Mungkin lebih baik diam membiarkan orang tua ini berbicara dulu, dari pada nanti keningnya di sambit lagi.

"Kamu, dia dan mbah, kita sebenarnya satu server. Keras kepala."

"Tidak salah! Tapi menurut mbah keras kepala juga sewajarnya. Memang dia nyuruh kamu apa? sampai kamu minggat kesini?"

"Masih sama seperti yang dulu-dulu, masuk kuliah akuntansi atau apapun yang penting aku mau melanjutkan pendidikan. Aku sudah bilang berkali-kali aku tidak mau! Aku tidak suka belajar, aku ingin sukses dengan jalan 'ku sendiri."

"Terakhir malah mereka menjodohkan 'ku dengan seorang gadis anak dari pemilik toko Emas Bagong. Apa itu tidak hal gila namanya? jelas 'ku tolak. Aku tidak suka di atur. Cuih...!"

Mbah Sam manggut-manggut mendengarkan curahan hati Paijo. Dia sudah paham cucu kesayangannya ini hanya ingin menemukan jati dirinya sendiri. Pantas saja dia minggat. Jiwanya sama bebasnya dengan dirinya dulu saat masih muda.

"Mbah sekarang paham arah pikiran kamu."

"Terus sekarang mbah tanya, apa yang akan kamu lakukan untuk menjadi orang sukses itu?"

"Hla... itu yang masih Jo pikirkan. Bingung mau mulai dari mana? Tapi Jo yakin seyakin-yakinnya Jo bisa sukses! Cuma nanti kalau sudah nemu jalannya."

"Nanti kapan?"

"Ya nanti---" jawab Jo tidak yakin. Dia sendiri juga belum tahu.

"Dengar dan catat di otak kamu dan garisi pakai stabilo warna hijau !"

"Nakal boleh! Bodoh Jangan!"

Paijo melongo mendengar quote yang baru saja di lempar dari mulut kakek tua ke otaknya itu.

Kenapa kalimat itu terasa menampar harga diriku!

Diam saja kamu, dengarkan Mbah pasti ada kalimat lanjutan.

"Kamu boleh nakal, mokong, berontak ga mau nurut sekolah lagi. Tapi jangan bodoh! kamu juga harus bisa membuktikan kalau kamu bisa sukses tanpa sekolah tinggi."

"Bisa kamu?!"

Huh... itu aku juga tahu Mbah. Lebih baik iya-iya aja dari pada melawan nanti malah terjadi yang tidak-tidak. Bisa-bisa itu pisau terbang.

"Iya--"

"Kurang mantap jawabnya!"

"IYA BISA!"

"Buset, mbah udah kayak motivator aja!"

"Harus! biar generasi muda ga lembek kayak kamu!"

Paijo menelan ludah, lagi-lagi jiwa mudanya ternodai di katakan lembek. Asem-asem...!

"Mbah nanti jualan masih ider pakai gerobak?"

Lebih baik alihkan pembicaraan. "Kasihan sekali mbah, padahal anak mbah di sana duduk manis gaji besar."

"Sori ya! sekarang warung bakso mbah, bahkan sudah bisa di pesan lewat aplikasi. Mbah nakal tapi mbah tidak bodoh!"

Paijo berdecak kagum, benar juga orang setua ini bahkan usianya sudah limited edition. Sisa beberapa orang saja dari kaum sebayanya. Masih bisa melek teknologi. Marvelous!

"Sombongnya..."

"Hahaha... nanti sore ikut mbah ke warung. Sekarang mbah buka warung di pusat kota. Kamu lihat sendiri betapa sukses mbah kamu ini!"

"Hmmm... kita buktikan nanti. Kalau sukses kenapa rumah ini nampak seusia mbah!?"

Pletak!

Sebutir bawang putih berhasil menyerempet mulut Paijo.

Diam 'ku bilang! batin saja Jo Paijo!

****

Sore hari menjelang Maghrib, tidak mau mendapatkan kekerasan berikutnya. Paijo membonceng sang kakek menuju warung miliknya. Suasana kota Malang yang dingin-dingin adem memang paling cocok makan yang hangat-hangat.

Vespa tua itu berhenti di sebuah warung bakso bercat dinding hijau segar. Di atas pintu masuk terpampang besar papan bertuliskan 'Bakso Malang Cak Sam'. Paijo bersiul memuji kakeknya itu. Benar saja, walaupun warung terlihat sederhana. Baru buka dan beberapa menit duduk. Pembeli sudah mengantri berdatangan. Bahkan ojol-ojol berjaket hijau sudah ikut antri di sana.

Memiliki lima orang karyawan yang membantu di warung, tidak membuat mbah Sam berleha-leha di rumah. Dia ingin bakso Malang itu berdasarkan hasil masakannya sendiri. Sehingga setelah bakso siap, mereka baru datang untuk mengangkut ke warung.

"Kamu kenapa malah melongo?"

"Hah--?"

"Bantu mbah di kasir! atau mau bantu Solikin sana di belakang. Cuci mangkuk!"

Paijo menggeleng, "Lebih baik bantu menghitung uang dari pada cuci mangkuk! bisa-bisa mangkuk mbah habis karena pecah!"

"Iya memang, dasar kamu manja!"

"Iyalah ibu tiri 'ku tidak akan membiarkan anak tirinya ini menyentuh piring kotor. Jadi mbah yang mbah kandung. Baik-baiklah sama cucu sendiri." ucap Paijo terkekeh.

"Baik dengkul 'mu! disini tidak ada yang gratis. Mbah anggap kamu numpang, sebagai ganti kamu bantu mbah di warung sambil kamu nunggu jadi orang sukses!"

"Yaelah mbah, kalau jadi pelayan warung bakso gini mana bisa sukses? jadi tukang bakso--" Belum selesai kalimat Paijo sudah di potong.

"Bisa saja, kenapa tidak? Tukang bubur aja bisa naik haji. Masa iya tukang bakso tidak bisa sukses! kecil!"

"Kamu dengarkan Mbah! Kesuksesan itu tidak hanya di lihat seberapa banyak uang kita, atau seberapa kaya kita. Kita harus melihat dari kaca mata yang berbeda. Suatu saat nanti kamu pasti paham!" mbah Sam tersenyum penuh arti.

Sepertinya mbah lebih cocok jadi seorang motivator daripada tukang bakso. Lumayan siapa tahu bisa menggantikan Mario teduh.

Kali ini Paijo hanya membatin, jika di jawab seperti isi hatinya. Bisa-bisa mulutnya di sumpel pakai uang kertas.

"Mbah ga ada kalkulator?"

"Buat apa?" jawab mbah Sam dengan tatapan menghina.

"Ga takut salah ngitung?"

"Jangan bodoh, mbah ga butuh kalau hanya buat ngitung uang, apalagi uang kembalian!"

"Sombongnya..."

Mereka berdua kakek dan cucu terlihat kembali sibuk melayani pembayaran di kasir. Sesekali mereka terlihat tertawa bersama. Hilir mudik pembeli berdatangan dan keluar dengan perut kenyang dan senyuman mengembang.

Laris manis tanjung kimpul, bakso malang Cak Sam. Top markotop!!!

.

.

.

.

.

💚💚💚💚

like, komen, favorit,😘😘😘

Terpopuler

Comments

zeus

zeus

Paijo ini modelnya ga Ada akhlak Sama orang yg lbh tua
Sama bapaknya gitu, Sama mbahnya juga gitu ga Ada sopannya

2025-01-27

0

Gechabella

Gechabella

owalahh jo, minggat kok gone mbahmu...kwi jeneng liburan🤣🤣🤣

2023-02-14

1

cakrawala haramain 🌹

cakrawala haramain 🌹

baca novel ini sangat menghibur 🤣🤣🤣
tapi syg belum bnyak yg nemuin ini novel kayaknya

2022-09-29

1

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1: Salam Kenal
2 Chapter 2: Bertemu Saras
3 Chapter 3: Minggat
4 Chapter 4: Berisik!
5 Chapter 5: Cak Sam
6 Chapter 6: Gadis Berambut Pirang
7 Chapter 7: Mister B
8 Chapter 8: Prahara Kerupuk Acir
9 Chapter: Bukan Passion
10 Chapter 10: Kepercayaan Mahal Harganya
11 Chapter 11: INTERVAL
12 Chapter 12: Nyenyak Sampai Pagi
13 Chapter 13: Bakso urat enak, pijat urat?
14 Chapter 14: Metode Dua Jari
15 Chapter 15: Kucing-kucingan
16 Chapter 16: Sama-Sama Tidak Waras
17 Chapter 17: Perjalanan 1
18 Chapter 18: Perjalanan 2
19 Chapter 19: CKPT KSBM
20 Chapter 20: VIRAL
21 Chapter 21: Pelan-Pelan Saja
22 Chapter 22: Bala Tentara
23 Chapter 23: Voucher Gratis
24 Chapter 24: Kediaman Hj Bagong
25 Chapter 25: Duduk Manis di Rumah!
26 Chapter 26: Masih jadi Misteri
27 Chapter 27: Beauty and the Crazy Man
28 Chapter 28: Bejo Tidak Jadi Mati
29 Chapter 29: Lari lagi? Capek dech!
30 Chapter 30: Dendam Nyai Saraswati
31 Chapter 31: Jadi Korban Penculikan
32 Chapter 32: Di Kebun Binatang
33 Chapter 33: Ocehan Burung Beo
34 Chapter 34: Habis Ijazah, akankah Ijab sah?
35 Chapter 35: Aku Tunggu Kamu Pulang!
36 Chapter 36: Kaum Rebahan Yang Terancam
37 Chapter 37: Walaupun tidak tertampan, tapi selalu di depan!
38 Chapter 38: Wawancara
39 Chapter 39: Tentang Kesetiaan
40 Chapter 40: Bertemu Fatimah
41 Chapter 41: Tamparan Bertubi-tubi
42 Chapter 42: Jangan Tertawa Berlebihan, Bahaya!
43 Chapter 43: Menagih Janji
44 Chapter 44: Akibat Settingan
45 Chapter 45: Lunturnya Suatu Amarah
46 Chapter 46: Loro Pikir
47 Chapter 47: Jadi Makin Cinta deh!
48 Chapter 48: MaDeSu
49 Chapter 49: l Love You So Much Much
50 Chapter 50: Tak Tik Paijo
51 Chapter 51: Tipu Daya Haji Bagong
52 Chapter 52: Pembalasan Memang Harus Lebih Kejam!
53 Chapter 53: Kerja Keras Bagai Kuda
54 Chapter 54: Bambang is Back
55 Chapter 55: Hujan Air Mata
56 Chapter 56: Si Galau vs Si Gabut
57 Chapter 57: Pendekatan 1
58 Chapter 58: Pendekatan 2
59 Chapter 59: Gagal
60 Chapter 60: Berdarah Tapi Senang
61 Chapter 61: Sekarat
62 Chapter 62: Drama Hujan
63 Chapter 63: Harusnya Aku Yang Menangis
64 Chapter 64: Es Gula Batu
65 Chapter 65: Kage Bunshin no Jutsu
66 Chapter 66: Oh, ternyata!
67 Chapter 67: Sabar Bu Sabar!
68 Chapter 68: I'm Sorry Goodbye
69 Chapter 69: Borok itu Di Obati, Bukan di Tutupi!
70 Chapter 70: What Wrong with You?
71 Chapter 71: Alasan Kabur
72 Chapter 72: GEGER GEDHEN
73 Chapter 73: Pasca Geger Gedhen
74 Chapter 74: Obrolan Serius
75 Chapter 75: Terjerat Cinta Mas Paijo
76 Chapter 76: Sawan Pengantin
77 Chapter 77: Kepulangan Jaelani
78 Chapter 78: Makan Malam
79 Chapter 78: Makan Malam
80 Chapter 79: Perjalanan Ini...
81 Chapter 80: Gangguan Setan
82 Chapter 81: Rumah Mewah
83 Chapter 82: Hari Pertama Di Rumah Mewah
84 Chapter 83: Tetangga Seberang Rumah
85 Chapter 84: Iseng-iseng Biar Kapok!
86 Chapter 85: Tamu
87 Chapter 86: Balapan
88 Chapter 87: Terpantau CC TV
89 Chapter 88: Kebohongan Yang Fatal
90 Chapter 89: Jurus Ampuh
91 Chapter 90: Di Rundung Kesepian
92 Chapter 91: Apakah Aku Hamil?
93 Chapter 92: Drama Piknik
94 Chapter 93: COD
95 Chapter 94: Dukungan Seorang Istri
96 Chapter 95: Di Pijit Sambil di Puk-Puk, Boleh?
97 Chapter 96: Sebelum Ke Luar Kota
98 Chapter 97: Parem dan Sawanan
99 Chapter 98: Ngidam Apa!?
100 Chapter 99: Rejeki Jabang Bayi
101 Chapter 100: Camry yang Menghebohkan
102 Chapter 101: Otw Malmingan
103 Chapter 102: Pikiran Yang Keliru
104 Chapter 103: Teguran
105 Chapter 104: Impulsif
106 Chapter 105: Watuk Ono tambane, Watak di Gowo Mati!
107 Chapter 106: Akhirnya Pesta
Episodes

Updated 107 Episodes

1
Chapter 1: Salam Kenal
2
Chapter 2: Bertemu Saras
3
Chapter 3: Minggat
4
Chapter 4: Berisik!
5
Chapter 5: Cak Sam
6
Chapter 6: Gadis Berambut Pirang
7
Chapter 7: Mister B
8
Chapter 8: Prahara Kerupuk Acir
9
Chapter: Bukan Passion
10
Chapter 10: Kepercayaan Mahal Harganya
11
Chapter 11: INTERVAL
12
Chapter 12: Nyenyak Sampai Pagi
13
Chapter 13: Bakso urat enak, pijat urat?
14
Chapter 14: Metode Dua Jari
15
Chapter 15: Kucing-kucingan
16
Chapter 16: Sama-Sama Tidak Waras
17
Chapter 17: Perjalanan 1
18
Chapter 18: Perjalanan 2
19
Chapter 19: CKPT KSBM
20
Chapter 20: VIRAL
21
Chapter 21: Pelan-Pelan Saja
22
Chapter 22: Bala Tentara
23
Chapter 23: Voucher Gratis
24
Chapter 24: Kediaman Hj Bagong
25
Chapter 25: Duduk Manis di Rumah!
26
Chapter 26: Masih jadi Misteri
27
Chapter 27: Beauty and the Crazy Man
28
Chapter 28: Bejo Tidak Jadi Mati
29
Chapter 29: Lari lagi? Capek dech!
30
Chapter 30: Dendam Nyai Saraswati
31
Chapter 31: Jadi Korban Penculikan
32
Chapter 32: Di Kebun Binatang
33
Chapter 33: Ocehan Burung Beo
34
Chapter 34: Habis Ijazah, akankah Ijab sah?
35
Chapter 35: Aku Tunggu Kamu Pulang!
36
Chapter 36: Kaum Rebahan Yang Terancam
37
Chapter 37: Walaupun tidak tertampan, tapi selalu di depan!
38
Chapter 38: Wawancara
39
Chapter 39: Tentang Kesetiaan
40
Chapter 40: Bertemu Fatimah
41
Chapter 41: Tamparan Bertubi-tubi
42
Chapter 42: Jangan Tertawa Berlebihan, Bahaya!
43
Chapter 43: Menagih Janji
44
Chapter 44: Akibat Settingan
45
Chapter 45: Lunturnya Suatu Amarah
46
Chapter 46: Loro Pikir
47
Chapter 47: Jadi Makin Cinta deh!
48
Chapter 48: MaDeSu
49
Chapter 49: l Love You So Much Much
50
Chapter 50: Tak Tik Paijo
51
Chapter 51: Tipu Daya Haji Bagong
52
Chapter 52: Pembalasan Memang Harus Lebih Kejam!
53
Chapter 53: Kerja Keras Bagai Kuda
54
Chapter 54: Bambang is Back
55
Chapter 55: Hujan Air Mata
56
Chapter 56: Si Galau vs Si Gabut
57
Chapter 57: Pendekatan 1
58
Chapter 58: Pendekatan 2
59
Chapter 59: Gagal
60
Chapter 60: Berdarah Tapi Senang
61
Chapter 61: Sekarat
62
Chapter 62: Drama Hujan
63
Chapter 63: Harusnya Aku Yang Menangis
64
Chapter 64: Es Gula Batu
65
Chapter 65: Kage Bunshin no Jutsu
66
Chapter 66: Oh, ternyata!
67
Chapter 67: Sabar Bu Sabar!
68
Chapter 68: I'm Sorry Goodbye
69
Chapter 69: Borok itu Di Obati, Bukan di Tutupi!
70
Chapter 70: What Wrong with You?
71
Chapter 71: Alasan Kabur
72
Chapter 72: GEGER GEDHEN
73
Chapter 73: Pasca Geger Gedhen
74
Chapter 74: Obrolan Serius
75
Chapter 75: Terjerat Cinta Mas Paijo
76
Chapter 76: Sawan Pengantin
77
Chapter 77: Kepulangan Jaelani
78
Chapter 78: Makan Malam
79
Chapter 78: Makan Malam
80
Chapter 79: Perjalanan Ini...
81
Chapter 80: Gangguan Setan
82
Chapter 81: Rumah Mewah
83
Chapter 82: Hari Pertama Di Rumah Mewah
84
Chapter 83: Tetangga Seberang Rumah
85
Chapter 84: Iseng-iseng Biar Kapok!
86
Chapter 85: Tamu
87
Chapter 86: Balapan
88
Chapter 87: Terpantau CC TV
89
Chapter 88: Kebohongan Yang Fatal
90
Chapter 89: Jurus Ampuh
91
Chapter 90: Di Rundung Kesepian
92
Chapter 91: Apakah Aku Hamil?
93
Chapter 92: Drama Piknik
94
Chapter 93: COD
95
Chapter 94: Dukungan Seorang Istri
96
Chapter 95: Di Pijit Sambil di Puk-Puk, Boleh?
97
Chapter 96: Sebelum Ke Luar Kota
98
Chapter 97: Parem dan Sawanan
99
Chapter 98: Ngidam Apa!?
100
Chapter 99: Rejeki Jabang Bayi
101
Chapter 100: Camry yang Menghebohkan
102
Chapter 101: Otw Malmingan
103
Chapter 102: Pikiran Yang Keliru
104
Chapter 103: Teguran
105
Chapter 104: Impulsif
106
Chapter 105: Watuk Ono tambane, Watak di Gowo Mati!
107
Chapter 106: Akhirnya Pesta

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!