"Apa kamu ingin membunuh 'ku? Bisa-bisa aku gegar otak karena ini!"
"Maaf Jo-Paijo aku tidak sengaja." menyebalkan kenapa aku bisa bertemu dengannya disini. Aku bahkan tidak mengenalinya tadi.
"Heh! panggil Mas! Mas Paijo! kamu mau jadi jambu mete? mau kualat? gimanapun juga aku lebih tua dari kamu. Dasar tidak sopan!"
"Kakak bukan, saudara bukan, pacar bukan, tunangan apalagi, untuk apa aku memanggil 'mu mas!"
"tidak penting!" Saras tak kalah nerocos saat bicara. Dia pikir kemarin pertemuan pertama dan terakhir bagi keduanya. Tapi masih sepagi ini mereka malah bertemu secara tidak sengaja.
"Heh Saras 008! sudah salah masih berani ngegas. Anak kecil cengeng, ingusan. Apa kamu lupa dulu saat masih kecil dan bermain tali aku yang sering membantu 'mu! Sudah sepantasnya kamu panggil aku 'mas'!" Suara Paijo terdengar lebih lantang. Kemudian dia bergumam agak lirih. "Aku bahkan masih ingat kamu punya tembong bulat di paha kiri 'mu."
Tangan Saras reflek memukul mulut Paijo. Plakkk!
"Dasar mulut!!! kamu pikir aku tidak dengar hah!?"
"sudah tidak tampan tidak beradab pula." ingin rasanya memanggil Tukul Arwana, biar dia sobek-sobek mulut Paijo.
Paijo terlonjak kaget sambil memegang mulutnya yang monyong. Dengan raut wajah emosi bercampur marah, Saras memungut tas yang masih tergeletak saat jatuh tadi. Dia memilih mencari kursi kosong yang lain. Mata mereka masih saling menatap tajam. Menghunus, mematikan.
Saras duduk di jok deret kedua di depan Paijo. Kalau saja Saras dapat tiket kereta. Tidak mungkin dia mau naik bus ke Malang yang membutuhkan waktu perjalanan lebih lama itu. Dia terpaksa karena besok pagi harus mulai masuk kuliah lagi.
Bus pun mulai bergerak menjauh meninggalkan terminal. Sebagian besar jok sudah terisi penuh. Jangan bayangkan mereka akan duduk berdua dan terjadi adegan romantis seperti bersandar di pundak saat mengantuk. Jauh dari kata itu, mereka berdua seakan sama-sama menabuh genderang peperangan.
"Apa lihat-lihat!!!"
"Apa?!!! Cuih... tidak sudi melihat 'mu. Sepet!!!"
Saat bus itu berhenti dan mengambil poin di salah satu pos. Seorang penumpang laki-laki bertubuh over size masuk. Langkah kakinya bahkan terasa mampu menggetarkan bus. Dan sialnya laki-laki kingkong itu memilih duduk di samping Paijo. Kingkong yang tak tahu diri itu langsung menjatuhkan pantatnya. Tubuh Paijo terhimpit, sesak, tidak nyaman sama sekali. Sial! gerutu Paijo dalam hati. Itu pantat mana cukup satu kursi, harusnya dia beli tiga tiket agar bokongnya bisa tercukupi untuk duduk. Tidak begini menyita jok milik orang lain.
Bus masih melaju, Paijo ngantuk ingin tidur sebentar saja selama perjalanan panjang ini. Namun, selama delapan jam ke depan bisa-bisa Paijo sesak nafas karena terhimpit kingkong. Paijo mengedarkan pandangannya. Dilihat jok di sebelah Saras sudah kosong. Mungkin penumpang di samping Saras tadi sudah turun saat mereka sampai di Solo. Paijo tidak ingin tahu, yang dia inginkan bisa pindah duduk dari samping kingkong ini.
Baiklah, aku lempar gengsi 'ku lewat jendela! Peduli setan, lebih baik aku pindah dari pada sampai Malang aku tinggal nama.
Paijo berdiri dan menepuk lengan kingkong yang langsung tertidur lelap sejak naik tadi.
"Pak permisi, kasih jalan. Saya mau lewat."
Kingkong tidak merespon sama sekali. Gila dia tidur atau mati. "Pak permisi!!!" Paijo berteriak tepat di kuping kingkong. Membuat pemilik kuping itu terlonjak kaget.
"Mati aku mati!" kagetnya.
Iya sana mati saja. Bisa cepat penuh bumi jika semua orang bertubuh seperti 'mu. "Permisi Pak saya mau lewat."
"Haduh masnya. Mengagetkan saja. Apa tidak bisa membangunkan pelan-pelan!"
Pelan-pelan dia bilang. Tidur sudah kayak bangkai. Tidak bergerak sama sekali di tambah bau tubuhnya itu hlo. "Maaf Pak, bapaknya nyenyak, dari tadi saya sudah bangunkan. Permisi..." Tidak ingin memperpanjang masalah ini. Bisa di smackdown gasik kalau Paijo berani mengungkapkan isi hatinya.
Pria kingkong itupun menggeser kakinya kearah keluar. Paijo melewatinya seakan sedang keluar dari himpitan buldozer. Dia bernafas lega seketika setelah berhasil keluar.
Sekarang tinggal menghadapi Saras 008. Saat Paijo beranjak ke jok Saras. Dilihatnya kepala Saras bersandar di tepi jendela. Matanya terpejam. Paijo terkesima. Saat anteng tidur, dia terlihat sangat cantik. Garis wajahnya tenang. Alis hitam tidak tebal tanpa goresan pensil alis. Bulu mata lentik tanpa maskara. Hidung sedang, pas tidak terlalu mancung tapi tidak pesek. Bibirnya ranum dengan lipbalm terlihat kecoklatan. Rasanya ingin mencicipinya. Shitt...! berfikir apa aku. Mulutnya saja super pedas saat bicara.
Pelan-pelan Paijo menjatuhkan pantatnya. Tidurlah, tidurlah, tidur yang nyenyak. Jangan bangun kalau belum sampai Malang. Aku juga butuh tidur.
Bus melewati jalan tol yang mulus bebas hambatan. Perut Paijo berdesir, walau matanya terpejam, dia masih bisa merasakan jika bus berjalan dengan kecepatan penuh. Tidak ada suara orang mengobrol. Hanya suara musik dangdut yang terdengar mendayu-dayu. Kebanyakan mereka memilih tidur untuk menghunus kejenuhan. Saras dan Paijo tertidur nyenyak dengan posisi masing-masing. Paijo dengan gaya terlelapnya menyandar sempurna di punggung jok. Sedangkan Saras masih setia dengan kepala yang menempel di tepi jendela.
Jangan harap Paijo meminjamkan bahunya. Dia masih ingat bagaimana tadi tangan gadis di sampingnya itu memukul mulutnya.
Kurang seperempat perjalanan lagi. Waktu menunjukkan pukul dua belas kurang. Dua jam lagi mereka sampai di kota Malang. Saras yang mulai merasa tidak nyaman dengan lehernya, terbangun. Matanya mengerjap berusaha terbangun dari tidurnya. Pegal! tangannya mengusap leher dan pelipis yang terasa nyut-nyutan. Saras menoleh dan seketika kaget.
Astaga!
Sejak kapan manusia tak ada akhlak ini duduk disini!
Dengan keras dia menepuk lengan Paijo. "Heh, bangun Paijo Paijan! rak kerjo rak iso jajan!"
"Ahhh... apa sih!" Paijo mengusap wajahnya dengan kasar.
"Enak sekali ya tidur setelah tadi mengusir 'ku."
Adu mulut pun terjadi lagi. Mereka sudah mirip kucing dan tikus saat membuka mata. "Heh, Saras 008 kamu emang udah mirip kucing ya. Tiap lihat aku seperti langsung mau mencakar. Apa salahnya aku duduk di sini! Aku punya tiket dan bebas mau duduk dimana pun. Asal tidak duduk di pangkuan 'mu bukan! kog kamu yang emosi!"
Saras membulatkan mata. "Iya benar, aku mirip kucing. Kalau saja kuku tanganku panjang. Pasti kamu orang pertama yang aku cakar! Huh, mimpi apa aku bisa satu bus denganmu. Dan sekarang satu tempat duduk, iyuhhh..."
"Kenapa kamu pindah kesini hah!? sengaja mau deketin aku? buang jauh... aku sama sekali tidak tertarik sama kamu wahai Paijo!"
"Jangan percaya diri dulu. Tuh lihat ada kingkong. Terserah kamu mau bilang apa. Lebih baik aku pindah daripada mati konyol di sana! Kalau kamu tidak terima, kamu saja pindah sana!"
"Enak saja aku yang duluan duduk disini. Kenapa aku yang harus pindah?"
Mereka berdua terdengar paling berisik diantara semua penumpang.
"EHemmm!!!"
Salah satu penumpang yang terganggu berdehem untuk melerai mereka. Tatapan tajam darinya berhasil membuat ciut nyali Paijo dan Saras.
"Makanya diem!"
"Berisik!"
"Kamu yang berisik!"
"Kamu!"
Bapak berkumis itupun berdiri. "Heh... kalian berdua yang berisik! Bisa diam TIDAK!!!"
Keduanya langsung tutup mulut dan saling melirik. Lagi-lagi adegan adu mata terulang.
Seakan menyiratkan ketidaksukaan mereka.
Diam dan saling memunggungi. Rasanya ingin cepat sampai dan berpisah. Kalau bisa jangan sampai bertemu lagi.
Dua jam kemudian, bus mereka memasuki pintu gerbang terminal Malang. Semua orang terlihat sibuk menurunkan barang-barang dari atas tempat penyimpanan barang. Begitu juga dengan Paijo dan Saras. Keduanya masih saling diam. Saras berjinjit meraih tasnya. Dia terlihat kerepotan karena tubuhnya yang tidak terlalu tinggi.
Huuhhh... apa sedikit saja dia tidak ingin basa-basi membantu. Dasar egois!
"Pantas saja pendek! Dulu saat main lompat tali baru sampai batas dada sudah tidak bisa."
"Ambil ini! ini terakhir aku membantu 'mu." Paijo dengan cepat meraih barang bawaan Saras dan melempar ke dekapan Saras. Karena sangking beratnya tubuh Saras hampir terpetal.
"Auchhh...!"
"Heh... aku juga tidak berharap kamu bantu!" jawab Saras dusta. Jaim padahal butuh. Paijo hanya membuang muka.
Keduanya turun dari bis bergantian dari pintu belakang. Saras yang berjalan mengekor di belakang Paijo masih jengkel dengan laki-laki di depannya itu.
"Akhirnya sampai juga." Paijo meregangkan tubuhnya.
"Awas aku mau lewat. Menghalangi jalan saja."
"Sudah di bantu, mengucapkan terimakasih saja tidak. Dasar!"
Saras menghentikan langkahnya. Dengan wajah di buat-buat dia merespon ucapan Paijo. "Hehe... terimakasih Paijo. Saya harap kita tidak berjumpa lagi. Bye...!!!" Dia menghentakkan kaki dan berlalu pergi.
"Huh... siapa juga yang berharap ketemu lagi sama kamu!"
Keduanya berpisah, berjalan berlawanan arah. Dengan hati yang sama-sama menahan amarah.
Jangan sampai kita bertemu lagi!
Jangan sampai, amit-amit!
Bagaimana kalau takdir yang mempertemukan kalian! Kalian berdua bisa apa hah!!!???
Othor tersenyum 😈
.
.
.
.
.
.
.
like, komen, jadikan favorit ya...
terimakasih 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Robby'adja
lucu ih ama mrreka be2
2022-11-04
0
Diani Retno
ha....ha.....asyik bertengkar saja terus, nggak tahu berjodoh😀😀😀
2022-10-13
0
Yu Gina
terimakasih otor sudah mencantumkan nama Yunita disana. Baru kali ini baca nama aing masuk dunia novel. Muahhhh Thorrrrr
2022-03-28
0